BerandaTafsir TematikMimpi dalam al-Quran: Perbedaan Makna Kata al-Hulm dan al-Ru’ya

Mimpi dalam al-Quran: Perbedaan Makna Kata al-Hulm dan al-Ru’ya

Dalam kebanyakan kamus, kata al-hulm dimaknai dengan kata al-ru’ya. Hal ini mengindikasikan seolah-olah kedua kata ini bermakna sama. Kata al-hulm sendiri sebenarnya memiliki beberapa makna, diantaranya mimpi (Q.S. Yusuf: 44), pikiran (Q.S. al-Thur: 32),baligh (Q.S. al-Nur: 58; 59), dan lembut (al-Isra: 44 dan terulang sebanyak 15 kali dalam al-Qur’an).

Maka untuk menempatkan makna yang tepat tentunya harus diketahui terlebih dahulu bagaimana konteks pembicaraannya (siyaqul kalam). Dalam al-Qur’an—berdasar penelusuran di atas—kata al-hulm yang bermakna mimpi di temukan tiga kali dan ketiganya berupa bentuk jama’ (ahlam) yang menunjukkan ketidakpaduan atau ketidakjelasan, yang tidak bisa dibedakan antara satu mimpi dengan mimpi lainnya atau layaknya mimpi kosong (bunga tidur) semata, ayat-ayat tersebut yakni Q.S. Yusuf [12]: 44 (disebut 2 kali):

قَالُوْٓا اَضْغَاثُ اَحْلَامٍ ۚوَمَا نَحْنُ بِتَأْوِيْلِ الْاَحْلَامِ بِعٰلِمِيْنَ

Mereka menjawab, “(Itu) mimpi-mimpi yang kosong dan kami tidak mampu menakwilkan mimpi itu.”

Q.S. al-Anbiya’ [21]: 5:

بَلْ قَالُوْٓا اَضْغَاثُ اَحْلَامٍۢ بَلِ افْتَرٰىهُ بَلْ هُوَ شَاعِرٌۚ فَلْيَأْتِنَا بِاٰيَةٍ كَمَآ اُرْسِلَ الْاَوَّلُوْنَ

Bahkan mereka mengatakan, “(Al-Qur’an itu buah) mimpi-mimpi yang kacau, atau hasil rekayasanya (Muhammad), atau bahkan dia hanya seorang penyair, cobalah dia datangkan kepada kita suatu tanda (bukti), seperti halnya rasul-rasul yang diutus terdahulu.”

Adapun kata al-ru’ya terulang tujuh kali dalam al-Qur’an di mana seluruhnya memiliki makna al-ru’yah al-shadiqoh “mimpi yang berupa wahyu atau ilham” (misalnya Q.S. al-Isra’: 60).

وَاِذْ قُلْنَا لَكَ اِنَّ رَبَّكَ اَحَاطَ بِالنَّاسِۗ وَمَا جَعَلْنَا الرُّءْيَا الَّتِيْٓ اَرَيْنٰكَ اِلَّا فِتْنَةً لِّلنَّاسِ وَالشَّجَرَةَ الْمَلْعُوْنَةَ فِى الْقُرْاٰنِ ۗ وَنُخَوِّفُهُمْۙ فَمَا يَزِيْدُهُمْ اِلَّا طُغْيَانًا كَبِيْرًا ࣖ

Dan (ingatlah) ketika Kami wahyukan kepadamu, “Sungguh, (ilmu) Tuhanmu meliputi seluruh manusia.” Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon yang terkutuk (zaqqum) dalam Al-Qur’an. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.

Ketujuh pengulangan itu juga di dalam al-Qur’an, secara keseluruhan berbentuk mufrod (singular, tidak plural) di mana mimpi itu menggambarkan suatu hal yang berbeda (dari bunga tidur pada umumnya), terlihat dan terasa sangat jelas dan jernih.

Dari ketujuh mimpi itu, lima mimpi digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan mimpi yang dialami oleh para Nabi sebagai wahyu yakni Q.S. al-Shaffat [37]: 104-105 (kebenaran mimpi Nabi Ibrahim yang menyembelih anaknya):

وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ ۙ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ

Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Q.S. Yusuf [12]: 5 & 100 (Nabi Yusuf)

قَالَ يٰبُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُءْيَاكَ عَلٰٓى اِخْوَتِكَ فَيَكِيْدُوْا لَكَ كَيْدًا ۗاِنَّ الشَّيْطٰنَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Dia (ayahnya) berkata, “Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu. Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.”

وَرَفَعَ اَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوْا لَهٗ سُجَّدًاۚ وَقَالَ يٰٓاَبَتِ هٰذَا تَأْوِيْلُ رُءْيَايَ مِنْ قَبْلُ ۖقَدْ جَعَلَهَا رَبِّيْ حَقًّاۗ وَقَدْ اَحْسَنَ بِيْٓ اِذْ اَخْرَجَنِيْ مِنَ السِّجْنِ وَجَاۤءَ بِكُمْ مِّنَ الْبَدْوِ مِنْۢ بَعْدِ اَنْ نَّزَغَ الشَّيْطٰنُ بَيْنِيْ وَبَيْنَ اِخْوَتِيْۗ اِنَّ رَبِّيْ لَطِيْفٌ لِّمَا يَشَاۤءُ ۗاِنَّهٗ هُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ

Dan dia menaikkan kedua orang tuanya ke atas singgasana. Dan mereka (semua) tunduk bersujud kepadanya (Yusuf). Dan dia (Yusuf) berkata, “Wahai ayahku! Inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya kenyataan. Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun, setelah setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku. Sungguh, Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana

Mimpi Nabi Yusuf ini termaktub dalam Q.S. Yusuf [12]: 4 dan ayat ke-100 merupakan takwilnya:

اِذْ قَالَ يُوْسُفُ لِاَبِيْهِ يٰٓاَبَتِ اِنِّيْ رَاَيْتُ اَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَاَيْتُهُمْ لِيْ سٰجِدِيْنَ

(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.”

Q.S. al-Isra: 60; Q.S. al-Fath: 27 (Mimpi Nabi Muhammad).

وَاِذْ قُلْنَا لَكَ اِنَّ رَبَّكَ اَحَاطَ بِالنَّاسِۗ وَمَا جَعَلْنَا الرُّءْيَا الَّتِيْٓ اَرَيْنٰكَ اِلَّا فِتْنَةً لِّلنَّاسِ وَالشَّجَرَةَ الْمَلْعُوْنَةَ فِى الْقُرْاٰنِ ۗ وَنُخَوِّفُهُمْۙ فَمَا يَزِيْدُهُمْ اِلَّا طُغْيَانًا كَبِيْرًا ࣖ

Dan (ingatlah) ketika Kami wahyukan kepadamu, “Sungguh, (ilmu) Tuhanmu meliputi seluruh manusia.” Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon yang terkutuk (zaqqum) dalam Al-Qur’an. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.

Q.S. al-Fath [48]: 27:

لَقَدْ صَدَقَ اللّٰهُ رَسُوْلَهُ الرُّءْيَا بِالْحَقِّ ۚ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ اٰمِنِيْنَۙ مُحَلِّقِيْنَ رُءُوْسَكُمْ وَمُقَصِّرِيْنَۙ لَا تَخَافُوْنَ ۗفَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوْا فَجَعَلَ مِنْ دُوْنِ ذٰلِكَ فَتْحًا قَرِيْبًا

Sungguh, Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, jika Allah menghendaki dalam keadaan aman, dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui dan selain itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat.

Sedangkan dua mimpi lainnya dialami oleh penguasa kerajaan adalah mimpi yang benar dan merupakan ilham. Namun sayangnya saat mimpi itu ditanyakan kepada para penasihat atau pemuka kerajaannya, mereka justru menanggapinya dengan negatif dan mengatakan bahwa itu adalah mimpi yang kosong atau hanya bunga tidur belaka (Q.S. Yusuf [12]: 43) (Bint Syathi, 2008: 215-217).

Jadi bisa disimpulkan bahwa antara kata al-ru’ya dan al-hulm di dalam al-Qur’an, memiliki perbedaan makna yang sangat jelas. Meskipun secara umum kedua kata tersebut memilki arti yang sama yakni mimpi. Namun, dalam al-Qur’an ternyata keduanya memiliki fungsinya masing-masing. Dimana kata al-hulm digunakan secara spesifik untuk menunjukkan makna mimpi yang kadzib(bunga tidur), sedangkan kata al-ru’ya digunakan untuk menunjukkan mimpi yang haqiqi karena terdapat petunjuk Tuhan di dalamnya, baik berupa wahyu (bagi para Nabi) maupun ilham (jika selain Nabi).

Maka jika dirinci dapat diketahui bahwa kata al-hulm dalam al-Qur’an memiliki makna al-ru’yah al-kadzibah atau mimpi yang hanya sekedar bunga tidur. Kata al-hulm juga selalu berbentuk jama’ (plural) dan tidak mufrad sehingga dapat dikatakan bahwa hal tersebut juga melambangkan ketidakjelasan dari mimpi tersebut.

Sedangkan kata al-ru’ya dalam al-Qur’an dimaknai sebagai mimpi yang sifatnya hakikat atau berupa wahyu maupun ilham dari Allah kepada orang-orang yang dipilihnya. Kata al-ru’ya juga ditemukan hanya dalam bentuk mufrad (singular) yang dalam hal ini dapat dikatakan melambangkan kebenaran dan kekhasan mimpi tersebut (sebab spesifik). Wallahu a’lam.

Alif Jabal Kurdi
Alif Jabal Kurdi
Alumni Prodi Ilmu al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Alumni PP LSQ Ar-Rohmah Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...