BerandaBeritaSurah Asy-Syura Ayat 39-43, Warga Palestina Boleh Membela Diri!

Surah Asy-Syura [42] Ayat 39-43, Warga Palestina Boleh Membela Diri!

Konflik antara Palestina dan Israel akhir-akhir ini kembali memanas. Tercatat ada sekitar 145 orang warga Palestina tewas dan ratusan orang terluka. Jumlah korban ini akan terus bertambah seiring berjalannya agresi militer Israel terhadap warga Palestina. Jika hal ini terus berlangsung tanpa penyelesaian, maka bisa dikatakan Palestina akan habis.

Ada berbagai respons yang muncul dari masyarakat dunia terkait konflik antara Palestina dan Israel. Mayoritas mereka mengecam tindakan sewenang-wenang militer Israel terhadap warga Palestina. Misalnya, di Inggris terjadi demonstrasi pada beberapa kota seperti London, Manchester, Birmingham, dan Bradford untuk mendukung warga Palestina.

Di sisi lain, Amerika Serikat melalui menteri pertahanannya, Lioyd Austin, mengatakan bahwa Israel berhak melakukan agresi militer tersebut guna membela diri dari kelompok Hamas. Ia berkata, “Israel memiliki hak untuk membela diri dari teroris yang berkomitmen untuk menghapusnya dari peta….harus ada perhitungan penuh atas tindakan yang telah menyebabkan kematian warga sipil dan penghancuran media.”

Terlepas dari perebutan kepentingan antara pemerintah Israel dan Hamas, konflik ini berimbas fatal terhadap warga Palestina. Mereka tersiksa, teraniaya dan terzalimi akibat agresi militer Israel. Dalam konteks ini, mereka berhak untuk membela dan mempertahankan diri dari tindakan sewenang-wenang pemerintah Israel hingga tercapai rekonsiliasi, keadilan dan perdamaian.

Dalam Al-Qur’an, tindakan membela diri dari kezaliman – sebagaimana yang dilakukan warga Palestina – dibenarkan dan dibolehkan. Orang yang membela diri dari kezaliman tidak boleh disalahkan selama dilakukan secara proporsional. Orang yang patut dipersalahkan adalah mereka yang berbuat zalim terhadap orang lain, baik dari perkataan maupun perbuatan.

Firman Allah swt dalam surah asy-Syura [42] ayat 39 sampai 43:

وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُوْنَ ٣٩ وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۚفَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ ٤٠ وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ مَا عَلَيْهِمْ مِّنْ سَبِيْلٍۗ ٤١ اِنَّمَا السَّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَيَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ ٤٢ وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ اِنَّ ذٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ ࣖ ٤٣

“Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim. Tetapi orang-orang yang membela diri setelah dizalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka. Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksa yang pedih. Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.” (QS. Asy-Syura [42] ayat 39-43).

Secara umum, kelompok ayat ini berbicara mengenai beberapa hal, yakni: pertama, kebolehan membelar diri dari kezaliman. Kedua, anjuran memaafkan orang yang berbuat zalim dengan tujuan rekonsiliasi. Ketiga, orang yang membela diri dari kezaliman tidak boleh dipersalahkan. Keempat, orang yang berbuat zalimlah yang harus disalahkan dan mereka akan mendapatkan siksa yang amat pedih.

Menurut Quraish Shihab, surah asy-Syura [42] ayat 39 hingga 43 berisi tentang beberapa masalah, yaitu: pertama, kebolehan membela diri dari kezaliman. Pembelaan diri ini, baik yang bersifat mental maupun fisik, dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi serta ditujukan untuk memberantas kezaliman dan kejahatan. Dengan pembelaan diri ini pula diharapkan terwujudnya keadilan bagi setiap orang.

Kedua,  menggapai rekonsiliasi. Pada ayat tersebut juga dijelaskan tentang keutamaan memaafkan orang yang berbuat zalim dan tidak membalasnya. Hal ini ditekankan dengan tujuan agar tidak terjadi pelampauan batas atau penempatan sesuatu bukan pada tempatnya ketika melakukan pembelaan diri. Dengan kata lain, pembelaan diri tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan sebaiknya rekonsiliasi dicapai melalui jalan damai, bukan melalui kekerasan.

Ketiga, Allah tidak menyukai orang yang berbuat zalim. Maksudnya, sesungguhnya Allah swt Yang Maha Esa dan Kuasa tidak melimpahkan rahmat bagi orang-orang zalim yang kekeh pada kezalimannya hingga melanggar hak-hak orang lain. Bahkan pada surah asy-Syura [42] ayat 42 Allah swt menegaskan bahwa orang-orang zalim terhadap sesama manusia – dan tidak bertobat – akan mendapatkan siksa nan pedih (Tafsir al-Misbah [12]: 515).

Keempat, orang yang membela diri dari kezaliman tidak bersalah selama dalam koridor yang ditentukan. Oleh karena itu, mereka tidak berhak mendapat celaan, sangsi, dan tidak pula berdosa. orang yang semestinya mendapatkan celaan, sangsi dan dosa adalah mereka yang berbuat zalim terhadap sesama manusia dan melampaui batas dengan sengaja. Mereka ini adalah orang-orang yang bejat moralnya dan akan mendapatkan siksa yang pedih.

Kelima, sabar menghadapi kezaliman adalah perbuatan mulia. Quraish Shihab menuturkan, sabar yang dimaksud di sini adalah tidak melakukan pembalasan dan memaafkan orang yang menganiaya dengan catatan kesabaran itu tidak membuat kezaliman semakin meraja-lela. Dalam konteks ini, sabar adalah tindakan utama. Sebaliknya, jika sabar menyebabkan kezaliman meraja-lela, maka yang dikedepankan adalah pembelaan diri untuk mewujudkan keadilan.

Al-Sa’adi menuturkan, surah asy-Syura [42] ayat 39 hingga 43 berbicara mengenai tiga tingkatan sikap berkenaan dengan kezaliman, yakni adil, utama dan zalim. Tingkatan adil meniscayakan membalas kezaliman dengan tindakan setimpal, tidak lebih dan tidak pula kurang. Misalnya, kerugian harta diganti dengan kerugian harta, serupa, sama, tidak lebih dan tidak kurang.

Tingkatan utama (fadl) adalah memaafkan dan melakukan rekonsiliasi (perdamaian). Orang yang berlaku demikian akan mendapatkan ganjaran pahala yang teramat besar sebagaimana disebutkan, “barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah.” Namun sikap sabar dan memaafkan harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi. Apabila tidak memungkinkan, maka pelaku kezaliman harus dihukum.

Tingkatan zalim adalah pelaku kezaliman itu sendiri. Mereka adalah orang-orang yang berbuat zalim kepada sesama manusia. Pelaku kezaliman ada dua jenis, yakni orang yang memulai kezaliman dan orang yang membalas kezaliman secara berlebihan. Orang-orang inilah – menurut al-Sa’adi – yang berhak mendapatkan siksa teramat pedih dari Allah swt (Taisir al-Karim al-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan: 760).

Hal senada disammpaikan olej Syekh Nawawi al-Bantani dalam Marah Labid. Menurutnya, surah asy-Syura [42] ayat 39 hingga 43 berisi tentang kebolehan membela diri dari kezaliman, anjuran memaafkan orang yang zalim dan melakukan rekonsiliasi (berdamai). Beliau juga menegaskan Allah swt tidak menyukai orang zalim, yakni yang memulai kezaliman dan yang berlebihan membalas kezaliman.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tindakan membela diri dari kezaliman oleh warga Palestina adalah hal yang dibolehkan dengan catatan itu tidak dilakukan secara berlebihan. Lebih jauh, konflik antara Palestina dan Israel ini harus disudahi karena hanya akan menimbulkan pertumpahan darah lebih banyak dan kerugian yang tak terhingga.

Selain itu, negara-negara dunia sebaiknya bertindak tegas atas kezaliman pemerintahan Israel terhadap warga Palestina. Jika rekonsiliasi secara damai tidak mampu dilaksanakan, maka semestinya mereka melakukan langkah tegas dan nyata – seperti memberi sangsi kepada pemerintahan Israel – guna menegakkan keadilan dan perdamaian. Terakhir sebagai doa, “mudah-mudahan Allah swt memberikan jalan terbaik bagi warga Palestina.” Aamiin.

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Penyuluh Agama Islam Kemenag kotabaru, bisa disapa di ig @rafim_13
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...