Kiai Masruhan ihsan adalah sosok ulama yang cukup dikenal bagi kalangan santri. Beliau adalah ulama yang produktif dalam menulis kitab. Salah satu kitabnya yang fenomenal dan banyak dijadikan pembelajaran adalah Risalatul Mahid. Sebuah kitab yang mengajarkan tuntunan fiqhiyah bagi perempuan saat haid. Menariknya, karyanya yang masih jarang diulas adalah kitab Tafsir Juz Amma. Memang tidak cukup populer dikalangan santri pada umumnya. Akan tetapi kitab ini banyak mengulas deskripsi dan keunikan dari tafsir juz amma yang perlu untuk kita ketahui.
Sosok Kiai Masruhan Ihsan
Sejauh ini, tulisan Umi Masfiyah satu-satunya yang mengulas riwayat hidup kiai Masruhan Ihsan secara mendalam. Pada tulisannya dijelaskan Masruhan lahir pada tahun 1921 di desa Sendang Delik, Sumberjo, Mranggen. Semasa kecil, Masruhan tidak mengenyam pendidikan formal. Meski dengan segala keterbatasan sarana, Masruhan remaja akhirnya menimba ilmu di pesantren tertua di Bandungsari, Grobogan yang kini bernama ponpes Al Ma’ruf Bandungsari.
Kelana nyantri berlanjut ke pesantren Tremas, Pacitan. Disana, kiai Masruhan berteman akrab dengan Mbah Maemun Zubair Rembang. Cerita yang dikenang oleh Mbah Moen tentang kiai Masruhan adalah gemar berpuasa. Selama nyantri, kiai Masruhan kerap berpuasa dalail. Puasa tersebut berguna untuk melatih diri dari kekangan nafsu dan ikhtiar demi terwujudnya suatu cita-cita.
Baca juga: Telaah Makna Kata Nafs dalam Al-Quran Menurut Para Ulama
Setelah dirasa cukup, kiai Masruhan melanjutkan studinya di pesantren Bentengan Demak untuk menghafalka Al-Quran. Sebelum pulang ke kampung halamannya, terlebih dahulu kiai Masruhan berkelana ke Banten dengan berjalan kaki guna tabarukan terhadap para ulama sepuh Pada tahun 1949 kiai Masruhan pulang ke desanya untuk berdakwah.
Pada waktu-waktu tersebut, kiai Masruhan dinikahkan dengan putri seorang kiai. Selama menjalani masa berkeluarga, kiai Masruhan memutuskan untuk tinggal di desan Berumbung, Demak. Di desa tersebut, Ia hidup berdampingan dengan masyarakat Jawa yang awam dengan wawasan agama. Karena merasa tidak cocok dengan lingkungan sekitar, pada tahun 1956 beserta keluarganya kiai Masruhan pindah ke Mranggen. (Umi Masrifah, Analisa, Vol.17, No.2, Hal.250-252)
Produktivitas menulis kiai Masruhan dimulai pasca menikah. Beberapa kitab yang telah ditulis diantaranya adalah Risalatul Mahid, Tafsir Al-Quran Juz ‘Amma,kitab Hadis Joyoboyo, kitab al-Maratul Salihah. Adapun Tafsir Al-Quran Juz ‘Amma yang akan diulas kali ini diterbitkan pada bulan Rabiul Awwal 1377 H (Tafsir Quran Juz Amma, Cover)
Baca juga: Pemeliharaan Al-Quran dari Zaman Nabi Hingga Masa Kini
Tafsir Al-Quran Juz ‘Amma
Layaknya kitab tafsir Jawa pesantren lainnya, tafsir ini menggunakan aksara pegon dalam penulisan. Sudah menjadi hal lumrah, pesantren memiliki tulisan baku berupa aksara pegon. Yakni perpaduan antara aksara Arab dengan bahasa Jawa. Tak pelak jika tradisi ini masih lestari sampai sekarang.
Pada zaman lampau hampir semua wilayah yang terjamah oleh peradaban dan kekuasaan Islam menggunakan aksara Arab sebagai tulisan seperti turki, melayu, jawa dll. Sebelum akhirnya mulai tergerus sejak berdirinya sekolah modern yang diperkenalkan Belanda.
Pada bagian sampul terdapat tulisan Tafsir Al-Quran Juz Amma bi Lughawi al-Jawi al-Wustha (tafsir Al-Quran Juz amma dengan bahasa jawa tengah). Dari judul dapat dipahami bahwa kiai Masruhan menggunakan bahasa jawa tengah. Jawa dilihat dari segi geografi memiliki berbagai aksen yang berbeda-beda seperti jawa ngapak, jawa tengah dan jawa timur.
Sebelum memulai tafsirnya, terlebih dahulu kiai Masruhan memperkenalkan huruf-huruf hijaiyyah beserta harakatnya. Perkenalan tersebut ditulis dalam tiga halaman dengan enam bagian. Pengenalan tersebut bertujuan untuk mengajari para santri membaca huruf-huruf arab. Dalam proses mengaji, tahapan paling awal sebelum membaca Al-Quran adalah mengenali huruf-huruf arab dan tanda bacaan.
Baca juga: Tafsir Ahkam: Hukum Makan Dan Minum dari Wadah Emas atau Perak
Setelah pengenalan, tafsir diawali dengan surah Al-Fatihah, kemudian An-Naba sampai kepada surah An-Nas. Berbeda dengan tafsir Al-Ibriz yang menggunakan makna gandul, Tafsir ini ditulis secara terpisah dengan surah. Di tiap halaman, tafsir ditulis pada paruh bawah. Sedangkan paruh bagian atas merupakan isi surah.
Berdasarkan penulisan tafsir tersebut dapat dipahami bahwa tafsir Al-Quran Juz Amma diperuntukkan masyarakat yang baru belajar Al-Quran. Selaras dengan kultur pendidikan pesantren, pengenalan huruf hijaiyyah bukan hanya untuk membaca Al-Quran. Melainkan juga untuk kepentingan membaca dan menulis.
Sistematika yang digunakan dalam Tafsir Quran Juz Amma merupakan tartib mushafi. Adapun metode penafsiran yang digunakan adalah Ijmali.(Metodologi Ilmu Tafsir. 106) Tafsir ditulis dalam penjelasan global agar mudah dipelajari bagi para pembaca. Sehingga bila dibaca secara seksama, tafsir tersebut cenderung kepada terjemah.
Akan tetapi dalam penulisan tafsir, kiai Masruhan tetap mengacu pada refrensi kitab-kitab terdahulu. Sebagai contoh dalam menafsirkan surah Al-Buruj ayat 2-3 kiai Masruhan menafsirkan:
Lan demi dino kang den janji-janjiake mesti tekane (dino qiyamat). Lan demi dino Jum’at lan dino ‘Arofah.
Pada ayat kedua, kata الموعود diartikan sebagai hari kiamat. Adapun kata شاهد diartikan sebagai hari Jumat dan kata مشهود sebagai hari ‘Arafah.( Tafsir Quran Juz Amma. 25-26) penjelasan tersebut dapat ditemukan dalam tafsir At-Thobari mengutip hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah. (Tafsir At-Thobari, Jilid 24, hal. 264). Wallahu a’lam[].