Dalam kehidupan kita sehari-hari, lafaz Insya Allah sering diucapkan dalam berbagai kesempatan. Biasanya ketika seorang Muslim ingin mengatakan sebuah janji, lafaz Insya Allah ini terlontar. Pertanyaannya apa sebenarnya arti lafaz ini? Adakah lafaz Insya Allah dalam Al-Quran? Artikel ini akan sedikit mengulas tentang Insya Allah dan bagaimana Al-Quran menggunakannya.
Dalam Bahasa Arab, lafaz Insya Allah terdiri dari tiga kata: In-, Sya’a, dan Allah. Ketiganya menjadi lafaz yang bisa diartikan dengan “jika dikehendaki Allah.” Sebagaimana dalam Bahasa Indonesia, kata in termasuk dalam konjungsi yang menyatakan syarat.
Menurut Ibn Jinni dalam Syarh al-Luma’ kata in (إن) digunakan untuk menggambarkan akan terjadi sesuatu tetapi belum diketahui kepastiannya. Berbeda dengan kata idza (إذا) yang memiliki arti yang sama, tetapi digunakan ketika kepastiannya sudah diyakini. Ada lagi kata law (لو) yang digunakan ketika sesuatu yang akan terjadi mustahil terjadi.
Baca Juga: Uraian Singkat Beberapa Mufasir Indonesia Modern dari A. Hassan hingga Quraish Shihab
Adapun kata Sya’a (شاء) adalah kata yang terbentuk dari huruf syin-ya-hamzah (ش – ي – ء). Menurut Ibn Manzur dalam Lisan al-‘Arab, kata Sya’a bermakna al-iradah yang artinya kehendak. Dalam konteks kehendak Allah Swt, para ulama membaginya menjadi dua. Pertama, kehendak yang tidak mengalami perubahan disebut dengan iradah kauniyah. Segala kehendak Allah Swt yang berkaitan dengan kauniy (alam semesta) bersifat pasti dan memaksa.
Kedua, kehendak yang disebut dengan iradah syar’iyyah. Kehendak model kedua ini berkaitan dengan apa yang direstui Allah Swt dan diperintahkan-Nya, tetapi bersifat tidak memaksa. Allah Swt memerintahkan manusia untuk taat kepada-Nya, akan tetapi Dia mempersilahkan mereka untuk memilih. Manusia akan mempertanggung jawabkan apa yang dipilih di hadapan Allah Swt.
Menurut M. Quraish Shihab dalam buku Kosa Kata Keagamaan, lafaz Insya Allah adalah lafaz yang diharapkan dapat menyadarkan umat Muslim bahwa mereka tidak bisa bebas berkehendak tanpa ada faktor di luar maupun di dalam dirinya. Faktor di luar dirinya meliputi cuaca, kendaraan, orang lain, dan sebagainya. Kemudian faktor dirinya termasuk bila jatuh sakit, terlupa, dan lain lain. Oleh karenanya, yang bisa menghimpun semua faktor dan mewujudkannya hanya Allah Swt yang Maha Kuasa.
Quraish Shihab menekankan bahwa bukan berarti dengan lafaz Insya Allah manusia diajarkan berpangku tangan. Ucapan Insya Allah memberikan tuntunan bagi manusia agar selalu mawas diri atas Kuasa Allah Swt. Manusia dituntut untuk berpikir dan melakukan perencanaan sambil menyerahkan seluruh rencananya kepada Allah Swt.
Lafaz Insya Allah dapat ditemukan sebanyak enam kali dalam Al-Quran. Keenam ayat tersebut terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 70; Yusuf ayat 99; Al-Kahfi ayat 69; al-Qashash ayat 27; al-Shaffat ayat 102; dan Surah al-Fath ayat 27. Kesemua ayat tersebut berbeda satu sama lain dalam konteks pemaknaan Insya Allah.
Selain ayat-ayat di atas yang telah disebutkan, satu ayat yang menjadi rujukan para ulama sebagai anjuran mengucapkan Insya Allah terdapat dalam Surah al-Kahfi ayat 23-24 yang berbunyi:
() وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا () إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا
“Dan janganlah engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi,”. Kecuali (dengan mengatakan) , “Insya Allah,” dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah,” Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.”
Baca Juga: Pengertian Nasakh dan Penggunaannya dalam Al-Quran Menurut Para Ulama
Al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan menjelaskan bahwa dua ayat di atas diturunkan sebagai bentuk pendidikan Allah Swt kepada Nabi Muhammad saw (ta’dib min Allah li nabiyyih). Hal ini berkaitan dengan serombongan orang yang datang kepada Nabi saw untuk mengajukan pertanyaan. Nabi saw mengatakan kepada mereka untuk datang besok, karena wahyu belum turun. Atas kejadian tersebut, turunlah ayat tersebut.
Atas dasar ayat di atas pula, kita selaku umat Nabi saw perlu selalu mengaitkan segala rencana kepada Allah Swt. Lafaz ini adalah bentuk kesadaran diri manusia atas kelemahan dirinya. Oleh karena itu, tidak sepatutnya Insya Allah disalah artikan dengan pemaknaan untuk tidak menepati janji. Wallahu A’lam.