BerandaTafsir TematikTafsir Ahkam: Jual Beli dengan Label Harga, Sah kah?

Tafsir Ahkam: Jual Beli dengan Label Harga, Sah kah?

Anda pernah belanja di minimarket, supermarket, atau toko semacamnya? bagaimana harga barang di sana? Semua barang yang dijual di toko-toko tersebut biasanya sudah tertera label harga.

Bagi Sebagian orang, hal ini lumrah dan biasa-biasa saja. Namun ada sebagian lain yang mempersoalkan hukumnya, karena menurut mereka, sistem label harga tersebut telah meniadakan rukun jual beli, yaitu ijab dan kabul (serah terima dari penjual dan pembeli). Lantas, bagaimana hukum menjual dengan label harga tersebut, sah kah?

Dalam buku Spiritualitas Bisnis karya Sukris Sarnadi dikatakan bahwa istilah ijab dan kabul sama seperti bahasa jawab dan berjawab yang diakhiri dengan putus jual beli. Contohnya yaitu sang penjual mengatakan, “saya jual”. Lalu dijawab oleh pembeli, “saya beli”.

Baca Juga: Ragam Bentuk Keadilan Sosial dalam Pandangan Al-Quran

Dalam buku ini dikatakan bahwa dasar dari ijab kabul adalah sikap saling rela dari kedua belah pihak, penjual dan pembeli. Hal ini berdasar pada firman Allah surat an-Nisa’ ayat 29

  يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.

Selain ayat Al-Quran, ada pula hadis riwayat Abu Hurairah yang isinya sama,

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ يَفْتَرِقَنَّ اثْنَانِ إِلاَّ عَنْ تَرَاضٍ »

Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, tidak boleh berpisah dua orang yang berjual beli sebelum keduanya saling merelakan (Hadis Riwayat Abu Dawud)

Pada ayat ini disampaikan bahwa asas dari jual beli adalah saling rela (ridla) baik penjual maupun pembeli. Nah, menjual dengan label harga yang berarti memasang label harga pada setiap barang yang dijual ini akan mencukupkan sang pembeli hanya mengambil barang dan membayarnya sesuai label, sedang karyawan toko hanya mencatat harganya. Tidak ada jawab berjawab sebagai tanda saling ridla antara keduanya.

Apakah berarti menjual dengan label harga tersebut tidak otomatis mengandung kesaling relaan? praktik saling rela (suka sama suka) antara penjual dan pembeli terlihat dari riwayat Syuraih yang dinukil oleh At-Thabari dalam tafsirnya seperti berikut

عن شريح قال: اختصم رجلان باع أحدهما من الآخر بُرْنُسًا، فقال: إني بعتُ من هذا برنسًا، فاسترضيته فلم يُرضني!! فقال: أرضه كما أرضاك. قال: إني قد أعطيته دراهم ولم يرضَ! قال: أرضه كما أرضاك. قال: قد أرضيته فلم يرض! فقال: البيِّعان بالخيار ما لم يتفرَّقا.

Syuraih berkata, pada suatu waktu ada terjadi perselisihan antara dua orang laki-laki. Salah satu dari keduanya menjual kepada yang lain sebuah baju panjang berpenutup kepala. ia berkata “Aku menjual baju ini kepadanya, aku berusaha membuatnya rela padahal ia belum rela.” Kemudian si penjual itu mengatakan, “Ridhakanlah sebagaimana aku ridha.” Ia berkata “Aku telah memberinya beberapa dirham, namun ia belum meridhainya.” Ia berkata, “Ridhakanlah sebagaimana aku ridha.” Ia berkata lagi, “Aku telah merelakannya, namun ia belum juga rela.” Maka orang itu pun berkata “Dua orang yang bertransaksi jual-beli boleh memilih selama keduanya belum berpisah.”

Berdasar pada riwayat ini kesalingrelaan dapat diketahui dengan adanya pernyataan antara kedua belah pihak. Dengan kata lain ijab dan kabul nya diucapkan dengan jelas. Pernyataan ini juga dalam rangka proses memutuskan, transaksi jual beli tersebut mau dilanjut atau tidak.

Namun demikian, zaman sekarang sudah berkembang dan tidak sama dengan sistem jual beli saat riwayat itu muncul. Ada beberapa toko atau tempat perbelanjaan modern yang harganya langsung ditempel di barang yang dijual. Jadilah sang penjual menjual dengan label harga yang sudah ada, sang pembeli pun begitu, membeli barang dengan label harga yang sudah ada.

Pada aktifitas jual beli seperti ini, (menjual dan membeli dengan label harga), kedua pihak dalam keadaan sadar sudah sama-sama memaklumi bahwa mereka sedang bertransaksi jual beli. Penjual rela barangnya diambil dengan pengganti uang dari pembeli, sedang pembeli merasa rela denagn adanya barang yang diperlukannya sekaligus dengan harga yang sudah tertera di label. Dengan demikian, meski tanpa ucapan ‘saya jual’ dan ‘saya beli’ maka sesungguhnya mereka sudah dalam keadaan suka sama suka atau sudah dalam kerelaan.

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Dalil Salat Jumat dan Alasan Pemilihan Harinya

Satu lagi syarat kebolehan menjual dengan label harga, yaitu tidak ada unsur penipuan atau merugikan. Selama menjual dengan label harga tersebut tidak untuk melakukan penipuan maka hukum jual beli tersebut sah dan tidak fasid. Namun jika sebaliknya, maka berlaku baginya peringatan dari Rasulullah saw dalam Sunan At-Tirmidzi, ‘siapa yang menipu, maka itu bukan termasuk golonganku’

Wallahu A’lam

Limmatus Sauda
Limmatus Sauda
Santri Amanatul Ummah, Mojokerto; alumni pesantren Raudlatul Ulum ar-Rahmaniyah, Sreseh Sampang
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...