Tanggal 10 November menjadi salah satu hari yang paling penting dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia. Pada hari tersebut, di tahun 1945, terjadi pertempuran besar di Surabaya antara tentara Indonesia dengan tentara Belanda yang dibonceng oleh tentara Sekutu. Pemicu pecahnya pertempAuran tersebut adalah kedatangan bangsa asing yang ingin menjajah kembali bangsa indonesia yang baru merdeka.
Akhirnya, pemerintah menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan untuk mengenang jasa para pahlawan, pejuang dan para syuhada yang gugur di medan pertempuran tersebut. Pengakuan terhadap jasa pahlawan merupakan hal yang seharusnya dilakukan karena jasanya yang telah mengorbankan jiwa, raga dan harta untuk kepentingan bangsa.
Baca Juga: Lima Tanda Kepahlawanan Perspektif Alquran
Sikap penghormatan kepada pahlawan sejatinya telah diajarkan oleh Alquran. Afirmasi Alquran atas jasa para pahlawan tersebut salah satunya disampaikan ketika menjelaskan tentang kedudukan pejuang jihad yang berada satu tingkat di atas mereka yang hanya duduk diam di rumah meski orangnya soleh.
Dalam surah an-Nisa ayat 95, Allah swt. berfirman:
لا يستوي القاعدون من المؤمنين غير أولي الضرر والمجاهدون في سبيل الله بأموالهم وأنفسهم فضل الله المجاهدين بأموالهم وأنفسهم على القاعدين درجة وكلا وعد الله الحسنى وفضل الله المجاهدين على القاعدين أجرا عظيما
Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak ikut berperang) tanpa mempunyai uzur (halangan) dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa halangan). Kepada masing-masing, Allah menjajikan (pahala) yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar. (Q.S. an-Nisa’ [4]: 95)
Terdapat perbedaan pendapat mengenai peperangan yang menjadi latar belakang ayat di atas. Menurut Ibnu Abbas ra., ayat di atas turun ketika perang badar, sedangkan menurut Imam Muqotil bin Sulaiman ayat tersebut turun berkenaan dengan peristiwa perang tabuk. (al-Bahr al-Muhith, juz 4, hal. 36)
Berdasarkan pendapat yang dikutip dari dari Abu Sulaiman ad-Dimasyqi, ayat di atas turun berkaitan dengan sekelompok orang yang minta izin untuk absen dari barisan perang. Mereka adalah orang-orang yang secara fisik dan finansial mampu melakukan jihad bersama pasukan lain, tetapi mereka lebih memilih untuk diam di rumah alih-alih ikut berperang melawan pasukan musuh.
Lain halnya dengan mereka yang tidak ikut berperang karena alasan tertentu, seperti ibnu ummi maktum yang tidak bisa ikut berperang karena buta. Meski tidak ikut berperang, mereka tetap mendapat ganjaran selagi memiliki komitmen dan niat yang tulus ingin ikut berjuang jika kondisi memungkinkan. (Zad al-Masir fi ‘Ilm al-Tafsir, juz 1, hal. 454)
Ayat di atas menjadi afirmasi tingginya kedudukan para mujahid atas orang-orang yang tidak ikut berjihad. Kedudukan mulia yang diperoleh, baik di dunia maupun di akhirat, merupakan penghargaan atas jasa yang mereka lakukan dalam menjaga agama, keutuhan bangsa dan tanah air. Hal ini yang dalam tulisan ini disebut dengan afirmasi Alquran atas jasa para pahlawan.
Selain itu, ayat di atas juga menjadi motivasi bagi orang-orang yang tidak ikut berperang agar mengambil bagian dalam perjuangan mempertahankan agama dan negara.
Tingginya kedudukan dan kebaikan yang didapatkan oleh para pahlawan pejuang bangsa dan agama tidak menafikan kedudukan orang-orang yang tidak ikut berjuang secara langsung. Ayat di atas menegaskan bahwa meski kedua golongan itu memiliki perbedaan kedudukan yang signifikan, tetapi Allah swt. juga tetap menjajikan kebaikan kepada mereka yang tidak ikut berperang.
Baca Juga: Tafsir Surah Al-Hasyr Ayat 9: Sifat-Sifat Kepahlawanan Kaum Ansar
Oleh karena itu, dari ayat ini, sebagian ulama mengambil kesimpulan bahwa berjihad hukumnya fardu kifayah, artinya gugur kewajiban yang lain manakala sebagian sudah ada yang berjihad. (Mafatih al-Ghaib, juz 11, hal. 194)
Sedangkan menurut sebagian ulama, firman Allah وكلا وعد الله الحسنى tidak menunjukkan bahwa jihad hukumnya fardu kifayah. Pasalnya, dua golongan yang Allah swt. janjikan kebaikan itu adalah para pejuang di jalan Allah dan orang-orang yang tidak ikut berjuang karena ada keterbatasan fisik dan finansial, meski derajat para mujahid tentu lebih tinggi.
Para pejuang mendapat ganjaran tinggi karena perjuangan an pengorbanan yang dilakukan, sedangkan mereka yang tinggal di rumah kaena uzur akan mendapat ganjaran karena niat dan komitmennya yang kuat untuk ikut berjihad jika kondisi memungkinkan. (Tafsir Muqatil bin Sulaiman, juz 1, hal. 110)
Baca Juga: Kisah Thalut Dalam Al-Quran: Representasi Sosok Pahlawan Bangsa
Derajat Tinggi untuk Para Pahlawan
Selain memperoleh kehormatan sebagai pahlawan, dalam ayat di atas Allah menjanjikan ganjaran yang besar berupa kedudukan tinggi di akhirat nanti. Dalam sebuah hadis riwayat Imam al-Bukhari dari sahabat Abu Hurairah r.a., terdapat gambaran mengenai derajat yang disediakan untuk para pahlawan pejuang agama dan negara. Rasulullah Saw. bersabda,:
إِنَّ فِي الجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ، أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ
Sesungguhnya di dalam syurga ada seratus derajat yang Allah sediakan untuk para pejuang di jalan Allah. jarak antara satu derajat dengan derajat yang lain adalah seperti jarak bumi dan langit. H.R. Bukhari.
Demikianlah afirmasi Alquran atas jasa para pahlawan. Mereka mendapatkan penghargaan dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Niat yang tulus karena Allah untuk berkorban demi agama dan negara akan membawa seseorang kepada kemuliaan tanpa batas. Di dunia mereka akan dikenang sebagai pejuang gagah berani dengan segudang jasa, dan di akhirat nanti mereka akan mendapat perlakuan mulia dan derajat tinggi di sisi Allah Swt. walahu a’lam.