BerandaTafsir TematikTafsir EkologiHubungan Manusia dan Lingkungan Hidup dalam Surah Albaqarah Ayat 30

Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup dalam Surah Albaqarah Ayat 30

Ada dua paradigma umum dalam hubungan manusia dan lingkungan hidup, antroposentrisme dan ekosentrisme. Paradigma antroposentrisme biasa ditengarai dengan posisi manusia yang cenderung ingin menguasai alam hingga mengeksploitasinya, dan memandang bahwa alam dapat menyediakan semua kebutuhan manusia. Sementara paradigma ekosentrisme menengahkan alam baik makhluk hidup maupun tak hidup harus dilindungi dan dilestarikan (Dharmika, Paradigma Ekosentrisme vs Antroposentrisme Dalam Pengelolaan Hutan, 2018).

Perilaku pihak yang menganggap bahwa manusia mampu menguasai alam ini menjadikan sikap yang semakin berani dan menyebabkan krisis ekologi. Nasr menyebutkan bahwa sains dan modernisme yang berlebihan menyebabkan manusia krisis moral, jauh dari Tuhan dan tamak mengeksploitasi alam (Nasr, Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man, 1968).

Namun, sains dan modernisme secara umum bukanlah penyebab krisis ekologi secara mutlak. Kajian di Inggris tahun 2014 menyebut bahwa umat beragama dan masyarakat sekuler pun memiliki kesadaran tentang perubahan iklim dan pentingnya melindungi alam. Umat beragama yang dijadikan sampel dalam penelitian tersebut adalah umat Muslim dan Kristen, mereka tetap memiliki kesadaran atas lingkungan hidup karena alam juga makhluk Tuhan dan tindakan merusak lingkungan akan dipertanggungjawabkan di akhirat.

Dalam konteks global, tahun 2016 ratusan pemuka agama menandatangani Interfaith Climate Change Statement To World Leaders yang mendesak para pemimpin global untuk mengatasi kenaikan panas bumi (Smith, Connecting Global and Local Indonesian Religious Environmental Movements, 2018). Hal ini bisa dilihat dalam website United Nation Environment Programme yang menyebut bahwa semua agama berkomitmen untuk menjaga lingkungan, program ini juga dikenal dengan istilah Faith for Earth (unep.org).

Sebelumnya, di Indonesia pada tahun 2007 saat pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi UN Climate Summit juga memiliki komitmen dari pemuka agama Indonesia untuk terlibat dalam mengatasi perubahan iklim. Ini juga menunjukkan adanya kesadaran dari pemuka agama Indonesia jauh sebelum adanya Interfaith Climate Change Statement To World Leaders secara global (Smith, 2019).

Jika melihat dari rentang waktu lamanya komitmen untuk mengatasi perubahan iklim (sejak tahun 2007), seharusnya masyarakat Indonesia sebagai masyarakat beragama mampu menunjukkan hasil yang semakin baik atas kelestarian lingkungan hidup. Namun, menurut Statistik Lingkungan Hidup tahun 2019 dari Badan Pusat Statistik masih menunjukkan hasil yang rendah.

Misalnya, kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2019 per bulan September mencapai 328.722 ha (BPS, 2019). Selain itu, tahun 2018 Badan Pusat Statistik juga meluncurkan Indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup (IPKLH) di Indonesia yang masih tinggi. IPKLH yang dihitung selama tahun 2017 ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih rendah dalam pengelolaan sampah dan terlalu banyak menggunakan transportasi pribadi (BPS, 2018).

Jika dilihat dari laporan tersebut, baik kebakaran hutan, minimnya pengelolaan sampah, dan tingginya jumlah transportasi pribadi merupakan faktor yang semakin mempercepat perubahan iklim. Secara tidak langsung, hasil ini menguatkan penelitian yang cukup menyedihkan, bahwa di Indonesia isu lingkungan hidup masih minim dalam kurikulum pendidikan, sehingga kesadaran akan lingkungan hidup masih jauh dari anak muda Indonesia (Parker & Prabawa-Sear, 2019). Tentu, penilaian ini menjadi tanggung jawab bersama baik pemerintah maupun masyarakat secara umum.

Meski demikian jika merujuk pada peran agama secara khusus terhadap lingkungan hidup, berbagai riset berbasis agama dan budaya lokal sebenarnya sudah dilakukan (Ichwan, 2012; Maliki, 2011; Safrilsyah, 2014). Riset itu kembali membuktikan adanya kesadaran lingkungan hidup dari masyarakat beragama hingga penganut kepercayaan (Ichwan, 2012).

Baca Juga: Spirit Peduli Lingkungan dalam Penafsiran Alquran

Adi Fauzanto menyebut bahwa NU dan Muhammadiyah memiliki peran dalam problematika pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup (Fauzanto, 2020). Smith menyebut bahwa gerakan-gerakan yang sifatnya lokal tersebut, secara tidak langsung terhubung dengan gerakan mengatasi perubahan iklim secara global (Smith, 2018).

Namun yang ingin digali dalam tulisan ini adalah tinjauan ulang atas praktik pelestarian lingkungan hidup berbasis agama, khususnya dari umat muslim Indonesia. Mengapa masyarakat Indonesia yang 87.2% muslim itu masih gagal dalam pelestarian lingkungan hidup? Tinjauan ulang ini penting karena selama ini, penelitian tentang gerakan umat muslim terhadap lingkungan hidup masih terpisah-pisah sebagai suatu gerakan saja.

Sebagai contoh adalah sesuatu yang sudah dilakukan oleh Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah terkait isu ini (Fauzanto, 2020). Kami kira gerakan saja tidaklah cukup, dibutuhkan adanya pendidikan pelestarian lingkungan hidup masuk dalam muatan kurikulum pendidikan karakter di Indonesia, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini sampai Pendidikan Tinggi.

Baca Juga: Tafsir Ayat-ayat Tumbuhan Kemenag RI: dari Ragam Tanaman hingga Etika Lingkungan

Manusia dan Lingkungan Hidup Menurut Alquran

Manusia dan lingkungan hidup ternyata sudah mempunyai keterkaitan yang erat sejak awal penciptaannya. Hal ini membuat keduanya tidak bisa dipisahkan. Lingkungan hidup menjadi bagian integral dalam kehidupan manusia. Namun terkadang, manusia merasa dia adalah subjek, sedang lingkungan adalah objek yang bisa diperlakukan semaunya.

Oleh sebab itu, kompetensi ekologis dan sensitifitas seputar ekologi atau lingkungan hidup dapat ditanamkan sejak dini. Di situ akan dilatih mengembangkan kepekaan, kesadaran, pemahaman, pemikiran kritis dan pemecahan masalah yang berhubungan dengan permasalahan lingkungan hidup serta pembentukan etika terhadap lingkungan.

Menjaga lingkungan dalam persepsi Alquran merupakan salah satu tugas pokok manusia. Kelebihan manusia dibanding ciptaan Allah yang lain, misal akal budi membuat manusia wajib untuk menjaga kelestarian lingkungan. Sebagaimana dalam Q.S ِAlbaqarah [2]: 30 sebagai berikut,

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Baca Juga: Memperingati Earth Day: Simak Perhatian Al-Quran Terhadap Lingkungan

Di dalam ayat ini terdapat hubungan segi tiga antara Allah, alam, manusia. Menurut Ibn Asyur dalam At-Tahrir wa at-Tanwir, pertanyaan Malaikat yang ada dalam ayat tersebut “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah….” menunjukkan bahwa tugas manusia di bumi adalah menjaga dan mengatur bumi dengan baik.

Menjaga kelestarian lingkungan adalah bagian dari menjaga bumi. Memanfaatkan potensi bumi dengan efektif dan tidak eksploitatif juga bagian dari merawat lingkungan. Mengelola dan mengembangkan potensi alam dengan efektif merupakan bagian dari melestarikan bumi. Semua itu bagian dari pelaksanaan dari tugas khalifah yang disematkan kepada manusia.

Demikian pula sebaliknya, manusia diperingatkan untuk tidak sekali-kali merusak bumi, baik itu dengan pertumpahan darah maupun merusak lingkungan. Segala hal yang menimbulkan kerusakan di muka bumi, apapun yang membahayakan kelestarian lingkungan dilarang oleh Allah sejak awal penciptaan manusia.

Contoh teladan manusia ekologis adalah Rasulullah saw. Beliau melalui hadisnya melarang buang air besar di bawah pohon, apalagi pohon tersebut sedang berbuah. Apresiasi Rasulullah saw. terhadap alam sangat jelas, kiranya karakter Rasulullah dalam menjaga kelestarian lingkungan bisa diterapkan dalam konsep pendidikan lingkungan di Indonesia. Jangankan merusak lingkungan seperti mencemari alam, menebang pohon sembarangan, membuang air besar di bawah pohon saja Rasulullah tidak memperbolehkan.

Norma Azmi Farida
Norma Azmi Farida
aktif di Cris Foundation (Center For Research of Islamic Studies) Redaktur Tafsiralquran.id
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Mengenal Aquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar: Metode dan Perkembangannya

0
Kini, penerjemahan Alquran tidak hanya ditujukan untuk masyarakat Muslim secara nasional, melainkan juga secara lokal salah satunya yakni Alquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar....