Tidak hanya manusia yang tunduk kepada Allah SWT, akan tetapi, alam semesta juga tunduk kepada Allah. Ketundukan alam semesta ini bisa dirasakan, bahkan dilihat kasap mata manusia ketika Allah melakukan sesuatu untuk hambaNya yang sedang membangun kemaslahatan dunia. Karena dengan begitu terjalin hubungan persahabatan antara manusia dengan alam semesta. Suka atau tidak, manusia itu harus bersahabat dengan alam karena alam raya adalah tempat manusia hidup untuk menjalankan apa yang diperintahkan Allah. Dalam konteks ini kita bisa meraba kembali kisah pembakaran Nabi Ibrahim yang tertera pada Surat al-Anbiya’ Ayat 68-69. Dan bukti bahwa Allah meminta alam untuk patuh kepadaNya adalah pada surat fushilat Ayat 11, berikut ayatnya:
ثُمَّ ٱسْتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ وَهِىَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ٱئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَآ أَتَيْنَا طَآئِعِينَ
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. (surat Fushilat Ayat 11).
Pada tafsir al-Misbah karya Prof. Quraish Shihab, menuliskan penafsiran ayat di atas adalah, ketika itu kekuasaan Allah tertuju kepada penciptaan langit yang pada saat itu berujud asap, dan langit itu pun tercipta. Penciptaan langit dan bumi menurut kehendak-Nya itu adalah mudah, yaitu seperti orang yang mengatakan kepada sesuatu, “Datanglah, suka atau tidak suka!” Sesuatu itu pun kemudian menurut.”
Baca juga: Tafsir Surah Yasin Ayat 60-61: Perintah Menaati Allah dan Mendurhakai Setan
Atas kehendak Allah kemudian terbentuklah langit sebagaimana yang sesuai dengan kehendak Allah, hal ini membuktikan bahwa alam semesta berupa langitpun patuh kepada Allah. Dan masih ada bukti kekuasaan Allah lainnya tentang kepatuhan alam semesta kepada Allah SWT. Yakni ketika pada peristiwa pembakaran nabi Ibrahim as, api menyala-nyala, namun Nabi Ibrahim tetap terselamatkan.
Tidak Ada Keraguan, Bahwa Alam Semesta Memang Patuh Kepada Allah
Ayat yang menceritakan tentang peristiwa tragis pembakaran Nabi Ibrahim as, sungguh benar adanya, dari kisah tersebut kita bisa mengambil benang merahnya bahwa api yang termasuk golongan alam, mampu bersahabat dengan manusia. Sehingga Nabi Ibrahim yang dibakar hidup selama seminggu tidak merasakan panasnya api yang membara. Semua ini terjadi atas kehendak Allah, yang mana api patuh dengan perintah Allah, untuk memberikan perlindungan kepada Nabi Ibrahim.
Berikut kisah pembakaran Nabi Ibrahim yang tertera pada surat al-Anbiya’ ayat 68-69:
قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ (68) قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ (69)
Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak”. Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”
Kitab Taisirul Karimir Rahmani fi Tafsiri Kalamil Manan atau Tafsir As Sa’di karangan Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di menceritakan, ketika itu, orang-orang mengumpulkan kayu bakar yang banyak sekali, sampai-sampai ada seorang wanita yang sakit, lalu ia bernazar bahwa jika ia sembuh dari penyakitnya, ia akan membawakan kayu bakar itu buat membakar Nabi Ibrahim.
Baca juga: Apakah Sebenarnya Makna Jihad Menurut al-Quran? Begini Penjelasannya.
Kayu-kayu bakar itu kemudian dikumpulkan di tanah yang legok dan mereka menyalakannya dengan api sehingga terjadilah api yang sangat besar yang belum pernah ada api sebesar itu. Nyala api itu mengeluarkan percikan-percikan yang sangat besar, dan nyalanya sangat tinggi. Ibrahim dimasukkan ke dalam sebuah alat pelontar batu besar atas saran seorang Badui dari kalangan penduduk negeri Persia berbangsa Kurdi. Menurut Syu’aib Al-Jiba’i, nama lelaki itu adalah Haizan; maka Allah membenamkannya ke dalam bumi, dan ia tenggelam terus ke dalam bumi sampai hari kiamat.
Setelah mereka melemparkan Nabi Ibrahim ke dalam nyala api itu, Nabi Ibrahim pun merasa gentar dan tak henti-hentinya mengucapkan dzikir:
حسبي الله ونعم الوكيل
(hasbunallah wa nikmal wakiil)
Pada Tafsir Jalalain karya Syeckh Jalaluddin As-suyuti dan Jalaluddin Mahalli menuliskan, bahwa setelah Nabi Ibrahim dilemparkan pada api yang membara, Allah berfirman demikian:
(Kami berfirman, “Hai api! Menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”) maka api itu tidak membakarnya selain pada tali-tali pengikatnya saja dan lenyaplah panas api itu, yang tinggal hanyalah cahayanya saja, hal ini berkat perintah Allah, ‘Salaaman’ yakni menjadi keselamatan bagi Ibrahim, akhirnya Nabi Ibrahim selamat dari kematian karena api itu dingin.
Baca juga: Tafsir Surah Al-Hajj Ayat 28: Manfaat Ibadah Haji dalam Segi Sosial dan Ekonomi
Jadi seluruh benda alam semesta ini tunduk kepada Allah, patuh kepada kekuasaanNya, berjalan menurut kehendak dan perintahNya. Tidak satu pun makhluk yang mengingkariNya. Semua menjalankan tugas dan perannya masing-masing.
Jadi seluruh makhluk, baik yang berbicara maupun yang tidak, yang hidup maupun yang mati, semuanya tunduk kepada perintah Allah. Semuanya menyucikan Allah dari segala kekurangan dan kelemahan, baik secara keadaan maupun ucapan. Apalagi kita sebagai manusia yang diberikan keistimewaan oleh Allah berupa akal, maka ada baiknya kita bisa merenungkan atas segala fitrahNya, mensyukuri atas segala nikmat Allah, dan tentunya berusaha menjalani perintah Allah tanpa melibatkan keterpaksaan. Wallahu a’lam []