Pernahkah anda mendengar bacaan Al Quran yang cepat atau terlalu panjang, lalu anda menganggapnya salah? Tunggu dulu. Ternyata, ada tiga cara yang bisa digunakan untuk membaca Al Quran.
Menurut Syeikh ‘Alawi al-Maliki dalam Qawaidul Asasiyyah fi Ulumil Quran, terdapat 3 tata cara baca Al Quran. Yakni tahqiq, hadr, dan tadwir. Berikut ini penjelasannya.
Tahqiq
Seperti namanya, cara membaca ini menekankan pelafalan ayat dengan jelas. Disiplin dalam panjang pendeknya huruf, kejelasan pengucapan hamzah, tashdid, dan makharijul huruf (tempat keluarnya huruf).
Selain itu, cara baca tahqiq juga menekankan kejelasan artikulasi huruf, sehingga tiap huruf terucap dengan jelas. Tempat dan cara waqaf pun juga sangat diperhatikan, baik waqaf di akhir atau tengah ayat, saktah, dan lain sebagainya.
Dalam Qawaidul Asasiyah fi Ulumil Quran, cara baca tahqiq ini diilustrasikan dengan mengucapkan tiap huruf dengan tanpa tawallud (memunculkan huruf dari harakat). Serta tanpa mengharakati huruf mati, dan berlebihan dalam bacaan ghunnah.
Cara baca yang disiplin makharijul huruf dan seperangkat ilmu tajwid ini dianjurkan untuk pemula. Misalnya, anak-anak atau orang yang baru belajar membaca Al Quran. Hal ini karena cara baca tahqiq lebih efektif untuk melatih lisan terbiasa membaca Al Quran dengan tajwid dan tartil yang sempurna.
Penerapan cara baca tahqiq bisa kita temukan pada metode Qira’ati. Metode baca Al Quran yang sangat menekankan kedisiplinan dalam membaca Al Quran.
Sementara itu, karena cara baca ini merupakan cara baca yang disiplin dan tegas, maka praktiknya juga lebih lama dibanding saat kita membaca Al Quran dengan dua cara yang lain.
Hadr
Hadr merupakan cara melamtumkan Al Quran dengan cepat. Cara ini tidak terlalu tegas dalam memraktikkan mad dan waqaf . bacaan mad yang dipilih ialah yang paling singkat. Misalnya, dalam mad ja’iz munfasil, panjang madnya hanya sebatas 2 harakat. Tidak 6 harakat sebagaimana saat memraktikkannya dengan tahqiq.
Meskipun begitu, cara baca hadr tetap memperharikan harakat dan memantapkan lafadz. Sehingga, dapat dibilang masih memenuhi rambu bahasa Arab.
Cara baca ini biasa dipraktikkan dalam momen khataman atau tadarusan. Karena mengharuskan mengkhatamkan Al Quran dengan batas waktu yang singkat.
Meskipun tidak ada larangan tegas, kita tidak boleh memraktikkan cara ini jika tidak bisa memenuhi makhraj dan panjang pendek huruf. Karena jika tidak, maka dinilai ceroboh dalam membaca Al Quran dan tak lagi mendapatkan pahala ibadah dengan membacanya.
Tadwir
Cara baca ini berada di tengah tahqiq dan hadr. Jadi, tidak terlalu disiplin dan terlalu cepat. Maksud menjadi penengah antara lain cara baca ini tidak begitu memanjangkan mad dengan batas maksimal. Tidak pula dengan panjang minimal. Misalnya, memilih membaca 3 harakat pada mad yang panjangnya 6 harakat.
Cara baca demikian ini yang membuat para ulama qurra’ gemar memraktikkannya. Bahkan, mereka lebih merekomendasikan tadwir untuk dijadikan pegangan saat membaca Al Quran.
Terlepas dari tiga cara itu, sebenarnya yang paling penting ialah membaca Al Quran dengan tartil, dan sesuai dengan ilmu tajwid. Hal ini berdasar pada firman Allah dalam QS. Al-Muzammil ayat 4:
ورتل القرآن ترتيلا
“Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan”
Menurut mayoritas mufassir, tartilan di situ diartikan dengan tidak tergesa dalam membaca Al Quran. Memenuhi hak-hak huruf sesuai makhraj dan harakatnya, serta menerap kan ilmu tajwid.
Dan, untuk memraktikkannya dengan sempurna perlu adanya konsistensi dalam membaca. Misalnya, saat memilih membaca mad ja’iz munfasil dengan 2 harakat, maka seterusnya harus begitu. Sehingga, ketika sudah bisa menjaga konsistensi, kandungan maknanya semakin mudah kita pahami.
Dengan demikian, mau pakai cara 1, 2, atau 3, asal kita bisa menjaga tajwid dengan konsisten semuanya boleh saja kita pakai. Wallahu a’lam[]