Ali Imran Ayat 139: Berdamai dengan Mental Health, Sebab Allah Swt Memberikan Kabar Gembira yang Kurang Percaya Diri

Berdamai dengan Mental Health
Berdamai dengan Mental Health

Hal penting yang perlu kita ajarkan pada diri sendiri untuk saat ini yaitu berdamai dengan mental health dan bersahabat pada diri sendiri. Meskipun mau marah, mau kecewa, mau nangis rasanya sudah tidak ada gunanya. Apalagi pada masa pandemi ini, tidak semua orang benar-benar betah untuk di rumah lebih lama. Lalu akhirnya, saya mencoba membuat pertanyaan untuk saya sendiri, bagaimana caranya, agar bisa betah dirumah dengan mental yang terjaga dan percaya pada diri sendiri, bahwa kita semua bisa melewati masa pandemi ini.

Dan ternyata Allah Swt pernah menghibur hambaNya yaitu Nabi Muhammad beserta pengikutnya yang sedang dilanda kegagalan, dalam firmanNya turun untuk mewujudkan rasa percaya diri yang berlandaskan iman. Tepat pada surah ali imran ayat 139:

وَلَا تَهِنُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَنتُمُ ٱلْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.

Baca juga: Tafsir Surah Ali Imran Ayat 3-4: Bagaimana Cara Beriman Kepada Kitab-Kitab Allah?

Tafsir Surah Ali Imran Ayat 139

Ayat di atas sangat memberi semangat bagi kita yang sedang mengalami keterpurukan atau kurangnya percaya diri. Rasyid Ridha dalam Tafsirnya yang berjudul  Tafsir al-Manar, kata tahinu dari kata al-wahnu yang bermakna lemah dalam suatu urusan atas sebab sesuatu yang sedang menimpa atau menyakiti jiwa. Allah memerintahkan untuk janganlah lemah dalam berperang, walaupun dalam berperang kalian akan ditimpa kesusahan berupa kegagalan. Ayat ini turun ketika Nabi Muhammad dan pasukkannya kalah dalam perang uhud.

Kemudian kata wa la tahzanu bermakna janganlah bersedih hati terhadap apa yang menimpa diri kalian pada hari ini. Dan janganlah kamu bersedih yang bisa membuat hatimu patah semangat.

Adapun kata antum al-a’launa, makna ini ditunjukkan kepada orang-orang yang sanggup bertaqwa kepada Allah Swt. Karena mereka yang bertakwa, Allah akan isikan hatinya kebahagiaan dan keberhasilan. Dan orang-orang yang bertakwa yaitu yang mengikuti sunnah-Nya dalam menerapkan tatanan kemasyarakatan, sehingga sifat-sifat tenang, percaya diri, rasa bahagia akan berada pada diri kita.

Baca juga: Tafsir Ahkam: Benarkah Hanya Debu yang Dapat Dibuat Bertayamum?

Al-Maraghi dalam tafsirnya juga menjelaskan al-a’launa yang dimaksud di sini adalah Allah Swt. menghibur Nabi Muhammad saw. dan sahabatnya dimana sesungguhnya mereka berada dalam derajat yang tinggi. Meskipun umat muslim kalah di medan perang, akan tetapi orang-orang beriman di perang Uhud lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan orang-orang kafir.

Sesungguhnya Allah melarang merasa susah terhadap apa yang telah lewat, karena hal tersebut, akan mengakibatkan seseorang kehilangan semangatnya. Sebaliknya Allah tidak melarang hubungan seseorang dengan apa yang dicintainya, yaitu harta, kekayaan atau teman yang dapat memulihkan kekuatannya, serta dapat mengisi hatinya dengan kegembiraan. Akan tetapi bentuk larangan Allah di sini adalah mengobati jiwa dengan cara bekerja dengan perbuatan yang dilarang oleh Allah.

Kemudian ada pesan bagus dari Musthafa al-Maraghi dalam menafisrkan ayat di atas, pada Tafsir al-Maraghi, menjelaskan janganlah kalian merasa lemah dalam menghadapi pertempuran, seperti membuat persiapan dan siasat perang, lantaran luka dan kekalahan dalam perang Uhud. Dengan adanya tekad yang kuat untuk mengatasi kesulitan, maka kesulitan akan segera musnah. Jika kita memiliki sikap demikian, maka otak bawah sadar kita akan terus berfikir bagaimana cara mewujudkannya.

Baca juga: Benarkah Umat Islam Harus Bersikap Tegas Kepada Non-Muslim?

Pentingnya Percaya Diri untuk Membentuk Pribadi yang Tangguh

Sikap percaya diri telah melahirkan pribadi-pribadi yang tangguh. Mengapa demikian? Coba kita mengingat sejarah para pendahulu, para penjuru penyebar agama Islam di seluruh pelosok dunia, begitu banyak pelajaran yang bisa kita raih. Dan karakter seorang pemenang  diraih oleh orang yang memiliki sikap yang tangguh, optimis, dan percaya diri.

Akan tetapi jika mental lemah, mudah merasa putus asa, dan pasrah dan tidak mampu keluar dari kesulitan, kita akan benar benar tetap berada dalam kesulitan. Jadi kuncinya adalah sikap mental dulu. Kalau kita berfikir bisa, Insya Allah kita bisa. Dan jika kita berfikir sebaliknya, berfikir tidak bisa, maka kita tidak akan pernah bisa.

Hal demikian perlu kita coba dengan menerapkan pada diri kita sendiri, yaitu berdamai dan bersahabat pada diri sendiri. Apapun kondisinya pada masa pandemi ini dimanapun kita berada, keadaan apapun yang kita rasakan, dan keterpaksaan apapun, mau itu di rumah, di jalan, di negeri orang, betah itu bisa diciptakan, caranya dengan belajar untuk nyaman pada diri sendiri. kalau sama diri sendiri aja musuhan, kecewa, dengki, terus bagaimana mau betah? kalau mau punya rumah, mari kita rumahin diri sendiri agar tetap nyaman dan yakin untuk berproses yang lebih baik lagi. Wallahu a’lam[]