Salah satu peran hadis adalah sebagai penjelas bagi Alquran. Sebagian hadis hadir untuk menjelaskan atau menafsiri kata atau kalimat dalam Alquran yang memerlukan penjelasan lebih lanjut. Jumlah hadis kategori ini amat banyak sebab inilah fungsi yang paling esensial bagi hadis. Hal ini telah ditegaskan dalam surah An-Nahl ayat 44:
{وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ} [النحل: 44]
Kami turunkan Ad-Dzikr (Alquran) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan (Q.S. Al-Nahl [16]: 44).
Dalam hal ini hadis berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan) atau sebagai bayan tafsiri, yaitu menafsiri ayat-ayat Alquran serta mengungkapkan rahasia makna yang dikandungnya [al-Dhau’ al-Lami’ al-Mubin ‘an Manahij al-Muhaddisin, hal. 59].
Fungsi hadis sebagai penafsir terhadap Alquran ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam. Meskipun ada yang menghitungnya hanya tiga.
Menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat mujmal
Lafal mujmal adalah satu kata atau kalimat yang konotasi maknanya masih belum jelas dan mengandung unsur ambiguitas [Syarah Jam’u al-Jawami’, juz 2, hal. 65].
{وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ} [البقرة: 83]
Dirikanlah salat dan tunaikkanlah zakat… (Q.S. Al-Baqarah [2]: 83).
Ayat di atas mengandung perintah melakukan salat, tetapi Alquran tidak menjelaskan bagaimana tata cara pelaksanaan salat. Perincian cara pelaksanaannya justru diketahui dari Baginda Rasulullah saw. Beliau bersabda:
صلواكما رأيتموني أصلِي
Salatlah kalian sebagaiman kalian melihat aku salat (H.R. Bukhari).
Baca Juga: Empat Peran Hadis dalam Menafsirkan Alquran
Berdasarkan hadis tersebut dapat diketahaui bahwa tata cara pelakasanaan salat adalah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah. Tata cara salat dapat diketahui melalui hadis fi’li (hadis yang berasal dari perbuatan Rasul) yang diriwayatkan oleh para sahabat yang melihat langsung salat yang dilakukan Rasul.
Rasulullah sendiri telah mendemonstrasikan tata cara salat di hadapan para sahabat. Mulai dari takbir, bacaan dalam salat, gerakan-gerakan dalam salat, dan segala hal yang berkaitan dengan salat.
Mengkhususkan ayat-ayat umum
Maksudnya hadis berfungsi mengkhususkan cakupan ayat yang bersifat umum seperti dalam masalah waris yang disinggung dalam surah An-Nisa’ ayat 11:
{يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ} [النساء: 11]
Allah mewasiatkan kepadamu tentang anak-anakmu; bagian anak laki-laki sama dengan dua bagian anak perempuan (Q.S. An-Nisa’ [04]: 11).
Baca juga: Hadis sebagai Muqarrir terhadap Alquran
Kata أَوْلَادِكُمْ (anak-anak) yang tersebut di atas bersifat umum mencakup semua anak, bahwa setiap anak mendapatkan hak waris dari orang tuanya meskipun dia adalah anak keturunan nabi. Keumuman hadis ini kemudian dikhususkan atau dibatasi cakupan hukumnya oleh hadis bahwa keturunan nabi tidak mendapatkan warisan. Sabda beliau:
لا نورث ما تركناه صدقة
Kami (para nabi) tidak diwarisi. Semua yang kami tinggalkan adalah sedekah (H.R. Bukhari).
Selain hadis di atas, ayat tersebut juga di-takhsis oleh hadis lain yang menyatakan bahwa anak yang membunuh orang tuanya tidak mendapatkan warisan. Seperti dalam termaktub dalam Sunan al-Darimi sebagai berikut:
لا يرث القاتل
Orang yang membunuh tidak mendapatkan warisan (H.R. Al-Darimi).
Membatasi ayat-ayat mutlak.
Terkadang ayat Alquran menggunakan kalimat muthlaq yang mengandung berbagai kemungkinan makna. Dalam hal ini, hadis memberikan batasan terhadap ayat-ayat yang bersifat muthlaq sehingga menjadi jelas makna yang dikehendaki. Contohnya adalah hadis Nabi yang memberikan penjelasan tentang batasan pemotongan tangan pencuri yang disebutkan dalam Alquran secara muthlaq, yaitu:
{ وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا } [المائدة: 38]
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya.
Baca juga: Tafsir Ahkam: Hukuman bagi Pencuri dan Beberapa Ketentuannya
Bila diperhatikan ayat di atas, Alquran tidak menjelaskan secara rinci tangan apa yang dimaksudkan; kiri ataukah kanan atau kedua-duanya? Begitu juga batasan tangan yang dikehendaki. Dalam hal ini hadis datang untuk menjelaskan kepada umat bahwa tangan yang dimaksud punya batasan yaitu tangan kanan dari ujung jari-jari hingga pergelangan tangan saja [ad-Dhau’ al-Lami’ al-Mubin ‘an Manahij al-Muhaddisin, hal. 59].
Menjelaskan lafal musykil
Lafal musykil adalah lafal yang konotasi maknanya masih samar sehingga butuh instrumen pendukung untuk bisa didapatkan pemahaman yang tepat [Ushul Fiqh al-Islami, juz 1, hal. 326]. Sebagian ulama tidak menyebutkan taudihul musykil (penjelas yang musykil) ini bagian dari fungsi mubayyin-nya hadis terhadap Alquran.
Menurut ulama yang menambahkan taudihul musykil dalam fungsi hadis mencontohkannya dengan hadis yang menjelaskan makna lafal al-khaith al-abyath (benang putih) dan al-khaith al aswad (benang hitam) dalam ayat:
{وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ} [البقرة: 187]
Makan dan minumlah kalian sampai tampak jelas bagi kalian antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar (Q.S. Al-Baqarah [02]: 187).
Baca juga: Tidak Semua Lafal Alquran Mudah Dipahami, Kenali Lafal-Lafal Khafi ad-Dalalah
Sebagian sahabat memahani maksud ayat itu adalah benang secara hakikat sampai-sampai dia menyediakan dua benang putih dan hitam di kasurnya lalu melihat keduanya menjalang subuh untuk memastikan apakah fajar masuk atau belum [Mafatih al-Ghaib, juz 5, hlm. 273].
Dalam hal ini Rasulullah menjelaskan bahwa maksud ayat itu bukan seperti yang dipahami sahabat tersebut, tetapi maksudnya adalah gelap malam dan sinar fajar. Beliau bersabda:
إِنَّمَا ذَلِكَ سَوَادُ اللَّيْلِ وَبَيَاضُ النَّهَارِ
Sesungguhnya (yang dimaksud dengan) hal itu adalah hitam (gelap)-nya malam dan putih (cerah)-nya siang (H.R. Bukhari dan Muslim).