Site icon Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia

Kisah Akhnas Ibn Syuraiq dan Pergulatan Politik Berbaju Agama di Indonesia

Akhnas Ibn Syuraiq

Kisah Akhnas Ibn Syuraiq dan Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 204-205

Kisah Akhnas Ibn Syuraiq menjadi salah satu kisah menarik yang dihadirkan dalam kitab tafsir Marah Labid. Kisah tersebut memberikan beberapa pelajaran penting yang dapat diambil dan dijadikan sebagai sebuah refleksi dalam melihat fenomena sosial tertentu. Maka dalam tulisan ini, kisah Akhnas akan dijadikan sebagai cermin yang merefleksikan pergulatan politik berbaju agama di Indonesia.

Kisah Akhnas Ibn Syuraiq ini terdapat dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 204-205:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُّعْجِبُكَ قَوْلُهٗ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللّٰهَ عَلٰى مَا فِيْ قَلْبِهٖ ۙ وَهُوَ اَلَدُّ الْخِصَامِ () وَاِذَا تَوَلّٰى سَعٰى فِى الْاَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيْهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ ۗ وَ اللّٰهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ

  1. Dan di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Muhammad), dan dia bersaksi kepada Allah mengenai isi hatinya, padahal dia adalah penentang yang paling keras.
  2. Dan apabila dia berpaling (dari engkau), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi, serta merusak tanam-tanaman dan ternak, sedang Allah tidak menyukai kerusakan.

Dalam ayat tersebut Akhnas Ibn Syuraiq disifati oleh al-Qur’an dengan ungkapan وَهُوَ اَلَدُّ الْخِصَامِ yang menurut Qatadah adalah sifat seseorang yang keras hatinya dalam bermaksiat kepada Allah, gemar berdebat dengan jalan yang bathil serta pandai sekali berbicara namun berbanding terbalik dengan perilakunya.

Dua ayat di atas menjadi salah satu pembahasan menarik dalam kitab tafsir Marah Labid karya Imam Nawawi al-Bantani. Setidaknya memberikan beberapa poin penafsiran menarik yang bisa direfleksikan dalam kancah pergulatan politik dewasa ini antara lain:

Pertama, Imam Nawawi menafsirkan bahwa pada Q.S al-Baqarah[2]: 204, secara spesifik yang dimaksud oleh al-Qur’an adalah Akhnas Ibn Syuraiq al-Tsaqafi alias Ubay. Dalam riwayat historisnya (asbabun nuzul), digambarkan bahwa Akhnas sebagai sosok seorang munafiq yang baik di luar namun busuk di dalam.

Baca Juga: Sababun Nuzul Mikro dan Makro: Pengertian dan Aplikasinya

Karakter itu disematkan kepada Akhnas sebab ia adalah orang yang mampu membuat Nabi Muhammad takjub akan kepandaiannya berbicara tentang kesungguhannya ingin memeluk Islam dan meraih kemashlahatan di dunia. Namun sayang, tekad yang dibawa Akhnas ternyata hanyalah bualan semata, ucapan-ucapan manisnya dan sumpah serapah yang ia gaungkan tatkala berjumpa dengan Nabi Muhammad hanyalah sumpah palsu demi mendapat legitimasi atas nama Tuhan dan akses masuk dalam tubuh umat Islam.

Kedua, pada Q.S al-Baqarah[2]: 205, Imam Nawawi menafsirkan bahwa sosok Akhnas Ibn Syuraiq tidak hanya berhenti kasus di atas, ia bahkan semakin menjadi. Keberhasilannya masuk dalam barisan umat Islam membuatnya semakin leluasa dalam menjalankan misi buruknya yakni memecah belah umat Islam dan mendapatkan keuntungan pribadi. Ia pun mulai menebar kekisruhan dalam tubuh umat Islam sehingga satu sama lain saling bergesekan yang menyebabkan terputusnya silaturahmi dan bahkan pertumpahan darah.

Dari poin pertama dan kedua ini didapati bahwa Aknas ini adalah sosok memanfaatkan kepandaiannya dalam berbicara untuk membuat takjub audiensnya dan membuat mereka percaya dengan ungkapan dan sumpah manis yang ia ucapkan. Namun sejatinya, ada tujuan lain yang ia inginkan selain dari kepercayaan para audiens yang ia ingin dapatkan (tujuan ini ialah tujuan yang sifatnya kepentingan pribadi).

Maka apa hubungan poin penafsiran pertama dan kedua di atas dengan kondisi politik kita dewasa ini?

Beberapa tahun terakhir, bisa dilihat dengan mata kepala sendiri banyaknya Akhnas zaman modern. Sosok seperti Akhnas ini ditemukan dalam kondisi politik Indonesia saat ini dan aktivitas mereka terlihat begitu masif. Mereka adalah agen-agen penuh kepentingan politis yang berlindung di balik jubah agama dan sejatinya “memperkosa agama” dengan aktivitas mereka yang membawa-bawa agama dalam ranah politik praktis.

Perwujudan Akhnas pada masa kini dengan kehadiran ustadz-ustadz yang tidak jelas asal-usul keilmuannya dan dibiarkan memelintir ayat-ayat agama demi mengokohkan pilihan politisnya ataupun ideologinya dan memberi justifikasi negatif bagi yang menurutnya tidak sama.

Baca Juga: Surat Ali Imran [3] Ayat 19: Makna Agama Islam dalam Al-Quran

Mereka begitu lihai menebar narasi-narasi yang terlihat manis karena dibalut teks-teks agama. Membuat takjub para penyimaknya dengan kepandaiannya mencomot dalil-dalil agama. Mereka seakan menampilkan diri dalam narasinya bahwa apa yang mereka tawarkan adalah kebenaran sebab setiap hal yang mereka gaungkan diklaim telah mendapatkan restu dari Tuhan sehingga Tuhan pun telah berpihak kepadanya.

Namun ternyata di balik itu sebenarnya ada tujuan lain yang ingin dicapai. Mulai dari kemenangan dalam politik praktis, pengakuan sebagai kelompok dengan ideologi paling benar, dan berbagai kepentingan pribadi lainnya yang akibatnya menimbulkan semakin banyaknya polarisasi serta peluang yang semakin besar bagi perpecahan dalam tubuh bangsa Indonesia.

Maka sudah semestinya umat Islam mampu menyadarkan dirinya dari kondisi mabuk agama. Sebuah kondisi yang membuatnya menjadi seorang yang fanatis atau ta’ashub pada sesuatu hal dan menyebabkan hilangnya kejernihan dalam pikirannya.

Dengan demikian umat Islam tidak akan mudah terperangkap dalam narasi-narasi Akhnas modern dan mampu mengambil sikap yang bijak sehingga mempersempit celah perpecahan di tengah umat. Wallahu a’lam.

Exit mobile version