BerandaTafsir Tematik3 Kriteria Keberuntungan Seseorang dalam Surat Al-Ashr Ayat 1-3

3 Kriteria Keberuntungan Seseorang dalam Surat Al-Ashr Ayat 1-3

Waktu adalah sesuatu yang paling mahal di dunia ini. Tidak ada seorang pun yang dapat menghentikan waktu. Ketika ia terlewat, maka selamanya tidak akan kembali. Artikel ini akan menguraikan pentingnya waktu dalam al-Quran khususnya dalam surat Al-Ashr ayat 1-3. Allah Swt berfirman:

وَالْعَصْرِ () إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ () إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam ‎kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal ‎saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat ‎menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Surat Al-Ashr Ayat 1-3)‎

Jika menilik keterangan dari surat al-Ashr ayat 1-3 di atas, kita dapat ‎mengambil sebuah kesimpulan besar, yaitu hanya ada dua kelompok manusia ‎di dunia ini dan di akhirat kelak. Kelompok pertama adalah gologan orang-‎orang yang merugi, menyesal, kecewa, sengsara, kalah, atau menjadi ‎pecundang. Inilah yang kemudian disebut sebagai golongan kiri (ashhabu ‎asy-syimal). Kelompok kedua adalah golongan orang-orang yang beruntung, ‎bahagia, senang atau menjadi pemenang. Inilah yang kemudian disebut ‎sebagai golongan kanan (ashhabu al-yamin).‎

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Hasyr Ayat 18:  Intropeksi Diri, Manajemen Waktu, dan Tabungan Kebaikan

Layaknya dalam sebuah kompetisi yang selalu saja menghadirkan ‎sosok pecundang (the loser) dan pemenang (the winner), dalam kehidupan ‎ini pun demikian adanya. Akan selalu hadir di muka bumi ini sosok antagonis, ‎orang-orang jahat, para pendosa yang mengisi kehidupannya dengan segala ‎bentuk perangai buruk; kekufuran, kesombongan, keserakahan, kedengkian, ‎dan berbagai sifat buruk lainnya.

Namun demikian, hadir pula di muka bumi ini ‎sosok protagonis, orang-orang baik, para bijak bestari yang mewarnai ‎kehidupannya dengan beragam perilaku positif; keimanan, kerendahhatian, ‎kesabaran, kesantunan, kemurah-hatian, serta pelbagi perilaku positif lainnya.‎

Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menegaskan hal itu. Dalam surah ‎al-Balad ayat 10, misalnya, ditegaskan bahwa Allah Swt. telah menunjukkan ‎dua jalan, “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan ‎kejahatan)”. Begitu juga dalam surah asy-Syams ayat 8, Allah Swt. ‎mengilhamkan jalan kejahatan dan ketakwaan, “maka Dia mengilhamkan ‎kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya”.‎

Pilihan ada pada kita. Akankah memilih jalan para pecundang, pendosa ‎dan pelaku kejahatan. Ataukah memilih jalan para pemenang dan pelaku ‎kebajikan. Atau dalam istilah al-Qur’an diungkapkan dengan kalimat, ‎‎“barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa ‎menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.”‎

Lebih lanjut, surat al-Ashr ayat 1-3 di atas menegaskan bahwa ‎sesungguhnya manusia (pada umumnya) dalam kerugian, menjadi orang-‎orang kalah, pecundang. Hanya orang-orang yang memenuhi kriteria tertentu ‎yang akan mendapat keuntungan, kebahagiaan.‎

Adapun beberapa kriteria yang akan mengantarkan seseorang pada ‎keberuntungan dan kebahagiaan adalah:‎

Pertama, iman. Ya, keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya yang ‎tertanam kuat di dalam hati, menjadikan seseorang yakin bahwa di atas ‎segalanya, ada Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia yakin betul ‎bahwa Allah akan senantiasa mengawasi segala gerak dan tingkah lakunya. ‎Konsekuensi dari keyakinan ini adalah, dia akan selalu berhati-hati dalam ‎menjalani kehidupan ini. ‎

Adapun iman kepada Rasulullah Saw menjadikan seseorang yakin ‎bahwa ada contoh sosok manusia teladan yang akan terus membimbingnya ‎dalam bertauhid, beribadah, bermuamalah dan berakhlak. Dia akan siap ‎menjalani hidup yang penuh dengan ujian, tantangan serta godaan, karena ‎ada panduan langsung dari Sang penerima wahyu. ‎

Kedua, amal shalih. Bukti dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya ‎adalah tindakan nyata berupa perbuatan baik atau dalam istilah al-Quran ‎disebut dengan amal shalih. ‎

Jika kita cermati, hampir setiap ayat yang menyebut kata aamanuu ‎‎(iman) selalu disertai dengan ‘amilu as-shaalihaat (amal shahlih). Ini ‎menunjukkan bahwa iman hanya akan bermakna ketika diiringi dengan amal ‎shalih. Keimanan tanpa bukti nyata berupa amal shalih hanyalah sebuah ‎kedustaan belaka. Sebaliknya, amal shalih tanpa iman sia-sia belaka.‎

Baca Juga: Nasihat-Nasihat Luqman al-Hakim Kepada Anaknya dalam Al Quran

Ketiga, saling menasihati untuk kebenaran. Islam mengajarkan ‎umatnya untuk meniti jalan kebenaran (sabil al-haqq) yang penuh dengan ‎petunjuk (hudan) dan bermuara pada jalan yang lurus (shirath al-mustaqim). ‎Inilah jalan yang dilimpahi nikmat serta keberkahan, bukan jalan kesesatan ‎dan kesengsaraan.‎

Keempat, saling menasihati untuk kesabaran. Rasulullah Saw pernah ‎menegaskan bahwa kesabaran adalah separuh keimanan. Pernyataan ini ‎menunjukkan bahwa betapa tingginya nilai kesabaran dalam ajaran Islam. ‎Bahkan dalam beberapa ayat dijelaskan bahwa Allah bersama orang-orang ‎yang sabar.

Dengan demikian tepatlah apa yang disebut dalam Surat al-Ashr ayat 1-3 di ‎atas, bahwa di antara ciri keberuntungan seseorang adalah saling menasehati ‎untuk kesabaran. ‎Wallahu A’lam.

Didi Junaedi
Didi Junaedi
Dosen Ilmu Al-Quran dan Tafsir IAIN Syekh Nurjati Cirebon
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah at-Taubah ayat 122_menuntut ilmu sebagai bentuk cinta tanah air

Surah at-Taubah Ayat 122: Menuntut Ilmu sebagai Bentuk Cinta Tanah Air

0
Surah at-Taubah ayat 122 mengandung informasi tentang pembagian tugas orang-orang yang beriman. Tidak semua dari mereka harus pergi berperang; ada pula sebagian dari mereka...