BerandaKhazanah Al-QuranAdab Lahiriah dan Adab Batiniah dalam Membaca Al-Qur'an

Adab Lahiriah dan Adab Batiniah dalam Membaca Al-Qur’an

Membaca Al-Qur’an merupakan ibadah, yang bahkan pada pengertian tertentu disebut sebagai cara seorang berkomunikasi dengan Allah Swt. Karena itu, membaca Al-Qur’an semestinya dilakukan dengan adab. Dalam konteks ini, Ibrahim Eldeeb menawarkan sepuluh adab yang dibagi dalam adab lahiriah dan adab batiniah. Keduanya mesti dilakukan ketika membaca Al-Qur’an, sebagaimana tertuang dalam bukunya be a Living Qur’an (2005).

Ada dua jenis adab, yakni adab lahiriah dan adab batiniah. Yang dimaksud adab lahiriah adalah adab-adab yang berkaitan tingkah laku dapat diketahui dengan kasat mata, mulai dari sebelum hingga selesai mambaca Al-Qur’an. Sementara itu, yang dimaksud adab batiniah adalah adab-adab yang berkaitan pikiran dan hati, yang dilakukan secara bertahap. Dari keduanya, tulisan ini akan membahas dua jenis adab tersebut.

Adab Lahiriah dalam Membaca Al-Qur’an

Dalam buku be a Living Qur’an, Ibrahim Eldeeb menawarkan sembilan adab lahir yang dapat dilakukan ketika membaca Al-Qur’an: (1) Berwudhu dan menghadap Kiblat, (2) Ukuran bacaan, (3) Tartil, (4) Menangis, (5) Memenuhi hak ayat, (6) ta’audz, (7) Berinteraksi dengan ayat sesuai kandungannya, (8) Membaca dengan suara keras, dan (9) Menghias dan memerdukan suara.

Mengenai berwudhu dan menghadap Kiblat, dikatakan bahwa dua keadaan tersebut merupakan keadaan yang paling baik untuk membaca Al-Qur’an. Mengenai ukuran bacaan, dikatakan bahwa paling cepat adalah tiga hari dalam mengkhatamkan seluruh Al-Qur’an (30 Juz), dan paling lama adalah sebulan. Ini berdasarkan hadis, yang menunjukkan bahwa ukuran bacaan yang paling tepat berada di antara kedua waktu tersebut.

Baca Juga: Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 204: Adab Seorang Mukmin Ketika Mendengar Lantunan Ayat-Ayat Al-Qur’an

Mengenai tartil dengan cara yang benar. Banyak ayat Al-Qur’an yang menganjurkan agar dibaca dengan tartil, misalnya dalam QS. Al-Muzzammil: 4 “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil”. Dalam QS. Al-Baqarah: 121 dikatakan “Orang-orang yang telah Kami berikan al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenar-benarnya”.

Mengenai menangis. Dalam hadis riwayat Ibnu Majah dikatakan bahwa “Sesungguhnya Al-Qur’an itu dibaca dengan sedih, dan jika kamu sekalian membacanya maka bersedihlah”. Dengan ini, disunahkan membaca Al-Qur’an dengan menangis, terutama karena mengetahui makna ayat-ayat yang dibaca. Sehingga menghasilkan kelembutan hati setiap kali membacanya.

Mengenai hak ayat, maksudnya adalah apabila membaca ayat sajdah maka disunahkan bersujud khususnya ketika dalam keadaan suci. Mengenai ta’audz, dianjurkan setiap kali mengawali bacaan Al-Qur’an. Mengenai berinteraksi dengan ayat sesuai kandungannya, di antaranya dengan bertasbih kepada Allah SWT ketika membaca ayat-ayat yang mengandung tasbih, bertakbir ketika membaca ayat-ayat mengandung takbir, bertighfar, membaca do’a, dan seterusnya sesuai ayat-ayat yang dibaca.

Mengenai membaca dengan suara keras, yakni dengan suara yang dapat didengar oleh dirinya sendiri dan orang lain di dekatnya. Hal ini agar tatap semangat membaca, dan tidak mengantuk, selain itu juga dapat membantu memahami dan menghayati ayat yang dibaca, serta dapat menginspirasi orang yang didekat kita.

Mengenai menghias dan memerdukan suara, sebagaimana hadis-hadis Nabi. Misalnya “Hiasilah Al-Qur’an itu dengan suaramu” (HR. Abu Dawud). Yang dimaksud dengan menghias di sini adalah membuat suara indah dan merdu ketika membaca Al-Qur’an.

Adab Batiniah dalam Membaca Al-Qur’an

Selanjuntnya, Ibrahim Eldeeb menawarkan sepuluh adab batin yang dapat dilakukan ketika membaca Al-Qur’an: (1) Memahami kebesaran dan keagungan firman Allah SWT, (2) Mengagungkan Allah SWT, (3) Memutuskan perhatian, (4) Penghayatan, (5) Pemahaman, (6) Menghindari hal-hal yang dapat menghalangi pemahaman, (7) Pengkhususan, (8) Merasakan pengaruh Al-Qur’an, (9) Meningkat, (10) Lepas dari diri.

Mengenai memahami kebesaran dan keagungan firman Allah SWT, ini berdasarkan di antara dari tujuan diturunkanna Al-Qur’an. Salah seorang arif berkata “Sesungguhnya setiap huruf Al-Qur’an tersimpan di Lauh Mahfuz dan andaikan seluruh malaikat bersatu untuk mengangkat satu huruf Al-Qur’an, maka niscaya mereka tidak mampu melakukannya. Hal itu karena Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang suci dan jauh dari segala kekurangan dan kesalahan”.

Mengenai mengagungkan Allah SWT, yakni dengan menghayati kebesaran dan keagungan Allah SWT ketika membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Mengenai memusatkan perhatian, yaitu dalam rangka mempelajari, menghayati, memahami dan memusatkan segala perhatian dan kemampuan kepada Al-Qur’an.

Mengenai penghayatan, yakni dilakukan di antaranya dengan konsentrasi secara penuh. Ali ibn Abi Thalib pernah berkata “Tidak ada gunanya ibadah yang tidak disertai dengan pemahaman. Begitu pula dengan bacaan Al-Qur’an dengan tanpa penghayatan.”

Mengenai pemahaman, yakni berusaha semaksimal mungkin memahami makna dan kandungan ayat-ayat sebagaimana mestinya. Misalnya, ayat tentang sifat-sifat Allah SWT, kisah-kisah para Nabi, peristiwa di hari akhir. Semua ini menuntut kemampuan kita mengikuti pemahaman antara satu ayat dengan ayat lainnya.

Menghindari hal-hal yang dapat menghalangi pemahaman, di antaranya ada empat: (1) Kurang konsentrasi dalam melafalkan huruf sebagaimana mestinya dari makhrajnya. (2) Bertaklid dan fanatik terhadap mazhab tertentu yang pernah didengar atau dipelajari. (3) Selalu berbuat maksiat, baik dosa kecil maupun besar. (4) Pernah membaca sebuah kitab tafsir, lalu berkeyakinan bahwa tidak ada lagi penafsiran lain selain itu.

Mengenai pengkhususan, yakni selalu berusaha merasakan seakan-akan setiap ayat Al-Qur’an itu secara khusus mengajark dirinya berbicara, sehingga merasa bertanggungjawab untuk mengamalkannya, juga merasa bahwa dirinya akan dimintai pertanggungjawaban pada hari Kiamat atas setiap huruf Al-Qur’an.

Baca Juga: Mengenal Yahya ibn Syarf an-Nawawi, Penulis Kitab al-Tibyan fi Adab Hamalat al-Qur’an

Mengenai merasakan pengaruh Al-Qur’an, yakni ketika membaca Al-Qur’an senantiasa berpengaruh sesuai kandungan ayat-ayatnya seperti sedih, takut, penuh harapan, cintah akan keadilan, dan seterusnya. Hal ini pernah dialami oleh, misalnya, Umar ibn Khattab ketika membaca ayat “Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi” (QS. Al-Thur: 7), maka beliau langsung jatuh sakit selama satu bulan karena merasa takut atas ancaman Allah SWT.

Mengenai meningkat, paling tidak dalam tiga tingkatan. (1) Merasakan seakan-akan membaca Al-Qur’an di hadapan Allah SWT. (2) Menyaksikan dengan hatinya seolah-olah Allah SWT melihatnya dan berbicara dengannya. (3) konsentrasi penuh berdiri di hadapan Allah SWT sebagai Pemilik firman untuk menyaksikan berbagai adegan peristiwa, perintah maupun larangan.

Mengenai lepas dari diri, yakni mengingkari daya dan kekuatan pribadi serta memandang dirinya dengan pandangan yang tidak memuaskan. Misalnya, ketika membaca ayat yang menyebutkan orang-orang shaleh, tidak akan menganggap dirinya termasuk mereka, melainkan akan tetap berdo’a dan berharap agar dapat dijadikan seperti mereka (orang-orang shaleh tersebut). Demikian beberapa adab yang dapat dipraktikkan ketika membaca Al-Qur’an agar mendapat manfaat yang lebih besar. [] Wallahu A’lam.

Muhammad Alwi HS
Muhammad Alwi HS
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Konsentrasi Studi Al-Quran dan Hadis.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Fenomena Media Sosial dan FOMO dalam Kacamata Qur'ani

Fenomena Media Sosial dan FOMO dalam Kacamata Qur’ani

0
Berdasarkan laporan "Digital 2023" oleh We Are Social, jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 167 juta pada Januari 2023, yang setara dengan 60,4%...