Surah Al-Ma’idah [5]:50 merupakan salah satu ayat paling tegas dalam Alquran yang mengecam penolakan manusia terhadap hukum Allah dan kecenderungan mereka memilih aturan serta nilai-nilai yang bersumber dari hawa nafsu. Kecenderungan manusia berpaling dari petunjuk wahyu bukan hanya masalah hukum, tetapi juga menyangkut moral, etika, dan cara hidup. Hedonisme, materialisme dan kemerosotan moral adalah contoh nyata bagaimana nilai-nilai jahiliyah muncul kembali di era modern.
Berikut redaksi ayat dan terjemah dari surah al-Ma’idah [5] ayat 50,
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?”
Ayat ini menjadi lensa kritis untuk melihat bahwa bagaimana masyarakat modern yang bangga dengan rasionalitas dan kemajuan teknologinya, sebenarnya sedang mengulang kembali masalah-masalah jahiliyah, hanya saja dengan bentuk yang lebih modern dan canggih.
Baca Juga: 5. Al-Maidah 41-50
Makna Jahiliyah dalam Alquran
Kata jahl berasal dari bahasa arab yang diambil dari kata جهل- يجهل- جهل yang bermakna tidak tahu, bodoh. Al-Raghib al-Asfahani dalam Mu’jam Mufradat al-Alfadz al-Qur’an makna kata jahl dibedakan menjadi tiga tingkatan;
Pertama, kosongnya jiwa dari ilmu (makna asal). Kedua, meyakini hal yang keliru atau tidak sesuai dengan kenyataan. Ketiga, melakukan perbuatan yang salah (tidak sesuai kebenaran). Perbuatan ini bisa karena meyakini itu benar, atau bahkan karena sadar salah namun didorong hawa nafsu.
Pada dasarnya, jahiliyah adalah istilah untuk segala sikap atau perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam, baik pelanggaran besar yang bisa menjerumuskan pada kekafiran maupun pelanggaran kecil yang tidak sampai ke sana.
Semua itu disebut jahiliyah karena setiap tindakan yang menyalahi ajaran Islam tidak mungkin lahir dari ilmu, tetapi dari kebodohan. Baik pelanggaran itu disebabkan karena ketidaktahuan atau karena didominasi oleh hawa nafsu yang mengalahkan dorongan keimanan.
Tiga Pilar Jahiliyah Modern
Hedonisme. Budaya digital yang mengejar kesenangan serba cepat. Di media sosial, banyak orang berlomba memamerkan kehidupan mewah. Hal ini membuat mereka menganggap kekayaan sebagai standar kebahagiaan, sehingga ikut bergaya mewah meskipun sebenarnya tidak punya cukup uang.
Materialisme. Banyak orang mengukur nilai diri berdasarkan harta, barang mewah, atau jabatan sehingga mengira kebahagiaan hanya datang dari materi. Akibatnya, membuat manusia terjebak ambisi tanpa batas dan jauh dari keseimbangan hidup.
Kemerosotan moral. Saat ini, ada perubahan besar pada nilai moral di masyarakat. Banyak perilaku yang sebelumnya dianggap tidak pantas atau tabu justru sekarang dipandang sebagai hal yang biasa dan wajar. Perubahan ini terjadi begitu cepat dan dipengaruhi oleh banyak faktor.
Akibatnya, sulit membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Nilai-nilai etika tidak lagi diyakini berlaku untuk semua orang. Banyak individu kini cenderung menentukan standar moralnya sendiri, seringkali demi kenyamanan pribadi atau sekadar mengikuti arus tren yang sedang populer.
Ketiga fenomena di atas dengan jelas menunjukkan bahwa masyarakat modern sedang bergerak menjauh dari nilai-nilai ilahi yang mendasar. Akibatnya, kita seringkali kehilangan arah moral dan menjadi sangat rentan terjerumus pada berbagai perilaku merusak, baik bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitar.
Baca Juga: Body Shaming, Repetisi Histori al-Hujurat Ayat 11 Sebagai Budaya Jahiliyah Modern
Kontekstualisasi Makna Jahiliyah Modern Menurut Pandangan Sayyid Qutb
Sayyid Qutb dalam karya tafsir monumentalnya, Fi Dzilal al-Qur’an, memberikan makna yang kontekstual terhadap makna Jahiliyah. Menurutnya, Jahiliyah bukan sekadar kebodohan atau nama untuk masa sebelum Islam di Arab. Maknanya jauh lebih dalam.
Jahiliyah tidak terbatas hanya pada suatu masa dalam rentang waktu sejarah manusia, namun jahiliyah adalah inti atau substansi masalah yang bisa muncul dalam berbagai wujud dan bentuk. Kemunculannya akan menyesuaikan dengan lingkungan, situasi, kondisi, serta waktu dan tempat yang berbeda-beda.
Jahiliyah adalah setiap sistem hidup yang aturannya tidak bersumber dari Allah, melainkan dari keinginan dan pikiran manusia. Jahiliyah bisa muncul kapan saja, termasuk di zaman modern, yaitu ketika manusia lebih mengikuti hawa nafsu dan menjadikan dunia sebagai tujuan utama.
Pandangan Sayyid Qutb sangat relevan dengan zaman sekarang. Gaya hidup konsumtif, saling sikut demi harta dan hidup serba instan adalah bukti bahwa Jahiliyah muncul lagi di era modern.
Kemajuan teknologi tidak menjamin majunya moralitas. Kecanggihan pengetahuan justru bisa mempercepat kerusakan jika tidak diimbangi kesadaran Ilahi. Kesadaran ini bukan berarti kita harus anti terhadap hal-hal modern, tetapi memastikan bahwa kemajuan tidak mengorbankan kemanusiaan dan akhlak.
Meskipun dalam ayat ini Sayyid Qutb tidak mengaitkan dengan konteks masa sekarang dalam penafsirannya, penjelasannya di ayat lain menegaskan bahwa jahiliyah bukan hanya peristiwa yang terjadi di masa lampau. Ia dapat muncul kapan saja dan di mana saja selama cara hidup manusia menyerupai perilaku jahiliyah dahulu.
Baca Juga: Kritik Al-Quran Terhadap Fenomena Pembunuhan Anak Di Masa Jahiliyah
Maka dari itu, membaca ulang ayat ini dalam konteks modern adalah panggilan spiritual, bukan hanya sekadar diskusi akademik. Hedonisme, materialisme, dan kemerosotan moral bukan sekadar masalah sosial, tetapi tanda jelas bahwa manusia sudah menjauh dari jalan keselamatan yang Allah tetapkan. Wallahu a’lam[]

![Jahiliyah Modern: Membaca Ulang Al-Mā’idah [5]:50 sebagai Kritik Hedonisme, Materialisme dan Kemerosotan Moral](https://tafsiralquran.id/wp-content/uploads/2025/12/2807131-218x150.jpg)















