Ma’alim al-Tanzil atau yang dikenal juga dengan nama Tafsir al-Baghawi, merupakan salah satu kitab tafsir populer yang bercorak fikih. Bagi orang yang hendak mengkaji aspek hukum Islam dari ayat-ayat Alquran, tafsir ini biasanya menjadi salah satu rujukan pentingnya.
Tafsir Ma’alim al-Tanzil ditulis oleh Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi. Beliau adalah seorang ulama bergelar Muhyi al-Sunnah atau Sang Penghidup Sunah yang sangat pakar dalam bidang fikih, tafsir, dan hadis. Selain kitab Ma’alim al-Tanzil, karangan beliau yang lain adalah al-Mashabih, al-‘Arba’in Hadisan, al-Majmu’ah min al-Fatawa, al-Tahdzib fi Fiqh al-Syafi’i, dan masih banyak lagi.
Terkait model penafsiran dalam kitab Ma’alim al-Tanzil, banyak kalangan yang mengkategorikan tafsir ini sebagi tafsir bi al-ma’tsur, yaitu kitab tafsir yang rujukannya bersumber dari Alquran, hadis Nabi saw., dan pendapat sahabat dan tabiin (Manâhil al-‘Irfân fi al-‘Ulûm al-Qur’an, juz 2, hlm. 12)
Baca juga: Popularitas Tafsir al-Baghawi di Masa Lalu
Namun, ada juga sebagian kalangan yang menggolongkan Tafsir al-Baghawi tersebut ke dalam kategori kitab tafsir bi al-iqtirân; model penafsiran yang mengkomparasikan metode al-ma’tsur (berdasarkan riwayat) dan metode al-ra’yi (berdasarkan akal/nalar) (Israiliyât wa al-Maudhu’ât fi Kutub al-Tafsîr, hlm. 127).
Secara historis, kitab ini ditulis pada abad pertengahan pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Belum diketahui waktu spesifik penulisan kitab tersebut, tetapi yang pasti kitab tersebut ditulis dalam rentang waktu masa hidup Imam al-Baghawi sendiri, sekitar tahun 433 H-516 H. (al-Mufassirûn: Hayâtuhum wa Manhajuhum, hlm. 645).
Berdasarkan pengakuan dari Imam al-Baghawi sendiri, beliau menulis kitab tersebut berdasarkan permintaan beberapa sahabat dan murid beliau. Selain permintaan tersebut, tanggung jawab keilmuan yang beliau emban turut berkontribusi dalam memotivasi beliau untuk menulis kitab tersebut (Tafsir al-Baghawi, juz 1, hlm. 46).
Metode Penafsiran
Dalam penulisan kitab Ma’alim al-Tanzil, Imam al-Baghawi berusaha menjauhi penjelasan panjang lebar yang bertele-tele. Beliau lebih mengedepankan penjelasan to the point dengan menghindarkan perdebatan dan penjelasan yang berpotensi mengaburkan poin-poin penting.
Secara umum, langkah-langkah yang dilakukan Imam al-Baghawi dalam kitab Ma’alim al-Tanzil ketika menafsiri Alquran adalah sebagi berikut (al-Baghawi wa Manhajuhu fi al-Tafsir, hlm. 60).
Pertama, menyebutkan nama surah dan jumlah ayatnya.
Kedua, menyebutkan apakah itu surah makkiyah atau madaniyah. Terkadang beliau melakukan perincian berapa ayat atau ayat-ayat apa saja dalam suatu surah yang diklasifikasikan sebagai madaniyyah dan yang termasuk makkiyah.
Ketiga, menyebutkan sebab turunnya ayat jika ada.
Baca juga: Mengenal Corak Tafsir Fiqhi dan Kitab-kitabnya
Keempat, menjelaskan makna lafaz atau kalimat tertentu dengan cara mencari makna asli dan makna kontekstual sembari merujuk kepada ayat-ayat Alquran, hadis-hadis Nabi saw., atau pendapat salaf salih.
Kelima, menyebutkan beberapa i’rab dari kalimat tersebut dan pengaruhnya terhadap makna.
Keenam, ketika ada ayat yang berhubungan dengan akidah dan tauhid, beliau menjelaskan kandungannya berdasarkan pendapat Ahlussunnah dan melakukan penolakan atas pemahaman aliran lain.
Ketujuh, ketika ada ayat yang berhubungan dengan hukum, beliau menyebutkan pendapat-pendapat ahli fikih seperti Imam Syafi’i, Abu Hanifah, dan lain-lain.
Kedelapan, untuk periwayatan, Imam Al-Baghawi menyebutkan semua sanad periwayatannya di awal kitab, sehingga ketika menafsirkan ayat ia tidak perlu lagi menyebutkan sanadnya.
Baca juga: Al-Raghib al-Asfahani dan Kontribusinya di Bidang Kajian Alquran
Secara umum, dapat dikatakan bahwa metode penafsiran yang digunakan Imam al-Baghawi dalam kitab Ma’alim al-Tanzil adalah analitis-linguistik. Beliau berusaha mengurai makna kebahasaan dari suatu ayat, sambil lalu menjelaskan kata-kata yang sukar dipahami.
Tak jarang pula beliau memaparkan kajian fikih serta perbedaan pandangan ulma terkait hukum yang terkandung dalam sebuah ayat. Hal ini tentu wajar mengingat latar belakang keilmuan beliau yang merupakan seorang ahli fikih terkemuka dari mazhab Syafi’i. Oleh karena adanya kajian fikih di beberapa tempat inilah kemudian kitab Ma’alim al-Tanzil diklaim sebagai kitab tafsir bercorak fikih.
Testimoni Ulama tentang Kitab Ma’alim Al-Tanzil
Banyak ulama yang mengakui kepakaran Imam al-Baghawi dalam bidang fikih, tafsir, dan hadis. Di antaranya Imam al-Subki, Imam al-Suyuthi, Imam Ibnu Taimiyah, dan ulama lainnya.
Salah satu komentar ulama mengenai kitab Ma’alim al-Tanzil adalah pernyataan dari Imam al-Khazin, pengarang kitab Lubab al-Ta’wil. Beliau mengatakan bahwa kitab Ma’alim al-Tanzil merupakan karangan yang agung dalam ilmu tafsir. Ia mengumpulkan pendapat-pendapat yang benar, bebas dari pengaburan, pelencengan, dan pemalsuan. Kitab ini juga dihiasi hadis-hadis Nabi, diberi tambahan berupa penjelasan hukum-hukum syar’i, diberi bordiran berupa kisah-kisah yang unik dan kabar-kabar orang dahulu yang menakjubkan, dirangkai dengan isyarat yang paling bagus, diungkapkan dengan ungkapan yang paling jelas, dan dituangkan dalam keindahan dengan redaksi yang fasih (Lubab al-Ta’wil, juz 1, hlm. 3-4).
Baca juga: Sejarah dan Faktor Masuknya Isrāīliyyāt ke dalam Tafsir Alquran
Namun, tak ada gading yang tak retak. Di samping memperoleh guyuran pujian, kitab Ma’alim al-Tanzil juga tak luput dari kritikan. Salah satunya sebagaimana yang disampaikan oleh al-Dzahabi. Beliau mengatakan bahwa di beberapa tempat, dijumpai beberapa kutipan pendapat yang telah diklaim lemah oleh para ulama. Terkadang juga, Imam al-Baghawi menyebutkan beberapa kisah israiliyaat dalam kitab tafsirnya.
Walau bagaimanapun, Imam al-Dzahabi mengakui bahwa secara umum kitab Ma’alim al-Tanzil ini merupakan karya monumental dalam bidang tafsir yang masyhur di kalangan ahli ilmu. Menurutnya, kitab tersebut jauh lebih murni daripada kitab tafsir lain yang banyak diisi oleh riwayat-riwayat israiliyat (al-Tafsir wa al-Mufassirun, juz 1, hlm. 170).