Site icon Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia

Tafsir Surah Ahqaf Ayat 12-14

tafsir surah ahqaf

tafsir surah ahqaf

Masih berkaitan dengan al-Qur’an, Tafsir Surah Ahqaf Ayat 12-14 secara umum menerangkan tetang dua sikap berbeda dari orang yang beriman dan orang musyrik.

Suguhan pertama yang ditampilkan dalam Tafsir Surah Ahqaf Ayat 12-14 adalah argumen untuk membantah tuduhan orang musyrik yang menolak kebenaran al-Qur’an. Dalil khusus yang akan diutarakan disini adalah melalui kitab suci sebelumnya, yaitu Taurat, yang telah mengulas terlebih dahulu kebenaran al-Qur’an dan diutusnya Muhammad Saw.

Kedua, Tafsir Surah Ahqaf Ayat 12-14 akan menerangkan tentang sikap orang beriman yang senantiasa taat kepada Allah, diantara bentuk ketaatan itu adalah istiqamah, yaitu sifat kontinuitas dalam ketaatan pada-Nya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Ahqaf Ayat 11


Ayat 12

Ayat ini menolak tuduhan orang-orang musyrik terhadap Al-Qur’an dan membuktikan kebenarannya dengan mengatakan;

“Hai orang-orang kafir, kamu semua telah menyaksikan bahwa Allah telah menurunkan Taurat yang mengandung pokok-pokok agama yang dibawa oleh Nabi Musa dan sebagai rahmat bagi Bani Israil.”

“Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa mengisyaratkan kedatangan Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir yang membawa Al-Qur’an yang berbahasa Arab, membenarkan kitab-kitab terdahulu yang diturunkan Allah agar dengan kitab itu ia memperingatkan semua manusia, memberi kabar gembira kepada orang-orang yang mengamalkan isinya, dan memperingatkan bahwa azab serta ancaman Allah akan menimpa orang-orang yang ingkar kepadanya.”

Sekalipun kitab Taurat yang ada sekarang telah banyak dinodai oleh tangan manusia, masih banyak terdapat ayat-ayat yang mengisyaratkan kedatangan Nabi Muhammad saw sebagai nabi dan rasul terakhir yang paling sempurna.

Hal ini dapat dibaca dalam kitab Kejadian 13: 2, 3 ; 15; 16: 10, 12 dan masih banyak lagi. Dalam kitab Kejadian 21: 13, diterangkan kedatangan nabi yang paling besar dari keturunan Nabi Ismail, “Maka anak sahayamu itu pun akan aku jadikan suatu bangsa karena ia pun dari benihmu.”

Demikian juga dalam Kejadian 21: 13, “Bangunlah engkau, angkatlah budak itu, sokonglah dia karena aku hendak menjadikan dia suatu bangsa yang besar.”

Juga dalam kitab Kejadian 17: 20, “Maka akan hal Ismail itu pun telah kululuskan permintaanmu: bahwa sesungguhnya Aku telah memberkati akan dia dan membiarkan dia dan memperbanyak dia amat sangat dan dua belas orang raja akan berpencar daripadanya dan Aku akan menjadikan dia satu bangsa yang besar.”

Sudah tentu yang dimaksud ayat-ayat Taurat di atas adalah Nabi Muhammad. Nabi Musa dalam kitab Ulangan 18: 17-22 juga telah menyatakan kedatangan Nabi Muhammad saw:

Maka pada masa itu berfirmanlah Tuhan kepadaku (Musa). Benarlah kata mereka itu (Bani Israil). Bahwa Aku (Allah) akan menjadikan bagi mereka itu seorang Nabi dari antara segala saudaranya (yaitu dari Bani Ismail) yang seperti engkau (hai Musa), dan aku akan memberi segala firman-Ku dalam mulutnya dan dia akan mengatakan kepadanya segala yang Kusuruh akan dia.

Bahwa sesungguhnya barang siapa yang tiada mau mendengar akan segala firman-Ku yang akan dikatakan olehnya dengan nama-Ku, niscaya Aku menurut orang itu kelak.


Baca Juga: Kisah Bani Israil Pasca Kehancuran Firaun dan Bala Tentaranya dalam Al-Quran


Tetapi yang melakukan dirinya dengan sombong dan mengatakan firman dengan nama-Ku, yang tiada Kusuruh katakan, atau yang berkata dengan nama dewa-dewa. Nabi itu akan mati dibunuh hukumnya.

Maka jikalau kamu kira berkata dalam hatimu demikian: Dengan apakah boleh kami ketahui akan perkataan itu bukannya firman Tuhan adanya.

Bahwa jikalau Nabi itu berkata demi nama Tuhan lalu orang dikatakannya tiada jadi atau tiada datang, yaitulah perkataan yang bukan firman Tuhan adanya, maka Nabi itu pun telah berkata dengan sombongnya, janganlah kamu takut akan dia.

Dalam ayat-ayat Taurat yang enam di atas terdapat beberapa isyarat yang dapat dijadikan dalil untuk menyatakan nubuwat tentang Nabi Muhammad.

Dari perkataan “seorang nabi dari antara segala saudaranya” menunjukkan bahwa orang yang dinubuwatkan oleh Tuhan itu akan datang dari saudara-saudara Bani Israil, bukan dari Bani Israil sendiri.

Adapun saudara-saudara Bani Israil itu ialah Bani Ismail (bangsa Arab) sebab Ismail adalah saudara tua dari Ishak, bapak dari Israil (Yakub). Dan Nabi Muhammad saw jelas berasal dari keturunan Ismail.

Kemudian kalimat “Yang seperti engkau” memberi pengertian bahwa nabi yang akan datang itu haruslah yang seperti Nabi Musa, maksudnya, nabi yang membawa agama baru seperti Musa. Seperti diketahui, Nabi Muhammad itulah yang membawa syariat baru (agama Islam) yang juga berlaku untuk Bani Israil.

Lalu diterangkan lagi bahwa Nabi itu tidak sombong dan tidak akan mati dibunuh. Muhammad saw, seperti dimaklumi, bukanlah orang yang sombong, baik sebelum menjadi nabi maupun setelah menjadi nabi.

Sebelum menjadi nabi beliau sudah disenangi masyarakatnya terbukti dengan gelar  al-Amin artinya “orang terpercaya”. Kalau beliau sombong, tentulah beliau tidak akan diberi gelar yang amat terpuji itu. Sesudah menjadi nabi, beliau justru lebih ramah.

Umat Nasrani mengakui nubuwat itu kepada Nabi Isa di samping mereka mengakui pula bahwa Isa mati terbunuh. Hal ini jelas bertentangan dengan ayat nubuwat itu sendiri, sebab nabi yang dimaksud itu haruslah tidak mati terbunuh (tersalib atau sebab lain).

Itulah penegasan-penegasan yang diberikan para nabi sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw. Semuanya diketahui oleh orang-orang kafir Mekah yang mengingkari kenabian Muhammad saw.

Ayat 13

Ayat ini menerangkan keadaan orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah, yaitu orang-orang yang mengakui dan mengatakan, “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian ia istikamah, yakni tetap dalam pengakuan itu, tidak dicampuri sedikit pun dengan perbuatan-perbuatan syirik.

Orang tersebut konsisten mengikuti garis yang telah ditentukan agama, mengikuti perintah Allah dengan sebenar-benarnya, dan menjauhi larangan-Nya. Maka orang yang semacam itu tidak ada suatu kekhawatiran dalam diri mereka di hari Kiamat, karena Allah menjamin keselamatan mereka.

Mereka tidak perlu bersedih terhadap apa yang mereka tinggalkan di dunia setelah wafat, begitu juga terhadap sesuatu yang luput dan hilang dari mereka selama hidup di dunia itu serta tidak ada penyesalan sedikit pun pada diri mereka.

Ayat 14

Pada ayat ini, Allah menegaskan bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah kemudian istikamah dalam keimanannya dengan melaksanakan ibadah dan perintah-perintah Allah, tetap bertawakal, dan menghindari larangan-larangan-Nya, akan memperoleh kebahagiaan abadi di akhirat, yaitu menjadi penghuni surga dan kekal di dalamnya. Bagi mereka disediakan berbagai kenikmatan di surga, sebagai balasan atas amal saleh mereka di dunia.

Sikap istikamah setelah beriman dan melaksanakan ibadah kepada Allah merupakan hal yang penting dan sangat terpuji, sebagaimana hadis Nabi saw yang memerintahkan kepada kita semua:

قُلْ اٰمَنْتُ بِاللهِ فَاسْتَقِمْ. (رواه مسلم عن سفيان بن عبد الله الثقفي)

Katakanlah, “Aku beriman kepada Allah,” lalu beristikamahlah. (Riwayat Muslim dari Sufyan bin ‘Abdullah ats-Tsaqafi)

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Ahqaf 15 (1)


Exit mobile version