Surat at-Tin dan Simbol Ketersinambungan Antaragama

Alquran mengajarkan kita umat Islam untuk tidak hanya beriman kepada kitab Alquran, tetapi juga kitab-kitab sebelumnya, Taurat, Injil dan Zabur yang notabene diyakini sebagai kitab suci umat agama lain (Q.S. Ali Imran [3]: 14). Demikian pula dengan iman kepada Rasul, Allah melalui ayatNya tidak membeda-bedakan para Rasul yang berarti bahwa semua Nabi dan Rasul Allah harus diimani, meskipun mereka diklaim Nabi dari kaum tertentu (Q.S. Al Baqarah [2]: 136 & 285). Jika hanya Alquran dan Nabi Muhammad sebagai pembawanya adalah yang paling benar dan satu-satunya yang berasal dari Allah, lalu kenapa Allah berfirman seperti di atas? inikah kode dari Allah yang menandakan bahwa semua kitab suci dan para Nabi itu ada keterkaitan satu sama lain? Jika demikian, bukankah berarti bahwa agama yang bersumber dari semua kitab suci dan ajaran yang dibawa para Nabi itu punya hubungan keterkaitan sejak awal?

Satu lagi kode dan isyarat dari Allah tentang adanya ketersalinghubungan antaraagama yang bisa ditemukan dalam Alquran, yaitu di awal surat at-Tin. Pada bagian awal surat ke 95 ini Allah bersumpah dengan empat hal sekaligus, at-Tin, az-Zaitun, Thur Sinin dan al-Balad al-Amin. Apa maksud Allah dengan menyebut empat hal tersebut? mari kita simak penjelasan para mufassir.

وَالتِّيْنِ وَالزَّيْتُوْنِۙ  (1 ) وَطُوْرِ سِيْنِيْنَۙ (2 ) وَهٰذَا الْبَلَدِ الْاَمِيْنِۙ(3 )

Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun (1) Demi gunung Sinai (2) dan demi negeri (Mekah) yang aman ini (3)

Fakhruddin Ar-Razi mengambil pendapat Ibnu Abbas dalam tafsirnya, Mafatih al-Ghaib mengatakan bahwa Tin dan Zaitun adalah dua bukit yang dimuliakan. Pegunungan Tin itu tempatnya Nabi Isa, sedang pegunungan Zaitun adalah tempat diutusnya Nabi-Nabi dari Bani Israil. Allah bersumpah dengan menggunakan dua tempat lahirnya para Nabi.

Sementara itu, Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah menjelaskan agak berbeda, At-Tin adalah nama sebuah tempat (bukit) di Damaskus, Suriah. Az-Zaitun adalah tempat Nabi Isa menerima wahyu. Ada juga yang menyatakan bahwa az Zaitun adalah sebuah gunung di Yarussalem (al-Quds), tempat Nabi Isa diselamatkan dari pembunuhan. Demikian berarti ayat pertama berkaitan dengan Nabi Isa. Ayat kedua yang menyebut gunung Tur Sina berkaitan dengan Nabi Musa, yakni tempat ia menerima perintah Allah dan ayat ketiga berkaitan dengan Nabi Muhammad, yakni al-Balad al-Amin yang diidentikkan dengan Makkah.

Masih dalam Tafsir Al Misbah, tapi kali ini Quraish Shihab menukil dari al-Qasimi dalam Mahasin Ta’wil. at-Tin adalah nama pohon tempat pendiri agama Budha yang mendapat bimbingan Ilahi. Orang Budha menamainya pohon Bodhi (Fircul Religiosa) atau pohon Ara Suci yang terdapat di kota kecil Gaya, Bihar. Berdasar pada pendapat al-Qasimi ini disimpulkan sementara bahwa tiga ayat pertama surat at-Tin mencoba menginformasikan tempat-tempat para Nabi menerima tuntunan Ilahi yang sekarang menjadi simbol dari agama-agama besar seperti Islam, Kristen, Yahudi dan Budha.

Penelusuran Quraish Shihab juga sampai di Perjanjian Lama, dan di Kitab Kejadian at-Tin dan az-Zaitun ini juga disinggung. Pohon Ara yang dianggap sebutan lain dari at-Tin tertulis di Kitab Kejadian 3: 7 sementara daun Zaitun disebut di Kitab Kejadian 8: ayat 11.

Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat. lalu, mata mereka berdua terbuka sehingga mereka tahu bahwa mereka telanjang\ (Kej. 3:7)

Menjelang waktu senja pulanglah burung merpati itu mendapatkan Nuh, dan pada paruhnya dibawanya sehelai daun zaitun yang segar. dari situlah diketahui Nuh, bahwa air itu telah berkurang dari atas bumi. (Kej. 8: 11)

Ibnu Katsir, mufassir yang terkenal dengan sumber israiliyat dalam tafsirnya juga mengunggah ayat dalam kitab Taurat lengkap dengan tafsiran yang juga ia kutip dari sekelompok tokoh yang ia sebut dengan ba’dh al-aimmah. Berikut kutipan tafsirnya

قالوا: وَفِي آخِرِ التَّوْرَاةِ ذُكِرَ هَذِهَ الْأَمَاكِنِ الثَّلاَثَةِ: جَاءَ اللهُ مِنْ طُوْرِ سَيْنَاء -يعني الَّذِي كَلَّمَ اللهُ عَلَيْهِ مُوْسَى [بن عمران]- وَأَشْرَقَ مِنْ سَاعِيرَ -يَعْنِي بَيْتِ المَقْدِسِ الَّذِي بَعَثَ اللهُ مِنْهُ عِيْسَى-وَاسْتَعْلَنَ مِنْ جِبَالِ فَارَان -يَعني: جِبالِ مَكَّةَ الَّتي أَرْسَلَ اللهُ مِنْهَا محمدًا

Mereka (beberapa tokoh) berkata bahwa di akhir kitab Taurat, disebutkan tiga tempat ini, “Tuhan telah datang dari Sina’ – tempat Nabi Musa as. Menerima wahyu- dan terbit kepada mereka dari Seir – Baitul Maqdis tempat Nabi Isa as. diutus- kelihatan Dia dengan gemerlapan cahayanya dari Gurun Paran -Pegunungan di Makkah tempat Allah mengutus Nabi Muhammad-”.

Selain informasi tentang tiga tempat di atas, keterangan dari Ibn Katsir ini juga menunjukkan adanya ketekaitan hubungan antara ketiga pembawa kitab suci yaitu Nabi Musa as., Nabi Isa as., dan Nabi Muhammad saw.

Ketersinambungan ini juga dinyatakan oleh Ibn ‘Ashur dalam tafsirnya, at-Tahrir wa at-Tanwir. Di situ ia menjelaskan bahwa al-Tin adalah masjid Nabi Nuh yang dibangun di atas bukit Judi setelah terjadinya badai. Dinamakan at-Tin karena di dalamnya banyak ditumbuhi pohon tin. Sementara Zaitun adalah gunung yang banyak ditumbuhi zaitun dan merupakan tempat dibangunnya Masjid al-Aqsa. Adapun Tur Sinin adalah nama dari sebuah gunung yang berada di tengah-tengah gurun pasir yang terletak antara Mesir dan Palestina. Sedangkan al-Balad al-Amin adalah Makkah. Dari sini kemudian dapat dihubungkan antara Tin, tanda mengenai syari’at yang diturunkan kepada Nabi Nuh (syari’at yang pertama), Zaitun, simbol atas syari’at Nabi Ibrahim, Tur Sinin sebagai isyarat tentang syari’at Taurat (yang kemudian disempurnakan oleh syari’at Isa) dan al-Balad al-Amin yang tidak lain adalah tempat kelahiran syari’at Islam. Keempat tanda tersebut disebutkan dalam ayat ini secara beriringan sesuai dengan masa kemunculannya. Penyebutan yang beriringan ini juga menandakan bahwa keempat syari’at tersebut saling berkaitan dan berkesinambungan.

Beberapa penafsiran di atas tampak membuktikan bahwa empat hal yang dijadikan sumpah oleh Allah di awal surat at Tin adalah hal yang istimewa yaitu tempat lahirnya agama dan peradaban besar, pun dengan urutan penyebutannya. Keempat hal itu bisa diistilahkan sebagai simbol dari agama-agama, simbol umat beragama, simbol ketersalinghubungan antarumat beragama, simbol titik temu antarajaran agama, yaitu Tauhid (mengesakan Tuhan) dan juga simbol persaudaraan antarumat beragama. Sebagai saudara, sudah seharusnya kita hidup harmonis. Keharmonisan ini pernah diperlihatkan oleh Rasulullah Muhammad SAW dan Raja Najasyi ketika umat Islam hijrah ke Habasyah. Tidak lama, di awal tahun 2019, kita juga menyaksikan penandatangan Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Berdampingan yang diwakili oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Dr. ahmed Tayyeb. sudah lupakah kita pada sejarah manis itu?

Wallahu A’lam