BerandaUncategorizedMemahami Makna Arafah

Memahami Makna Arafah

Arafah merupakan hari kesembilan dari bulan Zulhijah yang menjadi puncak haji, dimana jutaan jamaah menjalankan wukuf di padang Arafah sehari sebelum tiba hari raya Iduladha. Hari Arafah juga menjadi momentum untuk berpuasa, berdoa, berzikir bagi umat muslim di seluruh dunia yang tidak menunaikan ibadah di tanah suci, sebab agungnya kemuliaan yang Allah turunkan pada hari tersebut. Makna dari Arafah tidak hanya merujuk pada hari, namun juga merujuk pada tempat yang digunakan untuk wukuf dalam proses ibadah haji.

Arafah: Tempat dan Hari Para Jamaah Haji Melaksanakan Wukuf

Dalam Alquran, kalimah Arafah dengan berbagai derivasinya disebut sebanyak 70 Kali, sedangkan untuk penyebutan kata Arafah hanya terdapat dalam QS. Albaqarah ayat 198. Para ulama berbeda pendapat tentang arti dari Arafah, karena penyebutan dalam ayat tersebut menggunakan bentuk jamak (‘Arafat).

Ada yang mengatakan Arafah pada ayat tersebut merujuk pada nama sebuah tempat, sebagaimana at-Thabari (3/429) menyebutkan riwayat dari Ali bin Abi Thalib bahwa Allah memerintahkan Nabi Ibrahim berhaji, ketika tiba di Arafat Jibril menjelaskan manasik haji, namun kemudian Nabi Ibrahim berkata, “Aku sudah tahu.” Oleh sebab itulah diberi nama Arafat. Sementara riwayat dari Ibnu Abbas bahwa Arafat ialah tempat wukuf yang terletak di balik bukit Uranah. (Tafsir Ibnu Abi Hatim, 1/353)

Baca Juga: Makna ‘Al-Hajj Al-Akbar’ Menurut Para Mufasir

Adapun menurut al-Naisaburi, penyebutan Arafah baik secara tunggal (‘Arafah) maupun jamak (‘Arafat), keduanya merupakan nama benda. Penunjukan secara tunggal berarti bahwa setiap bagian dari bumi padang pasir tersebut merupakan bumi ‘Arafah. Penyebutan secara jamak menunjukkan himpunan dari bagian-bagian padang pasir tersebut.

Sementara menurut al-Khazin, penyebutan secara jamak itu menunjukan suatu tempat (padang pasir), sedangkan penyebutan secara tunggal menunjukan hari, yaitu hari Arafah tanggal sembilan Zulhijjah. (Arafah: Ensiklopedia Alquran, 193)

Dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib (5/325) dikutip beberapa pendapat, bahwa Arafah diambil dari kata i’tiraf (pengetahuan) karena pada hari tersebut umat Islam mengetahui dan membenarkan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang harus disembah.

Pendapat lain, bahwa Arafah mempunyai makna bau yang harum. Artinya, dengan melaksanakan ibadah haji di Arafah, menunjukkan bahwa orang ingin bertobat melepas semua kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan dan menghindar dari perbuatan dosa. Dengan demikian, secara tidak langsung orang sedang berusaha untuk mendapatkan surga di sisi Allah, dan kelak akan memiliki bau yang harum di surga.

Baca Juga: Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 201 dan Doa Ketika Berhaji

Seperti firman Allah dalam QS. Muhammad ayat 6. Penjelasan ayat tersebut menurut Imam ar-Razi adalah bahwa orang-orang yang berdosa ketika bertobat di tanah Arafah, mereka telah terlepas dari kotoran-kotoran dosa, dan berusaha dengan (ibadah)nya di sisi Allah sehingga akan menjadi jiwa yang harum (terbebas dari dosa dan kesalahan).

Hal itu sebagaimana pula dalam hadis yang diriwayatkan Thalhah bin Ubaidillah, Nabi saw bersabda: “Tiada terlihat setan pada hari yang dia merasa lebih kecil lebih, terusir, lebih terhina, dan lebih marah ketimbang hari Arafah. Hal itu itu tak lain dikarenakan pada hari itu ia melihat turunnya rahmat Allah dan terhapusnya dosa-dosa besar manusia.” (HR. Imam Malik)

Karenanya, Imam Ghazali dalam kitab Asrar al-Hajj (h.17) menerangkan dengan mengutip hadis yang diriwayatkan Imam al-Khatib, Imam Abu Manshur, dan Imam al-Dalami, bahwa orang yang meragukan ampunan dan rahmat Allah pada hari Arafah akan mendapatkan dosa besar, padahal Allah pasti akan mengampuni hambaNya.

Kemuliaan Hari Arafah (9 Zulhijah) Bagi Seluruh Umat Muslim

Arafah juga merujuk pada hari yakni hari ke-9 Zulhijah, yang kemudian disebut dengan hari Arafah. Makna dari hari Arafah adalah hari yang paling agung di dunia, di mana Allah mengampuni dosa-dosa umat Islam bukan hanya yang sedang wukuf, melainkan di segala penjuru dunia mana kala mereka membentangkan diri untuk mendapatkan anugerah Allah yang dicurahkan pada hari tersebut dengan ibadah dan doa yang sungguh-sungguh.

Baca Juga: Momentum Hari Arafah: Nabi Ibrahim a.s. dan Pengorbanan Cinta

Rasulullah bersabda, “Jika tiba hari Arafah, tidaklah seseorang masih mempunyai setitik iman dalam hatinya melainkan ia akan diampuni. Lantas ada yang bertanya: Wahai Rasulallah, apakah terkhusus bagi yang wukuf di Arafah saja atau untuk semua manusia? Rasulullah menjawab: Untuk semua manusia”. (HR. Abu Daud)

Dalam riwayat hadis lain Rasulullah bersabda: “Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)

Dengan demikian, puasa sunnah Arafah menjadi salah satu ibadah yang dianjurkan bagi umat Muslim yang tidak menjalankan ibadah haji di tanah suci. Selain itu dianjurkan pula untuk memperbanyak  doa dan dzikir di hari Arafah sebab Rasulullah bersabda:

“Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah. Dan sebaik-baik perkataan yang aku ucapkan begitu juga Para Nabi sebelumku adalah:

لاَ إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Tiada tuhan selain Allah yang Maha Esa, tiada sekutu baginya. Kerajaan dan pujian hanyalah miliknya. Maha menghidupkan dan mewafatkan. Dan Dia berkuasa atas segalanya.” (HR. Tirmidzi)

Wallahu a’lam.

Rasyida Rifaati Husna
Rasyida Rifaati Husna
Khadimul ilmi di Pondok Pesantren Darul Falah Besongo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...