Mengenal tafsir fiqhi dan kitab-kitabnya penting bagi siapa saja yang hendak mengkaji Al Quran. Al Quran sendiri menurut al-Ghazali dalam al-Mustasfa berisikan sekitar 500 ayat yang berkaitan dengan hukum. Karena itu, tulisan ini akan mengajak pembaca mengenal tafsir Fiqhi dan ragam kitabnya.
Al Quran merupakan sumber utama hukum Islam. Ibn hazm menyatakan, tidak ada satu bab dalam diskursus fikih kecuali memiliki dasar dari al-Kitab dan as-sunnah. Ini menunjukkan bahwa para ulama ahli fikih itu juga dituntut untuk mampu menafsirkan Alquran, khususnya ayatul ahkam (ayat-ayat hukum).
Tafsir fiqhi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai penafsiran atas ayat Al Quran yang berhubungan dengan fikih. Dalam hal ini, biasanya mufassir hanya membahas aspek fiqhiyyah saja dan mengabaikan aspek lain dari ayat Alquran seperti teologi, akhlak dan tasawwuf serta kisah-kisahnya. Baca juga: Ragam Corak Tafsir Al-Quran
Pengkhususan ini di satu sisi dianggap sebagai sebuah kekurangan. Tapi, di sisi lain justru merupakan nilai lebih dari tafsir fiqhi. Dengan hanya membahas aspek fikih, pembahasan dapat lebih mendalam dan komprehensif.
Perkembangan tafsir fiqhi
Tafsir dengan corak fikih secara praktik telah muncul sejak masa Nabi dan sahabat. Para sahabat dahulu senantiasa memperhatikan kandungan hukum ayat sebagaimana yang disinggung dalam hadis berikut:
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ قَالَ:إِذَا كُنَّا نَتَعَلَّمُ الْعَشْرَ مِنَ الْقُرْآنِ لَمْ نَتَعَلَّمِ الْعَشْرَ الَّتِي بَعْدَهَا حَتَّى نَتَعَلَّمَ حَلَالَهَا وَحَرَامَهَا وَأَمْرَهَا وَنَهْيَهَا
“Diriwayatkan dari Abu Abdurrahman as-Sulami, ia berkata: “Ketika mempelajari sepuluh ayat dari Al Quran, kami tidak beranjak ke sepuluh ayat berikutnya kecuali telah paham petunjuk halal, haram, perintah dan larangan ayat””. (HR. Abdurrazzaq no. 6027).
Perbedaan pandangan fikih sebab perbedaan tafsir bahkan telah terjadi di kalangan sahabat. Di antaranya sebagaimana yang diceritakan Az-Zahabi dalam at-Tafsir wa al-Mufassirun, perbedaan pendapat antara Umar dan Ali tentang jangka waktu iddah perempuan hamil yang ditinggal mati suaminya. Baca juga: Melihat Respon Adz-Dzahabi atas Perdebatan Tafsir Nabi
Menurut Umar, masa iddah perempuan tersebut ialah sampai ia melahirkan. Sementara menurut Ali, iddahnya ialah masa terlama antara waktu melahirkan atau empat bulan sepuluh hari.
Adapun secara tertulis, karya tafsir yang khusus membahas ayat hukum pertama kali dilakukan oleh Muqatil bin Sulaiman al-Khurasani dengan kitabnya yang berjudul Tafsir al-Khamsimi’ah Ayah min al-Qur’an fi al-Amr wa an-Nahy wa al-Halal wa al-Haram.
Mengenal kitab tafsir Fiqhi
Selain tafsir karangan Muqatil bin Sulaiman di atas, terdapat karya-karya lain bertemakan tafsir fiqhi yang tidak terhitung jumlahnya. Di antara karya-karya tersebut ada yang menafsirkan ayat-ayat ahkam secara tematik. Ada pula yang menafsirkan keseluruhan Al Quran, namun menekankan pembahasannya pada ayat-ayat yang membicarakan hukum. Baca juga: Siapa Saja Mufassir di Era Sahabat? Edisi Abdullah Ibn Abbas
Berikut beberapa kitab tafsir fiqhi yang diklasifikasikan berdasarkan kecenderungan mazhabnya:
- Tafsir fiqhi mazhab hanafi
Ahkam al-Qur’an karya Ali al-Qumi (350 H), Ahkam al-Qur’an karya al-Jassas (370 H), Takhlis Ahkam al-Qur’an karya Ibn Siraj al-Qunawi (770 H) dan at-Tafsirat al-Ahmadiyyah fi Bayan al-Ayat ash-Shar’iyyah karya Ahmad bin Abu Sa’id al-Hanafi (1130 H).
- Tafsir fiqhi mazhab maliki
Ahkam al-Qur’an karya Ismail bin Ishaq al-Maliki (282 H), Ahkam al-Qur’an karya Abu Bakar bin Muhammad al-Baghdadi (305 H), Ahkam al-Qur’an karya Ibnu al-‘Arabi (543 H) dan al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubi (671 H).
- Tafsir fiqhi mazhab syafi’i
Ahkam al-Qur’an karya Imam Syafi’i (204 H), Ahkam al-Qur’an karya Ibrahim bin Khalid al-Baghdadi (240 H), al-Qaul al-Wajiz fi Ahkam al-Kitab al-‘Aziz karya Shihabuddin as-Samin (756 H), al-Iklil fi Istibat al-Tanzil karya Jalaluddin as-Suyuti (911 H) dan Hidayah al-Hayran fi Ba’di Ahkam Tata’llaq bi al-Qur’an karya Abdullah bin Muhammad at-Tablawi (1027 H).
- Tafsir fiqhi mazhab hanbali
Ahkam al-Qur’an karya Abu Ya’la Muhammad bin al-Farra’ (458 H) dan Ihkam al-Ra’i fi Ahkam al-Ay karya Shamsuddin Muhammad bin Abdurrahman al-Hanbali (776 H).