BerandaUlumul QuranUlumul Quran: Asal Usul dan Sinonimitas Kata Alquran

Ulumul Quran: Asal Usul dan Sinonimitas Kata Alquran

Tafsiralquran.id – Asal usul dan sinonimitas Alquran sebagaimana yang dijelaskan secara detail dalam Rekonstruksi Sejarah al-Quran karangan Taufik Adnan Kamal bahwa kitab suci yang dijadikan pedoman oleh umat Islam, berisi kumpulan firman Allah swt., serta diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw, secara populer dikenal dengan nama Alquran.

Mayoritas dalam pandangan ulama, kata al-Qur’an itu berasal dari kata kerja qara’a. Jika demikian, kata al-Qur’an memiliki arti bacaan atau yang dibaca. Namun, ada sebagian kecil (minoritas) dari ulama yang memberikan pendapat bahwa aksara kufi yang awal, teks al-Qur’an ditulis dengan tidak menggunakan hamzah, yaitu al-Quraan.

Maka, golongan minoritas tersebut menyatakan bahwa kata al-Qur’an itu berasal dari kata qarana. Dengan begitu, arti dari kata al-Quraan adalah kumpulan atau gabungan. Akan tetapi, pendapat ini harus mendapat kritikan. Bahwa dengan menghilangkan huruf hamzah, justru akan menghilangkan karakteristik dialek Makkah atau Hijazi.

Kajian tentang Alquran tidak hanya diminati oleh bagian Timur saja. Para sarjana Barat, muslim maupun non-muslim, juga menaruh perhatian pada al-Qur’an. Terlepas dengan tujuan untuk mengembangkan atau yang lainnya, yang jelas kajian tentang al-Qur’an tumbuh di sana. 

Berkaitan dengan pembahasan di atas, segolongan dari sarjana Barat mengikuti pendapat dari Friedrich Schwally. Menurut Schwally, kata qur’aan berasal dari bahasa Syiria atau Ibrani, yakni qeryãnã, qiryãnî, yaitu lectio yang berarti bacaan atau yang dibaca. Dan, memang itu digunakan dalam liturgi Kristen.

Diadobsinya bahasa di luar bahasa Arab atau bahasa semit lainnya, sangat dimungkinkan terjadi. Karena, orang-orang Arab juga kerap kali melakukan interaksi dengan dunia luar. Sehingga, kata-kata yang non-Arab kemudian diarabkan. Sekalipun demikian, kata qur’aan memang berasal dari penggunaan al-Quraan itu sendiri, yakni dengan akar kata qara’a.

Sebagaimana dalam al-Quraan, kata qara’a muncul sebanyak 17 kali dengan berbagai bentuk konjugasinya. Kata tersebut di antaranya merujuk pada teks ayat yang membahas tentang pembacaan wahyu oleh Nabi Muhammad saw, atau pun Allah swt yang membacakannya kepada Nabi Muhammad saw, dan lain sebagainya.

Kata qara’a yang berarti membaca itu, juga berkaitan dengan kata kitaab. Sebagaimana ketika Nabi Muhammad saw. ditantang oleh orang-orang kafir untuk menurunkan dari langit sebuah “kitab” yang dapat mereka “baca” sebagai bukti kerasulannya (surat al-Isra’ ayat 93). Jadi, dalam konteks apapun, kata kerja qara’a digunakan al-Quraan dalam pengertian membaca, baik dikaitkan dengan qur’aan ataupun kitaab.

Sedangkan, kata qur’aan dengan menggunakan al­ atau tidak, muncul sekitar 70 kali, dengan pengertian yang beragam. Di antaranya, merujuk pada pembahasan wahyu yang secara satu per satu turun kepada Nabi Muhammad Saw. Dan, kata al-qur’aan yang maknanya paling dekat adalah sebagai kitab suci. Yakni, ketika kata tersebut beriringan dengan kitab suci lainnya, Injil dan Taurat.

Selain itu, tidak hanya menggunakan kata al-qur’aan, terkadang juga menggunakan kata al-kitaab, yang muncul sebanyak 255 kali dalam bentuk tunggalnya, serta 6 kali dalam bentuk jamak. Dan, sebagian besar kata al-kitaab tersebut berhubungan dengan wahyu Allah kepada para Nabi-Nya.

Di samping kata al-kitaab, juga digunakan istilah suurah dan aayah. Kata suurah muncul muncul sebanyak 9 kali dalam bentuk tunggal, dan sekali dalam bentuk jamak. Kata tersebut merujuk pada suatu unit wahyu yang diturunkan oleh Allah, bukan “suurat” yang dalam pengertian bagian atau bab dalam al-Qur’aan. Sebagaimana saat Nabi Muhammad saw. menantang musuh-musuhnya untuk membuat semisal suurah, atau sepuluh (surat al-Baqarah ayat 23 dan Hud ayat 13).

Kemudian, kata aayah. Kata ini muncul sebanyak 400 kali dalam al-Qur’aan dalam bentuk tunggal maupun jamak. Dalam kaitannya dengan hal ini, terbagi dalam 4 konteks.

Pertama, kata aayah yang merujuk pada fenomena alam, termasuk manusia di dalamnya, yang terkadang dimaknai dengan tanda-tanda kekuasaan Allah swt. Kedua, kata aayah ada dalam konteks peristiwa atau sesuatu yang luar biasa yakni mukjizat. Ketiga, kata aayah merujuk pada tanda-tanda yang dibacakan oleh rasul-rasul yang diutus oleh Allah swt, seperti halnya kisah-kisah umat terdahulu. Dan, yang terakhir yaitu kata aayah disebut sebagai bagian dari al-qur’aan atau kitaab atau suurah yang dturunkan oleh Allah.

Selain pada istilah suurah dan aayah, juga merujuk pada istilah dzakara, tanziil, furqaan, serta hikmah. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan istilah-istilah tersebut sebagai alternatif dari penyebutan al-qur’aan, pada intinya semuanya kembali kepada gagasan tentang asal-usul ilahiah-nya, bahwa ia bersumber dari Allah, Tuhan semesta alam. []

Miatul Qudsia
Miatul Qudsia
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, pegiat literasi di CRIS (Center for Research and Islamic Studies) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...