Jangan Berprasangka Buruk! Renungkanlah Pesan Surat Al-Hujurat Ayat 12

Berprasangka Buruk
Larangan Berprasangka Buruk foto: fajarnet.net

Rasa ingin tahu yang berlebihan tentang keidupan orang lain, dibarengi dengan niat dan motif ‘khusus’ seringkali mendatangkan pikiran dan prasangka yang bermacam-macam. Sangat bersyukur kalau prasangka yang datang adalah pikiran yang baik atau husnu dzan. Bagaimana jika  sebaliknya, sangkaan yang muncul adalah prasangka yang buruk atau su’u dzan, tentu akan sangat berbahaya. Bagaimana petunjuk Al-Quran tentang larangan berprasangka buruk?

Allah melalui ayatNya mengingatkan kita semua tentang larangan berprasangka buruk dan bahaya yang ditimbulkannya,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ  اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.

Menurut Al-Qurthubi ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa dua sahabat Nabi saw yang menggunjing temannya. Nabi saw. punya kebiasaan ketika melakukan perjalanan ditemani seorang sahabat yang miskin, digabung dengan dua sahabat yang terbilang kaya. Kali ini membawa Salman dan dua orang sahabat yang lain.

Suatu ketika Salman lebih dulu pulang ke rumah, karena ia mengantuk ia pun tertidur dan belum sempat menyiapkan makanan untuk kedua sahabat yang kaya tadi. Ketika mereka berdua datang dan tidak menemukan makanan satupun akhirnya mereka menyuruh Salman untuk mendatangi Nabi, meminta makanan dan lauk kepada Nabi untuk mereka. Setelah sampai di tempat Nabi, Salman ternyata disuruh oleh Nabi untuk menemui Usamah bin Zaid, siapa tahu Usamah yang saat itu menjadi bendahara Nabi mempunyai makanan dan lauk yang bisa diberikan ke Salman. Salman langsung menemui Usamah dan ternyata Usamah pun sama, tidak mempunyai makanan apapun.

Salman kembali ke dua orang sahabat yang kaya tadi dan memberi tahu bahwa Nabi dan Usamah sedang tidak mempunyai makanan yang bisa diberikan. Mendengar laporan Salman, mereka berdua komentar, “Sebenarnya Usamah itu mempunyai sesuatu, tetapi ia pelit”. Salman kemudian diminta untuk menemui dekelompok sahabat yang lain, namun hasilnya tetap sama, tidak membawa makanan apapun.

Setelah kejadian ini, dua sahabat Rasulullah saw. yang kaya itu membicarakan dan memata-matai Salman dan Usamah, apakah benar Usamah tidak mempunyai makanan, juga apakah benar Salman sudah berusaha dengan maksimal untuk mencari makanan. Rasulullah mengetahui kelakuan dua orang sahabatnya tersebut dan bersabda, “mengapa saya melihat daging segar di mulut kalian berdua?” Mereka menjawab “Wahai Nabi Allah, Demi Allah kami hari ini tidak makan daging atau yang lainnya” Rasulullah menjawab “Tetapi kalian sudah memakan daging Salman dan Usamah”. Kemudian turunlah ayat 12 surat Al-Baqarah di atas.

Kisah yang terekam di atas kertas, sekarang banyak kita jumpai di dunia nyata, dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga. Salman dan Usamah tadi dikenal sebagai orang yang baik, namun karena suatu hal yang tidak sesuai dengan keinginan dua sahabat yang kaya tadi, akhirnya ia curiga dan berprasangka jelek, memata-matai, mencari-cari kesalahan, membicarakan aib mereka. Paket lengkap!

Berdasar pada bunyi ayat serta sebab turunnya tersebut, ada beberapa poin renungan yang dapat kita ambil sebagai pelajaran.

  1. Jangan berprasangka buruk terhadap orang yang baik, yang sudah diketahui secara dzahir bahwa ia baik. Pendapat ini dikutip oleh Al-Qurthubi melanjutkan tanggapan atas kisah Salman. Di sini Al-Qurthubi memahami larangan berprasangka buruk tersebut karena ditujukan kepada orang yang secara dzahirnya baik, karena berarti prasangka buruk tadi tidak berdasar, alias mengada-ada.

Sebagai contoh, karena sering pulang larut malam, maka seorang perempuan dituduh dan disangka perempuan nakal. Jangan gupuh untuk menuduh atau berprasangka buruk, karena akibatnya juga akan kembali kepada orang yang menuduh. Untuk kasus menuduh perempuan yang baik-baik tadi, Allah swt. sudah mengingatkan konsekuensinya dalam surat An-Nur ayat 4,

وَالَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ الْمُحْصَنٰتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوْا بِاَرْبَعَةِ شُهَدَاۤءَ فَاجْلِدُوْهُمْ ثَمٰنِيْنَ جَلْدَةً وَّلَا تَقْبَلُوْا لَهُمْ شَهَادَةً اَبَدًاۚ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berzina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik

  1. Larangan berprasangka buruk, karena su’u dzan akan menyakiti orang lain. At-Thabari menjelaskan bahwa dzan atau sangkaan yang dilarang pada ayat ini adalah prasangka yang dapat menyakiti orang lain. Sebab tersakitinya bisa jadi karena tidak senang mendengarnya atau bahkan karena hal yang disangkakan memang sama sekali tidak benar adanya.
  2. Larangan berprasangka buruk karena su’u dzan akan menyebabkan tindakan buruk lainnya yang lebih fatal. Jika kita perhatikan ayat di atas dengan seksama, larangan su’u dzan disebutkan paling awal, baru kemudian larangan tajassus (mencari-cari kesalahan orang lain) dan berikutnya adalah ghibah (menggunjing). Berawal dari adanya su’u dzan, rasa penasaran akan mendorong seseorang untuk terus mencari tahu dan mencoba membuktikan kecurigaannya tersebut dengan memata-matainya, mencari kesalahan dilengkapi dengan menggunjing, membicarakan aibnya.

Baca Juga: Pentingnya Berprasangka Baik Dalam Rangka Toleransi Beragama dalam Al-Quran


Lebih dari tajassus dan ghibah, Nabi saw pernah bersabda bahwa su’u dzan juga akan menyebabkan saling dengki, saling benci dan saling membelakangi (hingga memutuskan komunikasi di antara keduanya). Hadis ini terdokumentasi di Shahih Al-Bukhari no 6064

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا

“Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dustanya perkataan, dan janganlah kalian saling mendiamkan, suka mencari-cari isu, saling mendengki, saling membelakangi serta saling membenci, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”

Jadilah kita hamba-hamba Allah yang bersaudara, saudara yang saling menyayangi, saling mendoakan dalam kebaikan, tidak su’u dzan, tidak suka mencari dan membuat isu-isu yang tidak benar, tidak saling benci dan seterusnya.

Wallahu A’lam