BerandaTafsir TematikApa Benar Athar As-Sujud itu Bekas Hitam di Jidat?

Apa Benar Athar As-Sujud itu Bekas Hitam di Jidat?

Fenomena jidat hitam beberapa tahun terakhir  menyisakan berbagai problema bagi tanda kesalehan seseorang. Jidat hitam menjadi tren islami untuk mengkategorisasikan diri sendiri atau orang lain sebagai “orang shaleh”. Jidat hitam dianggap-diyakini- sebagai tanda bekas sujud. Akhirnya kesalehan palsu dapat diimitasi dengan mudah, bikin saja jidat hitam – dengan kerok jidat-. Fenomena ini berangkat dari kesalah pahaman terhadap tafsir Surat al-Fath ayat 29.  

مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ مَعَهٗٓ اَشِدَّاۤءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاۤءُ بَيْنَهُمْ تَرٰىهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيْمَاهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِّنْ اَثَرِ السُّجُوْدِ ۗذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ  ۖوَمَثَلُهُمْ فِى الْاِنْجِيْلِۚ  كَزَرْعٍ اَخْرَجَ شَطْـَٔهٗ فَاٰزَرَهٗ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوٰى عَلٰى سُوْقِهٖ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيْظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗوَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنْهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا

Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dia Adalah orang yang keras terhhadap orang kafir , tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allahdan ke-Ridhaan-Nya. Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.” (Qs. 48:29)

Potongan ayat siimaahum fii wujuuhihim min athaari al-Sujuud inilah yang tampak disalah pahami oleh sebagian umat muslim. Dengan begitu, kiranya kita perlu merujuk kembali pada khazanah tafsir ulama kita untuk memaknai kembali bekas sujud yang dikehendaki. Agar tak mudah bagi kita mengimitasi kesalehan.

Berdasarkan riwayat yang berasal dari tafsir at-Thabari, bekas sujud akan tampak di wajah seseorang pada hari kiamat. Wajahnya akan tampak bersinar dan bercahaya. Sahabat Ibnu ‘Abbas mena’wil bekas sujud dengan wajah yang tampak indah dan menyejukkan. At-Thabari memaknai bekas sujud dengan Khusyu’ dan zuhud.

Wahbah Az-Zuhaili dalam At Tafsir Al Munir menjelaskan secara detail bahwa bekas sujud merupakan tanda yang sangat mulia, dia akan tampak dari berbagai sisi. Wajahnya tampak bersinar, indah dan menyejukkan, penuh cahaya dan kekhusyu’an. Makna ini didukung oleh hadis yang diriwayatkan dari Jabir RA, Rasulullah Sallallahu’alaihi Wasallam bersabda “Siapa saja yang memperbanyak shalat di malam hari, maka wajahnya akan tampak indah pada siang hari.”  Sebagian ulama mentafsil makna hasan dalam hadis tersebut adalah cahaya yang menyala di dalam hati, wajah yang tampak bersinar, keluasan rizki, hatinya selalu mencintai rasa kemanusiaan.

Para mufasir klasik hingga kontemporer sepakat bahwa bekas sujud yang dikehendaki bukan berupa jidat yang tampak hitam. At-Thabari sedikit berhumor menyatakan bisa saja tampak kehitaman atau kekuningan karena disebabkan kelelahan. Namun athar yang dikehendaki bukan semacam itu. Athar yang dikehendaki bersifat immaterial, dia dapat terjadi di dunia maupun di Akhirat. Wajahnya tampak bersinar namun tetap khusyu’. Diikuti dengan akhlak yang mulia karena hati yang selalu takwa. Semoga kita bisa meneladani Rasulullah dan Para sahabat, dianugerahkan kenikmatan sujud yang ber-athar pada kesalehan ritual dan sosial kita.

Wallahu A’lam

Shofia elmizan
Shofia elmizan
Alumni UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di CRIS (Center for Research and Islamic Studies) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...