Ketika bulan Ramadhan tiba, umat Islam merasakan berbagai kegembiraan mendalam. Sebab dalam pandangan mereka, Ramadhan adalah bulan ampunan, rahmat, pahala, dan anugerah. Selain itu, mereka biasanya juga menanti-nantikan hari raya Idul Fitri, hari yang menjadi lambang kemenangan terhadap belenggu nafsu. Pada hari itu, terdapat anjuran bertakbir untuk mengagungkan Allah swt.
Secara kebahasaan hari raya Idul Fitri terdiri dari dua kata dalam bahasa Arab, yakni id dan fitri. Kata id berasal dari akar kata aada-yaudu yang artinya kembali, sedangkan fitri bermakna suci atau berbuka puasa (ifthar). Dalam konteks suci, yang dimaksud dari Idul Fitri berarti kembali kepada asal kejadiannya yang suci dan mengikuti petunjuk Islam yang benar.
Hari raya Idul Fitri bukan hanya sekedar hari perayaan pasca berpuasa sebulan penuh, tetapi juga hari penanda dimulainya perjuangan melanjutkan ketaatan. Quraish Shihab menyebut dalam Membumikan Al-Qur’an, seseorang yang beridul fitri berarti dia akan selalu menjaga keindahan dalam setiap aspek kehidupan, selalu berusaha mencari dan menampilkan kebaikan.
Salah satu sunah di hari raya Idul Fitri adalah anjuran bertakbir. Nabi Muhammad saw bersabda, “Hiasilah hari raya kalian dengan memperbanyak membaca takbir.” Anjuran bertakbir ini diiringi dengan imbalan yang besar sebagaimana tercantum dalam sabdanya, “Perbanyaklah membaca takbiran pada malam hari raya (fitri dan adha) karena hal dapat melebur dosa-dosa.”
Anjuran bertakbir di hari raya juga dapat kita temukan dalam Al-Qur’an, tepatnya surah al-Baqarah [2] ayat 185 yang berbunyi:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ١٨٥
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 185).
Secara umum, surah al-Baqarah [2] ayat 185 berisi tentang empat hal, yakni: pertama, informasi mengenai Ramdhan adalah waktu di mana Al-Qur’an diturunkan. Di dalamnya terdapat penjelasan dan petunjuk bagi manusia untuk mengarungi kehidupan dunia dan akhirat; Kedua, informasi kewajiban puasa bagi umat Islam ketika mengetahui datangnya Ramadhan (Tafsir al-Msibah [1]: 406).
Ketiga, kewajiban puasa pada hakikatnya berlaku secara menyeluruh bagi umat Islam, namun ada beberapa golongan yang diberi kemudahan terkait pelaksanaannya, yakni orang sakit dan musafir. Keduanya boleh tidak melaksanakan puasa dan menggantinya di hari yang lain. Keempat, anjuran bertakbir untuk mengagungkan Allah karena Dia telah memberikan berbagai petunjuk dan karunia.
Menurut al-Sa’adi dalam kitabnya, Taisir al-Karim al-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan, bagian terakhir surah al-Baqarah [2] ayat 185 berisi tentang anjuran bertakbir dan bersyukur pasca melaksanakan ibadah puasa. Takbir ini bisa dilakukan ketika melihat hilal yang menjadi penanda datangnya bulan Syawal hingga selesai pelaksanaan khotbah hari raya Idul Fitri.
Hal senada disampaikan oleh Syekh Nawawi al-Bantani dalam Marah Labid. Menurutnya, anjuran bertakbir diberikan untuk mengagungkan Allah swt Yang Maha Memberi petunjuk terhadap hamba-Nya, terutama terkait pelaksanaan puasa. Di samping itu, pada surah al-Baqarah [2] ayat 185 umat Islam juga dianjurkan untuk bersyukur, karena Dia telah memberikan berbagai kemudahan.
Sedangkan Ibnu Katsir berpendapat bahwa anjuran bertakbir pada ayat ini maksudnya adalah mengingat Allah swt sebagaimana yang tertuang dalam surah al-Baqarah [2] ayat 200, “Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka berzikirlah kepada Allah,” dan surah al-Jumuah [62] ayat 10, “Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.”
Karena alasan itulah, yakni penyebutan zikrullah setelah ibadah – dianjurkan atau disunahkan untuk bertasbih, bertahmid, dan bertakbir pasca melaksanakan ibadah shalat lima waktu. Hal ini dikuatkan dengan perkataan Ibnu Abbas, “kami tidak pernah melihat nabi Muhammad saw shalat kecuali setelahnya beliau bertakbir.” Inilah pula yang menyebabkan para ulama berpandangan adanya anjuran bertakbir di hari raya Idul Fitri (Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir).
Adapun bacaan takbir secara lengkap adalah sebagai berikut (lihat Fath al-Qarib):
اللهُ اكبَرْ كبيْرًا والحَمدُ للهِ كثِيرًا وَسُبحَانَ اللهِ بُكرَةً واَصِيلا، لااله اِلااللهُ ولانعْبدُ الاإيّاه، مُخلِصِينَ لَه الدّ يْن، وَلَو كَرِهَ الكَا فِرُون، وَلَو كرِهَ المُنَافِقوْن، وَلَوكرِهَ المُشْرِكوْن، لاالهَ اِلا اللهَ وَحدَه، صَدَق ُوَعْدَه، وَنَصَرَ عبْدَه، وَأعَزّجُندَهُ وَهَزَمَ الاحْزَابَ وَاحْدَه، لاالٰهَ اِلاالله وَاللهُ اَكبر، اللهُ اكبَرُ وَلِلّهِ الحَمْ
“Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan sebanyak-sebanyak puji, dan Maha suci Allah sepanjang pagi dan sore, tiada Tuhan(yang wajib disembah) kecuali Allah dan kami tidak menyembah selain kepada-Nya, dengan memurnikan agama Islam, meskipun orang-orang kafir, orang-orang munafiq, orang-orang musyrik membencinya.
Tiada Tuhan (yang wajib disembah) kecuali Allah dengan ke Esaan-Nya, Dia dzat yang menepati janji, dzat yang menolong hambaNya dan memuliakan bala tentaraNya dan menyiksa musuh dengan ke Esa anNya. tiada Tuhan (yang wajib disembah) kecuali Allah dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan segala puji hanya untuk Allah.”
Namun bacaan takbir yang sering digunakan di masyarakat adalah bacaan takbir yang singkat, yakni:
اللهُ اكبَرْ، اللهُ اكبَرْ اللهُ اكبَرْ لاالٰهَ اِلاالله وَاللهُ اَكبر، اللهُ اكبَرُ وَلِلّهِ الحَمْد
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tiada Tuhan (yang wajib disembah) kecuali Allah dengan ke Esaan-Nya, dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan segala puji hanya untuk Allah.”
Menurut Ibnu Sina dalam al-Isyarat wa Tanbihat – sebagaimana dikutip Abdul Halim Mahmud pada al-Tafkir al-Falsafi fi al-Islam – jika kalimat takbir ini tertancap dalam jiwa seseorang, makan akan hilang segala ketergantungannya kepada unsur-unsur lain selain Allah semata. Baginya, tiada tempat bergantung, tiada tempat menitipkan harapan, tiada tempat mengabdi, kecuali kepada-Nya. Wallahu a’lam.