Site icon Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia

Apakah Iblis Termasuk Golongan Malaikat atau Bukan? Ini Kata Ulama

Apakah Iblis Termasuk Golongan Malaikat atau Bukan? Ini Kata Ulama

Apakah Iblis Termasuk Golongan Malaikat atau Bukan?

Kita sering membaca dalam al-Qur’an kisah pembangkangan Iblis ketika diperintahkan sujud kepada Nabi Adam? Ia pertama kali disinggung di surah kedua, yaitu surah Al-Baqarah pada ayat 34, kemudian diulang-ulang dengan beberapa tambahan detail cerita di beberapa surah berikutnya. Secara umum, perulangan cerita itu tetap mengarah pada subtansi makna yang sama: kedurhakaan dan pembangkanagan Iblis pada perintah Tuhan. Di antaranya termaktub dalam Q.S Al-Baqarah [2]: 34, Al-Araf [7]: 12, Al-Kahfi: 50, dan Al-Hijr [15]: 33.

Secara umum empat ayat di atas dapat kita bagi menjadi dua topik utama. Pertama, Allah menyatakan kedurhakaan dan keengganan Iblis untuk sujud  kepada Nabi Adam, yaitu pada surah al-Baqarah: 34 dan al-Kahfi: 50. Sementara pada dua surah yang lain, yaitu pada surah al-Araf  [7]: 12 dan al-Hijr [15]: 33, memastikan jawaban apa yang akan diberikan oleh Iblis atas tindakan yang sudah dia lakukan.

Dalam kitab al-Fawaid al-Mukhtarah milik Habib Zain bin Ibrahim bin Tsamit, beliau mengutip pendapat dari kitab Lathaif al-Minan, tentang pembelaan diri Iblis. Bahwa apa yang sudah dia lakukan merupakan kehendak atau takdir Tuhan. Sehingga tidak pantas dirinya dikatakan mahkluk yang durhaka.

“Wahai Tuhanku,” Ucap Iblis, “Bagaimana mungkin Engkau menyiksaku karena tidak melakukan sujud pada Adam, bukankah Engkau pulalah yang menghendaki hal itu (sujud) tidak terjadi?”, Allah pun menjawab dengan balik bertanya, “Kapan kamu menyadari bahwa Aku tidak menginginkan hal itu terjadi, apakah setelah kau menyadari bahwa kau membangkang terhadap perintahku atau sebelum itu?” Iblis menjawab, “Setelah aku membangkang perintah-Mu ya Tuhanku,”  Allah menjawab, “Maka dengan itulah Aku kelak akan menyiksamu.”

Syahdan, Iblis tidak bisa berlindung atas tindakan yang dia lakukan pada takdir Allah, karena ia di sisi lain juga diberikan pilihan dalam melakukan sesuatu. Oleh karena itu dia pantas digolongkan termasuk makhluk yang membangkang atas perintahNya.

Iblis Golongan Malaikat atau Bukan?

Pada surah Al-Baqarah ayat 34, Allah Swt. berfirman;

وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir. (Q.S. AlBaqarah [1]: 34),

Secara dhahir annash, dapat kita pahami sepintas bahwa Iblis termasuk golongan Malaikat. Sebab pada surah di atas, Allah Swt. mencantumkan adat al-istisna’ illa (kata pengecualian) sebelum kata Iblis disebutkan. Sehingga dapat dipahami bahwa Iblis termasuk dalam golongan malaikat yang disebutkan sebelumnya. Artinya, sebelum itu Iblis pernah diakui bahwa dia termasuk dari golongan malaikat, hingga pada akhirnya dia dikecualikan.

Dalam literatur ushul fikih, sebagaimana yang diungkapkan Al-Ghazali dalam karyanya yang bertajuk al-Mustasfa, terdapat bab kajian tentang takhsis, yaitu sebuah sistem yang mengkhsuskan cakupan lafaz umum pada masadaq (makna hakikat) atau refren tertentu. Salah satu cara men-takhsis lafad yang umum tersebut adalah menggunakan adat al-istisna’ sebagaimana yang terjadi pada ayat di atas.

Zakariyah al-Ansahri (w. 926) dalam kitabnya, Ghayah al-Wusul membagi istisna’ dengan kata illa menjadi dua; muttasil (tersambung) dan munfasil (terpisah). Muttasil berarti antara sesuatu yang dikecualiakan -yang dalam hal ini “Iblis”- dengan yang dikecualikan darinya -yaitu “Malaikat”- sejenis. Sementara munfasil terjadi jika sesuatu yang dikecualiakan dengan yang dikecualikan darinya tidak lagi sejenis. Lalu pertanyaannya, sejeniskah antara Malaikat dengan Iblis?

Kita ketahui kata “Malaikat” pada ayat di atas adalah salah satu dari lafaz yang terkategorikan umum, sebagai bentuk jama’ dari mufrad “malakun.” Sehingga sangat mungkin pada kata “Malaikat” diterapkan kajian takhsis dengan mengkhusukan pada refren-refren tertentu. Atau dengan kata lain mengecualikan sebagian cakupan maknanya menggunakan adat alistisna’ illa  sebagaimana yang tercantum pada ayat.

Sujud yang diperintahkan Allah Swt. kepada para malaikat tentu mengarah pada setiap makhluk yang berstatus malaikat. Yang mana, selama dia termasuk dalam golongan malaikat, maka tidak bisa menghindar atau menyangkal perintah sujud itu. Sehingga kalau kita menggunakan adat al-Istisna’ al-Muttasil, jelas bahwa Iblis memang sejenis dengan malaikat  yang kemudian dia dikecualikan kemudian akibat ketidakpatuhan atas perintah Allah.

Baca juga: Ketika Iblis Membangkang Sujud Kepada Adam

Namun tidak bisa kita pungkiri, ada sebagian orang yang tidak suka ketika makhluk  yang dikenal taat dalam setiap perintah Tuhan, malaikat, disamakan dengan Iblis yang durhaka. Artinya mereka lebih setuju kata illa pada ayat di atas diarahkan pada al-istiana’ al-munfasil, antara Iblis dan malaikat tidaklah sama atau sejenis. Namun pada penerapan konsep kedua ini, yaitu alIstisna’ al-munfasil ada sedikit cacat logika. Sebab apa gunanya mengecualiakan kata “Iblis” dari kata “Malaikat”  kalau keduanya tidak sejenis? Sehingga Imam Zakariyah al-Anshari menyatakan bahwa sebenarnya al-Istisna’ al-munfasil ini pemberlakuannya secara majas saja.

Para ulama pun lebih lanjut mengkaji tentang  perbedaan ini. Ibnu Abbas rupanya menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa Iblis bagian dari Malaikat. Beliau mengatakan “Andai Iblis bukan bagian dari Malaikat, tentunya dia tidak akan diperintahkan sujud kepada Nabi Adam bersama para malaikat lainnya.” Bersamaan dengan alasan lain yang dikemukakan oleh mayoritas ulama dalam menafsiri firman Allah berikut;

وَجَعَلُوا۟ بَيْنَهُۥ وَبَيْنَ ٱلْجِنَّةِ نَسَبًا ۚ وَلَقَدْ عَلِمَتِ ٱلْجِنَّةُ إِنَّهُمْ لَمُحْضَرُونَ

Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin. Dan sesungguhnya jin mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret (ke neraka) (Q.S. As–Saffat [37]: 158).

Maka sesuai ayat ini yang dimaksud dengan jinnah adalah  malaikat. Sehingga jelas antara Iblis dan malaikat keduanya sejenis.

Sementara pendapat minoritas yang menyatakan bahwa Iblis bukanlah jenis dari Malaikat, melainkan dia sejenis dengan jin yang durhaka pada Allah Swt. Pendapat ini  dikemukakan oleh Hasan Al-Bashri yang sekaligus mendapat dukungan dari al-Zamakhsyari, Abu al-Baqa’, al-Fakhrurrazi, dan as-Syanqiti dengan berlandaskan pada Q.S. al-Kahfi [18]: 50;

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَٰٓئِكَةِ ٱسْجُدُوا۟ لِءَادَمَ فَسَجَدُوٓا۟ إِلَّآ إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ ٱلْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِۦٓ ۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُۥ وَذُرِّيَّتَهُۥٓ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِى وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّۢ ۚ بِئْسَ لِلظَّٰلِمِينَ بَدَلًا

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.

Demikian perbedaan pendapat para ulama tentang apakah Iblis termasuk golongan malaikat atau bukan. Untuk kebenarannya, hanya Allah Swt yang tahu, wallahu a’lam bi al-sawab.

Baca juga: Penjelasan Mufasir Terkait Sujud Kepada Selain Allah dalam Al-Quran

Exit mobile version