Penamaan merupakan proses yang selalu terjadi dalam masyarakat. Dalam buku berjudul “Names in focus: an introduction to Finnish onomastics” Sjöblom dkk (2012) menegaskan, nama selalu muncul dalam interaksi antara manusia dengan komunitas bahasa serta lingkungannya.
Para pakar linguistik menemukan, terdapat dua macam penamaan yakni penamaan arbitrer dan penamaan nonarbitrer. Penamaan arbitrer berarti tidak adanya hubungan antara nama dan makna nama tersebut. Dalam buku berjudul “Language and meaning”, Birner (2017) menyatakan bahwa bahasa merupakan hasil dari proses penamaan, melibatkan sistem lambang bunyi yang umumnya bersifat arbitrer yakni tidak adanya hubungan antara kata dan makna kata tersebut.
Sebagai contoh, dalam Bahasa Indonesia, kata “kursi” merujuk kepada benda yang lazim digunakan sebagai tempat duduk. Ketika ditelusuri, tidak ada hubungan antara kata “kursi” dengan tempat duduk. Oleh karena itu, “mengapa kursi disebut kursi?” merupakan sebuah pertanyaan yang salah karena menanyakan sesuatu yang tidak ada.
Pertanyaan tersebut boleh saja dianggap benar, namun tidak ada jawaban untuk pertanyaan tersebut karena memang tidak ada alasan mengapa kursi disebut kursi sekaligus tidak ada hubungan antara kata “kursi” dengan benda yang disebut kursi.
Baca Juga: Nama dan Penamaan Surah dalam Alquran
Pertanyaan lain yang juga salah adalah mengapa masyarakat Indonesia menyebut “kursi” sebagai “kursi”. Mengapa mereka tidak menyebut “kursa” atau “kurso” atau “lursi” atau apapun itu. Seperti penjelasan sebelumnya, tidak ada alasan mengapa masyarakat Indonesia menyebut “kursi”. Oleh karena itu, tidak ada pula alasan mengapa mereka tidak menyebut tempat duduk dengan sebutan lain.
Satu-satunya jawaban untuk permasalahan tersebut adalah, masyarakat Indonesia sepakat (konvensi) untuk menyebut benda tempat duduk sebagai “kursi”. Ketika mereka sepakat dan mereka menggunakannya dalam interaksi sosial, kata “kursi” tersebut terus berkembang hingga saat ini tanpa perlu bertanya atau mencari alasan dibalik penamaan kata “kursi” tersebut.
Lebih dari itu, masyarakat Indonesia menamai benda tempat duduk sebagai “kursi”. Masyarakat Inggris menamai benda yang sama sebagai “chair”. Masyarakat di tempat lain menamai dengan nama lain lagi. Andaikata terdapat hubungan antara nama dengan yang dinamai, seluruh manusia hanya menamai satu nama untuk setiap benda. Alhasil, penamaan merupakan proses kesepakatan antar penutur suatu bahasa dan umumnya bersifat arbitrer.
Jenis penamaan yang kedua adalah penamaan nonarbitrer. Dalam penamaan model ini, terdapat hubungan antara nama dan makna nama tersebut. Karena adanya hubungan, pertanyaan mengapa sesuatu dinamai dengan nama tertentu adalah pertanyaan yang wajar dan layak ditelusuri. Karena adanya hubungan pula, pertanyaan mengapa sesuatu tidak dinamai dengan nama lain juga layak ditelusuri.
Dalam Bahasa Indonesia, contoh penamaan nonarbitrer adalah nama-nama benda atau binatang yang dinamai berdasarkan tiruan bunyi atau suara yang ditimbulkan oleh benda atau binatang tersebut. Kata-kata tiruan tersebut sebenarnya hanya mirip dan tidak persis sama. Hal tersebut karena benda atau binatang yang mengeluarkan bunyi itu tidak mempunyai alat fisiologis seperti manusia dan juga karena sistem fonologi setiap bahasa tidak sama.
Dalam sebuah artikel berjudul “Language naming in Indigenous Australia: a view from western Arnhem Land” dan diterbitkan di Jurnal Multilingua, Vaughan dkk (2023) menegaskan, meskipun nama dan makna bahasa terkadang cukup jelas dan pasti, namun nama dan makna tersebut terkadang juga terikat pada konteks.
Dalam sebuah artikel berjudul “An investigation of iconic language development in four datasets” dan diterbitkan di Journal of Child Language, Sidhu dkk (2022) juga menegaskan, kemiripan antara bentuk dan makna dalam bahasa merupakan salah satu contoh proses nonarbitrer dalam suatu bahasa.
Demikianlah proses penamaan yang terjadi dalam interaksi manusia. Meskipun penamaan pada umumnya bersifat arbitrer, namun terdapat pula penamaan yang nonarbitrer. Untuk selanjutnya, tulisan ini akan membahas penamaan surah di dalam Alquran.
Baca Juga: Rahasia Sapi Di Balik Penamaan Surah Al-Baqarah
Penamaan Surah Alquran
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait latar belakang penamaan surah Alquran. Sebagian ulama menyatakan bahwa penamaan surah Alquran merupakan persoalan tauqifi yakni telah ditetapkan oleh Rasulullah berdasarkan wahyu. Ulama lain menyatakan bahwa penamaan tersebut merupakan ijtihad sahabat Rasulullah. Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, penelusuran hikmah di balik penamaan surah Alquran merupakan aktivitas yang penting untuk dilakukan.
Alquran memiliki 114 surah. Setiap surah memiliki nama tersendiri, bahkan sebagian surah memiliki lebih dari satu nama. Uniknya, penamaan setiap surah memiliki alasan tersendiri. Dalam Tafsir al-Munir, Wahbah az-Zuhaili menguraikan alasan penamaan 114 surah tersebut. Uraian berikut akan menguraikan alasan penamaan beberapa surah sebagaimana tersebut dalam Tafsir Al-Munir.
Surah kedua dalam Alquran dinamai surah al-Baqarah. Surah ini terdiri dari 286 ayat dan merupakan surah terpanjang dalam Alquran. Surah ini disebut “al-Baqarah” yang berarti “lembu” karena surat tersebut memuat kisah tentang lembu. Allah memerintahkan Bani Israil untuk menyembelih lembu tersebut lalu memukulkan bagian dari lembu tersebut terhadap badan korban pembunuhan. Kisah menarik tersebut dimulai dari Q.S. al-Baqarah [2]: 67.
Surah kelima dalam Alquran disebut surah al-Ma’idah. Surah ini disebut “Al-Ma’idah” yang berarti “hidangan” karena di dalam surah tersebut terdapat kisah turunnya hidangan dari surga. Para pengikut Nabi Isa meminta Nabi Isa untuk memohon kepada Allah agar Allah menurunkan hidangan dari surga untuk mereka. Allah menurunkan hidangan tersebut sebagai bukti kebenaran kenabian Nabi Isa.
Surah ke 18 dalam Alquran merupakan surah al-Kahfi. Surah ini dinamakan “al-Kahfi” yang berarti “gua” karena surah ini memuat kisah beberapa pemuda yang berlindung ke dalam gua lalu tertidur di dalamnya selama ratusan tahun. Kisah unik dan ganjil ini termaktub dalam Q.S. al-Kahfi [18]: 9-26. Kisah ini merupakan bukti nyata bahwa Allah maha berkuasa atas segala sesuatu.
Surah ke 19 dalam Alquran merupakan surah Maryam. Disebut Surah “Maryam” karena surah ini memuat kisah kehamilan Maryam tanpa suami serta kelahiran putranya yakni Nabi Isa. Surah ini juga menceritakan peristiwa-peristiwa menakjubkan yang menyertai kelahiran Nabi Isa serta ucapan dan pengakuan Nabi Isa saat masih bayi dan berada dalam buaian.
Surah ke 30 dalam Alquran merupakan surah ar-Rum. Dinamakan “ar-Rum” karena surah ini dibuka dengan berita kemenangan bangsa Romawi. Kemenangan tersebut benar-benar terjadi dan merupakan salah satu mu’jizat Alquran yakni mampu mengabarkan sesuatu yang akan terjadi dimasa mendatang.
Baca Juga: Mengenal Nama-nama Lain Surah Al-Fatihah dan Penjelasan Hadisnya
Demikianlah alasan penamaan surah di dalam Alquran. Alasan tersebut menunjukkan bahwa penamaan surah Alquran tidak serta merta, bukan kesepakatan tetapi mempertimbangkan alasan-alasan tertentu. Alasan tersebut juga menunjukkan bahwa penamaan surah Alquran bersifat nonarbitrer yakni terdapat hubungan antara nama dengan sesuatu yang dinamai. Kenyataan ini menambah daftar penamaan nonarbitrer ditengah banyaknya penamaan arbitrer. Wallahu a’lam