Site icon Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia

Para Tabi’in Utama Jebolan Madrasah Tafsir Ibn Mas’ud di Irak

Madrasah Tafsir

Madrasah Tafsir credit: arab-box.com

Seri terakhir dari materi madrasah tafsir di era Tabi’in akan ditutup dengan mengulas madrasah tafsir yang berada di Irak. Sebuah madrasah tafsir yang didirikan oleh Sahabat utama yang diakui keilmuannya dalam bidang tafsir. Ia adalah Abdullah ibn Mas’ud atau yang dipanggil sebagai “al-ustadz al-awwal” sebab ia dikatakan sebagai penginisiasi berdirinya madrasah tafsir serta orang yang paling tinggi derajatnya dalam bidang tersebut.

Abdullah ibn Mas’ud diutus bersama Ammas ibn Yassar ke Kufah oleh Umar ibn Khattab yang kala itu memimpin kekhalifahan Islam. Ia ditugaskan menjadi wazir (pejabat pemerintahan) sekaligus pengajar bagi para Tabi’in yang berada di sana. Bahkan sebelum tibanya Ibn Mas’ud, umat Islam di Kufah telah diberikan pesan oleh Umar untuk menimba lautan ilmu Ibn Mas’ud yang begitu luas dan dalam.

Dari sekian banyak Tabi’in yang menuntut ilmu di madrasah tafsir Ibn Mas’ud, ada beberapa nama yang masyhur. Mereka adalah para tabi’in utama jebolan madrasah tafsir Ibn Mas’ud yang dianggap sebagai pewaris estafet keilmuan di generasi sebelumnya. Di antara nama-nama yang masyhur tersebut ada tiga nama yang akan diulas dalam tulisan kali ini yaitu Amir al-Sya’bi, Hasan al-Bashri dan Qatadah.

Amir al-Sya’bi

Amir al-Sya’bi atau biasa dipanggil Abu Amr memiliki nama lengkap Amir ibn Syarahil al-Sya’bi. Lahir pada tahun 20 Hijriyyah dan wafat pada tahun 109 Hijriyyah. Ia adalah seorang hakim di Kufah. Meriwayatkan riwayat yang berasal dari para kibar Sahabat seperti Umar, Ali, Abu Hurairah, Ibn Mas’ud dan yang lainnya.

Banyak pujian yang disematkan para ulama kepadanya. Ia dikatakan sebagai Ibn Abbas di zamannya. Ibn Syubrumah meriwayatkan perkataan Amir al-Sya’bi yang memperlihatkan kejujuran, keceradasan dan semangat akademiknya, “aku tidak pernah menulis hitam menjadi putih, dan tidak ada seorang pun yang menyampaikan hadis padaku kecuali aku menghafalnya, dan tidak ada seorang pun yang menyampaikan hadis kepadaku kecuali aku begitu menyukai jika ia mengulanginya lagi padaku”.

Baca Juga: Para Tabi’in Utama Jebolan Madrasah Tafsir Ubay Ibn Ka’ab di Kota Madinah

Al-Sya’bi adalah seorang Tabi’in yang tsiqah. Ulama bersepakat atas penilaian tersebut dan mengakui derajat keilmuannya yang tinggi. Meskipun begitu, al-Sya’bi bukanlah seorang yang mudah melakukan penafsiran berdasarkan ijtihad. Ia begitu berhati-hati dalam menjawab persoalan yang ditanyakan kepadanya. Ia hanya akan menjawab dengan ijtihad nalarnya tatkala tidak didapati jawabannya dari riwayat para salafussalih.

Namun pandangan al-Sya’bi ini kerapkali menjadi alasan ia menolak pandangan ulama lainnya yang terkesan gemar melakukan ijtihad dalam memahami al-Qur’an seperti al-Suddi. Dalam sebuah majelis tafsir al-Suddi, ia pernah berkata kepada para jama’ah, “bermain gendang lebih baik bagi kalian daripada majelis ini”.

Mungkin ada alasan yang mendasari al-Sya’bi melakukan itu pada al-Suddi. Namun bagi penulis, perkataan dan sikap al-Sya’bi yang cukup menohok ini tidak patut untuk ditiru kecuali didasari alasan yang jelas. Sebagaimana pembubaran majelis tertentu yang harus didasari bukti bahwa majelis itu menyesatkan aqidah ataupun justru mengarahkan pada rusaknya ukhuwah Islamiyah.

Al-Hasan al-Bashri

Dikenal dengan julukan Abu Said dan bernama lengkap al-Hasan ibn Abul Hasan Yassar al-Bashri. Lahir di dua tahun terakhir kekhalifahan Umar atau pada tahun 21 Hijriyyah dan besar di Wad al-Qura. Ia seorang Tabi’in yang dikenal fasih, wara’ dan zuhud. Dikatakan bahwa tidak ada yang menandingi kepiawaiannya dalam berkhutbah atau memberi nasihat serta dalam memberikan bekas di hati para pendengarnya.

Kemampuannya dalam menyampaikan pesan dari Kitabullah serta Sunnah dengan baik serta kemapananannya dalam ilmu membuatnya berada pada derajat yang tinggi. Bahkan Abu Bakar al-Baqir mengatakan bahwa kalam Hasan seperti halnya kalam Nabi, sebab pembawaannya yang santun lagi berisi.

Di kalangan ahlu hadis, Hasan al-Bashri dinilai sebagai seorang yang tsiqah. Ia juga seorang Tabi’in yang mampu menafsirkan al-Qur’an secara tepat dan mampu memberikan contoh riilnya yang aktual. Dalam sebuah riwayat yang dibawa oleh Hammad ibn Salamah dari Hamid yang menceritakan bahwa ia saat itu membaca al-Qur’an di depan al-Hasan al-Bashri, lalu kemudian sang Imam Bashrah itupun menafsirkan ayat yang dibaca Hamid (ayat tentang takdir) seraya memberikan contoh agar Hamid semakin memahaminya, lalu berkata, “barangsiapa yang mendustakan takdir maka telah kufur”.

Imam al-Bashrah al-Hasan al-Bashri wafat di usia 88 tahun pada tahun 110 Hijriyyah.

Qatadah

Qatadah ibn Da’amah al-Sudusi al-Akmah ialah nama lengkapnya. Ia dijuluki Abul Khattab. Seorang Tabi’in yang merupakan orang Arab asli yang menetap di Bashrah. Dikatakan bahwa Qatadah adalah seorang yang memiliki hafalan yang kuat, keluasan pengetahuan mengenai syair-syair Arab serta makna mengenai hari-hari tertentu menurut bangsa Arab serta silsilah nasabnya.

Kemampuan menghafalnya yang kuat mendapat pujian dari berbagai ulama. Sa’id ibn Musayyab bahkan heran ternyata Allah menciptakan orang dengan kekuatan hafalan seperti Qatadah. Kelebihannya ini menjadikannya mampu menghafal banyak riwayat serta ilmu yang diwariskan oleh Sahabat, sehingga ia pun di tempatkan sebagai Tabi’in yang paling piawai mengenai tafsir al-Qur’an.

Baca Juga: Tiga Tabi’in Utama Jebolan Madrasah Tafsir Ibn Abbas (Edisi Ikrimah Ibn Abdillah al-Barbary)

Kekuatan hafalannya juga membuatnya ditempatkan sebagai rawi yang dipercaya serta diterima riwayatnya. Sebagaimana para ulama ahli hadis menilai bahwa Qatadah adalah seorang yang tsiqah dan riwayatnya dibutuhkan sebagai rujukan. Qatadah wafat di usia yang belum menginjak 60 tahun (56 tahun) pada 117 Hijriyyah.

Itulah ulasan ringkas mengenai para Tabi’in utama jebolan madrasah tafsir Ibn Mas’ud. Mengetahui biografi dan penilaian ulama atas mereka menjadi salah satu jembatan dalam mempermudah melakukan kajian kritik sanad. Maka semakin banyak para pengkaji mengenal tokoh-tokoh yang menjadi rawi/ pembawa riwayat, maka semakin mudah untuk menilai sisi kualitas riwayat berdasarkan rantai sanadnya. Wallahu a’lam.

Exit mobile version