Hidup dalam realitas kemajemukan seperti di Indonesia memang rentan menimbulkan gesekan-gesekan yang berujung kepada perpecahan sehingga sikap yang tepat untuk menyikapi realitas tersebut adalah dengan berusaha menerima kelompok lain yang berbeda kultur, agama dan tradisi. Ini yang disebut dengan perbedaan adalah keniscayaan dan toleransi adalah keharusan.
Kita harus mengakui bahwa Allah swt. memang tidak menakdirkan dunia ini seragam agar keseimbangan alam dapat terjaga. Dualisme antara yang baik dan yang buruk, siang dan malam, laki-laki dan perempuan harus mewarnai kehidupan di dunia ini.
Baca Juga: Praktik Toleransi Antar Umat Beragama dalam Surah Yunus: 99-100
Ayat Alquran yang dikutip berikut ini bisa dijadikan sebagai pembenar bahwa memang perbedaan adalah keniscayaan. Dalam surah al-Maidah ayat 48, Allah swt. berfirman,
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukanNya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” Q.S. al-Maidah [05]: 48.
Ayat serupa yang juga berbicara mengenai keniscayaan sebuah perbedaan sangatlah banyak. Di antaranya yaitu firman Allah dalam surat Yunus ayat 99,
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman?” Q.S. Yunus [10]: 99.
Menurut Sayyid Thanthawi, ayat di atas diproyeksikan untuk menghibur Nabi Saw. supaya dapat menerima kenyataan bahwa manusia tidak semuanya beriman. Sebagai seorang utusan Allah, beliau saw. sangat menginginkan semua umatnya menerima dan mengimani risalah yang beliau sampaikan, akan tetapi, takdir dan kehendak Allah berkata lain. Tugas beliau adalah tabligh (menyampaikan risalah) saja, sehingga ketika ada orang yang menolak ajarannya maka itu sudah menjadi bagian dari takdir Tuhan yang tidak bisa diubah oleh siapapun.
Baca Juga: Toleransi Tidak Terbatas untuk non-Muslim
Aturan Islam Mengenai Interaksi dengan Kelompok Lain
Merespon perbedaan yang niscaya, Islam sedari awal mempunyai semboyan yang cakupannya tidak hanya merupakan agama yang menebar kasih sayang kepada yang seagama, tapi juga terhadap agama lain, pun dengan perbedaan-perbedaan yang lain.
Adapun terkait interaksi dengan umat beragama lain, Islam telah menggariskan aturan-aturan yang sangat indah. Dalam kondisi damai, Islam sangat getol menyuarakan perlindungan hak-hak umat beragama lain untuk tetap hidup dengan tentram dan damai tanpa ada gangguan baik terhadap jiwa, harta maupun kehormatan.
Bahkan dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. pernah memberi ancaman kepada orang yang menyakiti atau membunuh non-muslim yang dalam lingkungan damai. Beliau bersabda,
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
Seseorang yang membunuh orang kafir mu’ahad (non muslim yang beramai dengan umat islam) maka ia tidak akan pernah mencium wangi surga. Padahal, wangi surga dapat tercium dari jarak perjalanan 40 tahun. (HR. al-Buhkari no. 3166)
Apa yang disabdakan Nabi Muhammad saw. Di atas sangat bertentangan dengan kelompok teroris yang melakukan bom bunuh diri yang mengatas namakan jihad. Mirisnya, tindakan yang mereka lakukan itu bukan hanya menyasar umat beragama lain tetapi terkadang orang-orang Islam juga kerap menjadi korban.
Jangankan sampai membuhuh, menyakiti non-muslim dalam bingkai suasana perdamaian juga sangat dikecam oleh Nabi. Dalam hadis lain Beliau saw. pernah bersabda
Barang siapa yang menyakiti kafir dzimmi (non muslim yang hidup di bawah perlindungan negara islam) maka dia sama dengan menyakitiku.
Baca Juga: Larangan Memaki Sesembahan Non-Muslim: Salah Satu Ajaran Toleransi Dalam al-Quran
Dari sikap Nabi Saw. tersebut, dapat kita katakan bahwa Islam sangat menjaga kehormatan dan keselamatan non-muslim yang hidup bersama-sama umat islam. Menyakiti mereka dengan mengatasnamakan agama dan keyakinan adalah tindakan kriminal dan pelakunya harus segera ditindak dengan tegas. Sebab, tindakan tersebut dapat mengusik kerukunan dan ketentraman yang telah terjain di masyarakat.
Kita tidak bisa memaksa semuanya sama, karena seperti di awal telah dikatakan bahwa perbedaan adalah keniscayaan. Hal yang harus dilakukan untuk merespon keniscayaan itu adalah toleransi, dan hal ini merupakan sebuah keharusan. Wallah a’lam.