Jalaluddin As-Suyuthi: Pemuka Tafsir yang Multitalenta dan Sangat Produktif

Syekh Jalaluddin as-Suyuthi
Syekh Jalaluddin as-Suyuthi

Nama lengkap Jalaluddin as-Suyuthi adalah Abdurrahman bin Kamal bin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiqudin bin Fakhr Utsman bin Nazirudin Muhammad bin Saipudin Khadari bin Najmudin Abi Shalah Ayub bin Nashirudin Muhammad bin Syaikh Hamamuddin al-Hamam al-Hudhairi al-Suyuthi al-Syafi’i.  Beliau diberi gelar Jalaluddin, serta di panggil dengan nama Abdul Fadhal.

Jalaluddin as-Suyuthi dilahirkan selepas magrib pada hari Ahad bulan Rajab tahun 849 H di daerah bernama Suyuth, sebuah daerah pedalaman di Mesir. Karena inilah ia kemudian disebut as-Suyuthi sesuai dengan nama kota asalnya. Ia juga diberi gelar Ibnu al-Kutub karena dilahirkan di antara buku-buku milik Ayahnya. Diceritakan bahwa ketika dilahirkan, as-Suyuthi diletakkan ibunya di atas buku.

As-Suyuthi kecil hidup di lingkungan yang penuh dengan keilmuan serta ketakwaan. Ayahnya tekun mengajarkannya baca tulis Al-Quran dan ilmu pengetahuan hingga as-Suyuthi berumur 5 tahun. Ketika usianya kurang dari 8 tahun, ia telah menghafal seluruh Al-Quran. Setelah Ayahnya meninggal (854 H), ia dibimbing oleh Muhammad bin Abdul Wahid sampai usia 11 tahun.

Perjalanan Intelektual Jalaluddin as-Suyuthi

Keadaan yatim piatu tidak membuat Jalaluddin as-Suyuthi belia menjadi patah semangat dalam mengarungi samudera ilmu pengetahuan. Al-Dzahabi menjelaskan bahwa Imam Jalaluddin al-Suyuthi merupakan orang yang paling alim di zamannya dalam berbagai disiplin ilmu, baik yang berkaitan dengan Al-Quran, hadis, rijal dan gharib al-hadis, maupun ilmu keislaman lainnya.

Setelah menghafal Al-Quran, as-Suyuthi melanjutkan petualangan intelektualnya dengan mendalami fikih mazhab Syafi’i kepada ‘Alamuddin al-Bulqaini dan diteruskan dengan putra al-Bulqaini. Ia mendalami ilmu-ilmu keagamaan dan bahasa Arab dengan Syekh Syarafuddin al-Minawi dan Muhyiddin al-Kafiyaji (w. 889 H). Selanjutnya, ia mendalami kitab Shahih Muslim, as-Syifa fi Ta’rif Huquq al-Musthafa, dan sebagainya bersama Syekh Syamsuddin Muhammad Musa.


Baca Juga: Mutawalli As-Sya’rawi: Mufasir Kontemporer dari Mesir


Untuk menambah khazanah pengetahuannya-sebagaimana yang dilakukan oleh kalangan muhaddisin untuk mencari riwayat dan sanad superior-maka as-Suyuthi mengembara ke Syiria, Yaman, India, Maroko, dan wilayah Islam lainnya. Ia pun berkali-kali mengunjungi Hijaz baik untuk menunaikan ibadah haji maupun menimba pengetahun. Namun, ia belum merasa puas bila hanya mendapatkan pengetahuan lewat buku-buku yang ditelaahnya. Karena itu, ia sering pula berguru secara langsung dengan ulama yang ada saat itu.

Berkat usahanya tersebut, Jalaluddin as-Suyuthi menjadi tokoh ulama multitalenta dan terkemuka, terutama di bidang tafsir dan ulumul Qur’an. Ia tidak hanya mengusai ilmu-ilmu dasar keislaman, tetapi juga disiplin ilmu lainnya. Muhammad Said al-Nursi dalam Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah menjelaskan bahwa kesibukan harian as-Suyuthi adalah mengarang, meringkas, dan membuat syarah (penjelasan) lebih dari 600 judul buku. Karena itu, tidak heran beliau dikenal sebagai ulama yang sangat produktif.


Baca Juga: Alasan Tafsir Jalalain Jadi Tafsir Favorit di Pesantren


Karya-Karya Jalaluddin as-Suyuthi dan murid-muridnya

Jalaluddin as-Suyuthi memiliki perhatian dan minat besar terhadap ilmu Al-Quran dan hadis. Ia termasuk tokoh terkemuka dalam kedua disiplin ilmu tersebut. Ketika seseorang berbicara tentang perkembangan ilmu pengetahuan Islam abad pertengahan, maka tidak “afdhal” rasanya jika ia tidak menyebutkan nama Jalaluddin as-Suyuthi di dalamnya. Karena beliau sejajar dengan Ibnu Jarir al-Thabari dan Ibnu Hajar al-Asqalani pada bidang tafsir dan hadis.

Diantara karya-karya as-Suyuthi adalah Tafsir al-Jalalain, Lubabu an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul, Durr al-Mantsur fi at-Tafsir bi al-Maktsur, Al-Itqan fi Ulumi al-Qur’an, Iklil fi Istinbathi at-Tanzil, An-Nasikh wa al-Mansukh, Maphamatu al-Akran fi Mubhamati al-Qur’an, Ad-Dibaj ‘Ala Tashhihi Muslim bin Hajaj, Al-Washailu ila Makrifati al-Awaail, Qu’udul al-Jaman fi Ilmi al-Ma’ani wa al-Bayan, Syamarikhu fi Ilmi at-Tarikh, Tanbihu al-Ghabi, Muzhar fi Ulumi al-Lughah, dan lain-lain. Karya-karya tersebut-sebagian besar-dapat dinikmati hingga saat ini.

Semasa hidupnya, Jalaluddin as-Suyuthi memiliki banyak murid. Diantara muridnya tersebut ada beberapa orang yang menonjol, yaitu: Muhammad bin Ali ad-Dawudi (w. 945 H) penulis Thabaqat al-Mufassirin, Zainuddin Abu Hafzh Umur bin Ahmad al-Syama’ (w. 936 H), seorang Muhaddis di Halaba dan penulis al-Kawakib an-Nirat fi al-Arba’in al-Buldaniyat, Muhammad bin Ahmad bin Iyas (w. 930 H) penulis Bada’i al-Zhuhur, Muhammad bin Yusuf al-Syami al-Shalihi al-Mishri, Ibnu Thulun bin Ali bin Ahmad (w. 953 H), dan al-Sya’rani Abdul Wahhab Ibnu Ahmad (w. 973 H).


Baca Juga: Zaghlul al-Najjar, Geolog Asal Mesir Pakar Tafsir Sains Al-Quran


Setelah Jalaluddin al-Suyuthi berusia 40 tahun yakni sekitar tahun 809 H, beliau mulai memfokuskan diri untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, berpaling dari dunia dengan segala kemewahannya. Bahkan dikatakan bahwa beliau sempat tidak bergaul secara intens dengan orang-orang sekitarnya. Selain itu, beliau juga meninggalkan profesi sebagai mufti, pengajar, sekaligus mengurangi kegiatan tulis menulis karena menurunnya kesehatan beliau.

Imam Jalaluddin al-Suyuthi wafat pada malam Jum’at tanggal 19 Jumadil Awal 911 H/ 1505 M, pada usia 61 tahun 10 bulan 18 hari. Seminggu sebelum wafat, beliau sempat menderita sakit di bagian tangan kiri sehingga mengakibatkan beliau berpulang ke rahmatullah. Imam Jalaluddin al-Suyuthi dimakamkan di Husy Qushun di luar Bab Qarafah, Kairo. Hingga saat ini makam beliau tersebut sering dikunjungi oleh peziarah dari berbagai negara. Nafa’ana Allah bi ‘Ulumih. Amin