Salah satu keistimewaan Alquran adalah pemberian apresiasi yang cukup besar oleh Nabi Muhammad saw. bagi para pembacanya, meskipun pembaca tersebut tidak mengetahui arti dan memahami maksudnya. Oleh karena itu, beberapa pengkaji Alquran menyempurnakan pendefinisian Alquran dengan frasa ‘…..bernilai ibadah bagi yang membacanya’ (Muhammad Alawi, Al-Qawaidul Asasiyah, hlm, 09-10).
Imam An-Nawawi, ulama besar yang ahli di berbagai bidang keilmuan ini mencatat dalam kitabnya, At-Tibyan fi Adab Hamalatil Quran hal. 13 tentang salah satu hadis Nabi yang menyatakan keistimewaan pembaca Alquran. Riwayat yang diceritakan ulang oleh sahabat Ibnu Umar ra. ini menjelaskan pesan Nabi bahwa tidak boleh iri kepada orang lain dalam hal apa pun kecuali kepada dua orang karena dua sebab. Pertama yaitu orang yang selalu ‘bersama’ Alquran siang dan malam; Kedua adalah orang yang mempunyai banyak harta yang dermawan. (HR. Bukhari dan Muslim).
Orang yang selalu ‘bersama’ Alquran siang dan malam termasuk dalam kelompok orang yang istimewa, karena tidak semua orang dapat melakukan dan mendapatkan kesempatan tersebut. Pantas saja Nabi Muhammad saw. memperbolehkan kita iri kepadanya. Salah satu bentuk kebersamaan seseorang dengan Alquran adalah membacanya.
Membaca Alquran bisa dilakukan oleh semua orang, tapi untuk kualitas pembacaannya bisa berbeda-beda. Hal ini dibahas salah satunya oleh Hasan Al-Bashri.
Baca Juga: Adab Lahiriah dan Adab Batiniah dalam Membaca Al-Qur’an
Tiga kelompok pembaca Alquran
Mengenai klasifikasi pembaca Alquran, Abi al-Faraj Ibnu Jauzi mengutip pendapat Hasan Al-Bashri dalam Adabul Hasan Al Bashri wa zuhduhu wa mau’idzuhu, hlm. 95. Di situ Imam Hasan Al Bashri membagi pembaca Al Quran menjadi 3 golongan:
- Golongan yang menjadikan Alquran sebagai komoditas untuk mencari keuntungan di dunia.
- Golongan yang menguasai huruf-hurufnya, namun menyia-nyiakan aturannya. Menggunakannya untuk mengais harta para penguasa, mendzhalimi manusia. Golongan semacam ini banyak terdapat di kalangan para penghafal Alquran.
Riwayat Fudhail bin ‘Iyyad dalam kitab At-Tibyan fi Adab hamalat Al-Quran karya An-Nawawi menguatkan kelompok yang kedua ini.
- Golongan yang membaca Alquran, merenungkan ayat-ayatnya, menggunakannya sebagai obah hati, menggunakannya sebagai penyembuh penyakit.
Tampak pada klasifikasi di atas, Hasan Al-Bashri tidak mendasari pembagian ini dari cara membaca atau fasih tidaknya bacaan seseorang, tapi dari niat pembacanya. Melalui klasifikasi itu juga, dia secara tidak langsung memahami bahwa interaksi dengan Alquran, khususnya membaca Alquran tidak hanya sekadar membunyikan lafad-lafadnya, tetapi juga merenungkan dan mempelajarinya. Selain itu tentu juga niat interaksinya.
Seperti peribahasa ‘Dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati siapa yang tahu’, begitu juga dengan niat seseorang membaca Alquran. Itu urusan hatinya, tidak dapat dilihat dengan mata telanjang manusia, maka validasi dari kategorisasi Hasan Al-Bashri ini hanya bisa diketahui dan dirasakan oleh pembaca Alquran sendiri, Hasan Al-Bashri hanya memberi rambu-rambu.
Baca Juga: Ketahui Sembilan Adab Ketika Membaca Al-Quran
Sudah seharusnya para pembaca Alquran tidak merasa cukup hanya dengan membaca dan menghafalkannya saja, tapi harus berusaha naik level untuk mampu memahami dan merenungkan makna-maknanya. Pembaca Alquran yang disertai dengan usaha memahami dan merenungkan ayat-ayatnya lah yang kita harus iri kepadanya. bukan pembaca yang hanya memperindah bacaan dan suaranya saja, namun ia lalai akan aturan-aturan yang tertulis di dalamnya, bukan pula pembaca yang menjadikan Alquran sebagai alat untuk mencari keuntungan duniawi.
Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menambahkan kutipan Imam Hasan Al Bashri berkata: Demi Allah, tadabbur Alquran bukan hanya dengan menjaga huruf-hurufnya, menyia-nyiakan ketentuan-ketentuannya, sehingga salah seorang berkata: aku telah membaca seluruh Alquran. Namun bacaan Alqurannya tidak pernah tampak membekas dalam akhlak dan amalnya.
Setelah mengetahui tiga kelompok di atas, kita termasuk pembaca Alquran yang mana? Wallah a’lam