BerandaUlumul QuranKontekstualisasi Penggunaan Term Tijarah (Perniagaan) dalam Al-Qur'an

Kontekstualisasi Penggunaan Term Tijarah (Perniagaan) dalam Al-Qur’an

Bahasa merupakan alat penting untuk menangkap suatu infomasi. Bahasa terbentuk dari realitas budaya asalnya. Oleh sebab itu, dalam meneliti Al-Quran tidak bisa lepas dari konteks budaya Al-Quran tersebut diturunkan. Misalnya adalah kota Makkah secara geologi berada dipersimpangan negeri adidaya kala itu. Persia di sebelah timur dan Byzantium di baratnya.  Meski demikian, Makkah merupakan kota yang kering sehingga kebanyakan masyarakat hidup dari tijarah (perniagaan). Berangkat dari term tijarah, tulisan ini akan mengulas tentang contoh penggunaan term tijarah dalam Al-Quran

Baca juga: Tafsir Ahkam: Kesunnahan Memotong Kumis

Dijelaskan dibeberapa penafsiran, surah Al-Quraisy(106): 2 bahwa masyarakat Quraisy  memilki kebiasaan berniaga di musim panas maupun musim dingin.  Di musim panas mereka berniaga di Palestina, dan musim dingin di Basrah. Pendapat lain mengatakan musim panas mereka berniaga di Yaman dan musim dingin di Syam. (Nukatu wa al-‘Uyun Tafsir al-Mawardi, Jilid 6, Hal. 347)

Selain bahasa, Al-Quran juga kerap menggunakan istilah-istilah yang dekat dengan kultur masyarakat Arab kala itu. Sebagai contoh istilah perniagaan kerap digunakan dalam menggambarkan berbagai topik seperti hari akhir, kehidupan di akhirat, maupun konsep pahala dan dosa.

Istilah tersebut berkaitan erat dengan kultur masyarakat Arab, terutama kaum Quraish yang memiliki kebiasaan berniaga seperti yang digambarkan surah Al-Quraish diatas. Tulisan ini berusaha mengupas penggunaan istilah-istilah perniagaan dalam Al-Quran.

Istilah-Istilah Perniagaan

Dalam bahasa Arab pedagang diistilahkan sebagai taajir (تَاجِر). Tetapi dalam Al-Quran istilah yang kerap digunakan adalah perniagaan (تِجَارَة). تِجَارَة dalam Al-Quran digunakan sebanyak sembilan kali.

Istilah lainnya yang ditulis oleh Adnan Amal mengutip tulisan C.C. Torrey seperti term matematik hisab. Berbeda dengan tijarah,  hisab yang bermakna perhitungan diulang cukup banyak dalam Al-Quran. Setidaknya diulang sebanyak 49 kali dengan sebagian besar merujuk pada konteks pembalasan di hari akhir atas segala perbuatan manusia.

Term lain yang tidak kalah penting seperti dalam takaran dan ukuran mizan, kerugian dan penipuan naqasha, jual-beli isytara, serta utang-piutang. (Reknostrusi Sejarah Al-Quran, Hal. 8)

Berbagai istilah perniagaan tersebut selain digunakan dalam urusan transaksi secara nyata, seringkali digunakan dalam mengistilahkan peristiwa maupun ajaran yang bersifat teologis. Torrey menambahkan bahwa penggunaan term perniagaan bukan hanya untuk kiasan, melainkan untuk mengungkapkan poin penting doktrin mendasar.

Baca juga: Self Reward Berujung Pemborosan, Begini Manajemen Harta ala Al-Qur’an

Doktrin yang dimaksud adalah ajaran tentang kejujuran, transparansi serta ketakwaan dalam segala perbuatan manusia. Al-Quran sangat menentang tindakan kecurangan dalam transaksi jual beli, utang piutang dll. Di dunia perdagangan, praktik curang diistilahkan dengan term Riba. Dengan jelas Al-Quran mengatakan bahwa perdagangan diperbolehkan (halal) dan riba adalah sesuatu yang terlarang (haram). (Q.S Al-Baqarah[2]: 275)

Contoh Penggunaan Tijarah dalam Al-Quran

Dua ayat berikut ini merupakan merupakan contoh bentuk penggunaan term tijarah dalam Al-Quran. Pertama, surah Nur [24]:37 yang berbunyi:

رِجَالٌ لَّا تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَّلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَاِقَامِ الصَّلٰوةِ وَاِيْتَاۤءِ الزَّكٰوةِ ۙيَخَافُوْنَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوْبُ وَالْاَبْصَارُ ۙ

orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat)

Surah tersebut menjelasakan orang-orang yang akan mendapat cahaya Allah di hari Akhir kelak. Adalah orang-orang yang tekun beribadah dan terus mengingat Allah sekalipun dalam keadaan melakukan pekerjaan. Pada hari tersebut, orang-orang saling kebingungan atas apa yang terjadi. Kecuali orang-orang yang mendapat cahaya. (Tafsir Kemenag)

Sebagai contoh dalam surah Al-Baqarah (2): 16 Allah berfirman:

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ اشْتَرَوُا الضَّلٰلَةَ بِالْهُدٰىۖ فَمَا رَبِحَتْ تِّجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوْا مُهْتَدِيْنَ

Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka perdagangan mereka itu tidak beruntung dan mereka tidak mendapat petunjuk.

Ayat tersebut menggambarkan orang-orang munafik pada zaman nabi yang menggadaikan keimanannya pada kekafiran. Orang yang beriman adalah orang-orang yang mendapat hidayah (petunjuk). Hidayah merupakan hak prereogatif Allah. Terhadap orang-orang yang demikian, Al-Quran mengatakan bahwa mereka orang-orang yang merugi. (Nukatu wa al-‘Uyun Tafsir al-Mawardi, Jilid 1, Hal. 79)

Baca juga: Tafsir Ahkam: Serba-Serbi Kesunnahan Memotong Kuku dalam Islam

Meskipun berbagai term perniagaan dalam Al-Quran digunakan dalam dua konteks (asli dan teologi). Keduanya memiliki hubungan yang dekat. Islam bukan hanya mengatur relasi tuhan dengan manusia seperti peribadatan dan konsep hari akhir. Melainkan juga mengatur sistem kehidupan manusia.

Apa yang dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 275 diatas Tijarah bahwa perdagangan bukan hanya proses transaksi antar dua manusia. Nilai-nilai kejujuran dan transparansi juga merupakan suatu hal yang ditekankan dalam Al-Quran.

Begitu juga dalam surah An-Nur ayat 37 diatas, segala bentuk pekerjaan (dalam hal ini dicontohkan dengan berdagang) tidak boleh melupakan ibadah. Dalam konteks berdagang, terkadang terdapat waktu-waktu tertentu yang banyak pembeli. Tak jarang waktu tersebut bersamaan dengan datangnya waktu sholat.

Sementara itu dalam surah Al-Baqarah ayat 16 term tijarah (perdagangan) digunakan dalam konteks yang berbeda dari arti pada umumnya. Term tersebut digunakan untuk menggambargan orang yang menggadaikan keimanannya dengan kekafiran.

Demikian sedikit contoh penggunaan term-term perniagaan dalam Al-Quran. penggunaan term yang berbeda seperti dalam Al-Baqarah ayat 16 tidak lain untuk memudahkan masyarakat Arab kala itu untuk memahami nilai-nilai yang diajarkan Islam.

Muhammad Wildan Syaiful Amri Wibowo
Muhammad Wildan Syaiful Amri Wibowo
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Angin sebagai Tentara Allah: Tafsir Fenomena Meteorologi dalam Alquran

Angin sebagai Tentara Allah: Tafsir Fenomena Meteorologi dalam Alquran

0
Alquran menyebutkan fenomena alam tidak hanya sebagai tanda-tanda kebesaran Allah, tetapi juga sebagai pengingat akan kekuasaan-Nya yang tak terbatas. Salah satu elemen alam yang...