Pada artikel sebelumnya telah dijelaskan bagian al-Ushul dalam Kitab al-Sab’ah karya Ibnu Mujahid, maka kali ini kita akan membahas bagian kedua, yaitu Farsy al-Huruf, aplikasi daripada kaidah-kaidah qiraat dalam Al-Quran
Farsy Al-Huruf
Farsy al-huruf merupakan aplikasi dari kaidah-kaidah qiraat dalam bacaan Al-Quran. Pada bagian ini Ibnu Mujahid hanya mencantumkan ayat-ayat Al-Quran yang di dalamnya terdapat perbedaan qiraat. Dalam artian, perbedaan itu hanya terbatas pada imam qiraat sab’ah dan para perawinya masing-masing. Jadi dalam satu surat tidak semuanya terdapat perbedaan qiraat, hanya ada beberapa saja.
Menyikapi hal itu, Ibnu Mujahid hanya mengomentarinya dengan ‘ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﺧﻼف. Adapun surat-surat tersebut ialah Surat al-Jumu’ah, al-Insyirah, al-Tin, al-‘Adiyat, al-Fil, al-Ma’un, al-Kautsar, dan al-Nashr. Terkhusus untuk Surat al-‘Adiyat, Ibnu Mujahid tidak mencantumkan ayatnya meskipun dalam pembukaan kitabnya sudah disinggung adanya sedikit perbedaan qiraat, yaitu وَالْعٰدِيٰتِ ضَبْحًاۙ dan فَالْمُغِيْرٰتِ صُبْحًاۙ yang menurut qiraat Abu’Amr dibaca dengan meng-idgham-kan ta’ kepada huruf dhadh dan shad.
Selain itu, Ibnu Mujahid dalam menjelaskan bagian farsy al-huruf ini, ia meriwayatkan qiraat setiap imam tujuh tersebut dengan sanad yang beranekaragam. Misalnya, ia menggunakan manhaj di mana ia menyepakati riwayat dan thuruq pada suatu qiraat Al-Quran, dan ia cukup menjustifikasinya dengan imam qiraat yang bersangkutan, sepertiﻗﺮأ اﺑﻦ ﻛﺜﲑ atau ﻗﺮأ ﻋﺎﺻﻢ .
Namun, apabila terdapat perbedaan pada riwayat dan thuruq-nya, maka Ibnu Mujahid akan menjelaskannya dengan detail. Fakta ini mengindikasikan bahwa ia sangat expert dalam hal ilmu qiraat, termasuk riwayat dan thuruq-nya. Lebih dari itu, ia juga senantiasa mentahqiq dan merujuk kepada riwayat, menjelaskan qiraat yang berbeda dengan mushaf utsmani, dan mengemukakan qiraat yang sahih jika ditemui kesalahan.
Baca juga: Qiraat Al-Quran (2) : Sejarah dan Perkembangan Qiraat di Era Sahabat
Beberapa Aplikasi Qiraat
Berikut akan disampaikan beberapa contoh atau aplikasi qiraat manhaj Ibnu Mujahid dalam mengemukakan para imam tujuh (qiraat sab’ah).
- S. Al-Kahfi [18]: 76, ۚ قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَّدُنِّيْ عُذْرًا , Ibnu Katsir, Abu ‘Amr, Ibn ‘Amir, Hamzah, dan al-Kisa’i membaca لَّدُنِّيْ dengan sukun huruf dal. Sedangkan Abu Ubaid dari al-Kisa’i, dari Abu Bakar, dari ‘Ashim dalam kitab al-Qiraat membacanya dengan لَّدُنِّيْ dengan men-dhammah-kan lam dan men-sukun-kan dal. Ini suatu kesalahan. Sebab dalam kitab al-Ma’ani dari al-Kisa’i, dari Abu Bakar, dari ‘Ashim bahwasannya ia membaca ladunni dengan mem-fathah-kan lam dan men-sukun-kan dal. Adapun Imam Hafsh dari Imam ‘Ashim membacanya dengan ladunni sama dengan Abu ‘Amr, Hamzah dan lainnya.
- S. Al-Ikhlas [112]: وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ ࣖ, Imam Ibnu Katsir, Ibn Amir, al-Kisa’i dan Abu ‘Amr riwayat al-Yazidi dan Abd al-Warits membaca kufuwan dengan dhammah fa dan hamzah. Imam ‘Abbas bin Fadhal dan al-Qathi dari Mahbub meriwayatkan bacaan kufuwan dengan sukun fa’ dan hamzah. Imam Hamzah pun demikian.
Sedangkan Imam Nafi’ terdapat perbedaan, menurut riwayat Ibn Jammaz, Khalaf dari al-Musayyib, Ahmad bin Shalih dari Warsy, Abu Amarah dari Ya’qub, Abu Ubaid dari Ismail, dan Kharijah dari Nafi’ membaca kufuwun dengan dhammah fa’ dan hamzah. Adapun riwayat al—Kisa’i dan Sulaiman al-Hasyimi, dari Ismail, dari Imam Nafi’ membaca kufuww dengan sukun fa’ dan hamzah.
Ada juga riwayat lain yang sama bacaannya, yakni dari Ismail bin Ishaq dari Qalun, Abu Bakar bin Uways, Muhammad bin Ishaq dari bapaknya dari Imam Nafi’, Abu ‘Ammarah dari Ishaq dari Imam Nafi’, dan riwayat Abu ‘Amr dari Ismail. Tidak berbeda jauh jauh dengan di atas, riwayat al-Marwazi dari Ibn Sa’dan dari Ishaq dari Imam Nafi’ membaca kufuwun dengan dhammah fa’ dan tanpa hamzah. Pada qiraat ‘Ashim sendiri juga terdapat perbedaan bacaan. Riwayat Abu Bakar membaca kufuwun dengan dhammah fa’ dan hamzah, dan dalam riwayat Hafs membaca kufuwun dengan dhammah fa’ dan tanpa hamzah.
Baca juga: Makki Al-Qaisi, Imam Qiraat yang Terlupakan dan Keragaman Bacaan yang Dihadirkannya
Pasca Kitab al-Sab’ah fi al-Qiraat
Pasca kemunculan kitab al-Sab’ah, minat masyarakat dalam mempelajari serta mendalami ilmu qiraat semakin meningkat. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya respon dari para ulama baik sezaman ataupun sesudahnya dengan keikutsertaannya dalam melestarikan ilmu qiraat melalui beberapa karya, sebagai berikut.
- Al-Ghayah fi al-Qiraat al-‘Asyrah karangan Abu Bakar Ahmad bin Husein bin Mahran (w. 381 H).
- Al-Taisir karangan Abu ‘Amr al-Dani, ulama Andalus (w. 444 H). Kitab tersebut menjadi acuan Imam al-Syathibi (w. 590 H) dalam mengarang kitabnya yang berjudul al-Hirz al-Amani wa Wajhu al-Tahani atau yang populer dikenal dengan nama Nazam Syathibiyah.
- Al-Iqna’ karya Abu Ja’far bin Badzisy (w. 540 H). Kitab tersebut berisi kaidah bacaan imam qiraat.
Kitab di atas menjadi bukti bahwa para ulama ikut serta dalam melestarikan perkembangan ilmu qiraat. Ibnu Mujahid berhasil menjadi pionir dalam menginventarisir dan mencetuskan konsep qiraat sab’ah dalam sebuah karyanya, al-Sab’ah fi al-Qiraah. Dengan demikian, beliau telah melakukan bid’ah hasanah yang hingga sampai saat ini kita sebagai kaum muslimin di Indonesia masih dapat mempelajari ilmu qiraat. Wallahu A’lam.