BerandaKhazanah Al-QuranAlasan Bersusah Payah Mempelajari Al-Quran, Begini Penjelasannya!

Alasan Bersusah Payah Mempelajari Al-Quran, Begini Penjelasannya!

Dalam surah an-Nisa ayat 174 disampaikan bahwa Al-Quran adalah bukti yang sudah jelas. Di surah Al-Qamar ayat 17 dijelaskan bahwa Al-Quran telah dimudahkan untuk dipelajari. Lantas kenapa bersusah payah mempelajarinya, mulai dari belajar membaca, menghafal, memahami dan menafsirkan Al-Quran? Uraian berikut bisa menjadi alasan bersusah payah mempelajari Al-Quran

Apabila para pembelajar ilmu Al-Quran dan tafsir ini diberi waktu sejenak untuk merenung, maka ada dua pertanyaan mendasar yang layak untuk diajukan kepada mereka. Pertama, bukankah Al-Quran adalah perkataan yang jelas (al-kalām al-mubīn) dan cahaya benderang (an-nūr al-mubīn), mengapa butuh tafsir sebagai penjelas? Sebagaimana friman-Nya pada QS. An-Nisa [4]: 174 berikut:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).

Jika Alquran adalah cahaya, maka seharusnya ia memiliki sifat seperti cahaya, yaitu terang bagi dirinya dan menerangi selainnya (ẓāhirun linafsihi wa muẓhirun lighairihi). Lalu mengapa Al-Quran yang bersifat seperti cahaya masih membutuhkan penjelas? Atau adakah yang lebih jelas dari cahaya Al-Quran?

Kedua, bukankah Allah telah berjanji untuk memudahkan para pembelajar Al-Quran, lantas mengapa bersusah payah belajar hingga sekolah tinggi? Mari kita simak ayat berikut, QS. Al-Qamar [54]: 17,

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?

Jika Allah berjanji, maka pasti akan ditepati. Bahkan ayat ini diulang 4 kali dalam surat Al-Qamar, lalu apa makna dari ayat ini? Jika Allah memudahkan Al-Quran untuk pelajaran, masihkah kita perlu mempelajari Al-Quran berlama-lama di pesantren atau sampai tingkat perguruan tinggi?

Boleh jadi, dua pertanyaan tersebut luput dari perhatian atau tidak sempat terpikirkan sebelumnya. Akan tetapi, terlepas dari itu, pertanyaan mendasar semacam ini, agaknya bersifat mendesak dan memerlukan jawaban kuat sesegera mungkin. Jika tidak, pertanyaan-pertanyaan itu akan terus menjadi sesuatu yang mengusik kepala dan mengganjal di dada. Berikut disampaikan sekurangnya dua alasan bersusah payah mempelajari Al-Quran.

Baca Juga: Ini Alasan Penting Belajar Ilmu Al-Quran dan Tafsirnya

Dua alasan bersusah payah mempelajari Al-Quran

Pertama, memang benar, bahwa sesungguhnya Al-Qur’an adalah kitab petunjuk, perkataan yang jelas dan cahaya yang terang benderang. Sementara tafsir, bermakna penjelas atau penyingkapan tabir. Sebagaiman dijelaskan dalam mukadimah kitab al-amthal fī tafsīr kitābillah al-munzal (juz 1, hal 6), karya Nāsir Makārim as-Syīrāzī, frasa tafsir Al-Qur’an (penjelasan Al-Quran atau penyingkapan tabir Al-Quran) bukan bermakna ia tidak jelas, sehingga butuh penjelas, atau di hadapannya terdapat tabir sehingga perlu disingkap, melainkan ketidakjelasan dan tabir penutup itu terdapat pada pandangan mata dan jiwa para pembaca Al-Qur’an.

Dengan demikian, tafsir adalah sebuat alat dan upaya untuk menghilangkan tabir-tabir yang menghalangi pandangan para pembaca dari kandungan dan nilai Al-Quran. Tabir-tabir itu bisa berupa kebodohan, kesombongan, kefanatikan, kedangkalan berpikir, bias patriarki, kemaksiatan dan lain sebagainya.

Mengingat bahwa Al-Quran adalah firman Allah, sedang firman Allah adalah jelmaan dari ilmu-Nya dan ilmu-Nya adalah jelmaan dari zat-Nya yang tidak tebatas, maka kandungan dan kedalaman makna Al-Quran pun tidak terbatas.

Implikasi logis dari hal ini, bahwa manusia dengan segala keterbatasannya tidak akan mampu mengungkap seluruh kandungan Al-Quran. Yang bisa dijangkau manusia adalah sebatas kemampuan, kesungguhan dan keikhlasan yang dicurahkan dalam mengkaji Al-Quran. Dengan demikian, umumnya, definisi tafsir Al-Quran yang dikemukakan para pakar diakhiri dengan pernyataan “sesuai kadar kemampuan manusia” (‘alā qadri ṭāqatil basyariyyah), karena cangkir yang kecil, selamanya tidak akan mampu menampung luasnya samudera.

Baca Juga: Peringatan An-Nawawi terhadap Pengajar Al-Quran yang Berebut Pengaruh

Kedua, dimudahkannya Al-Quran untuk dibaca, dihafalkan dan dipelajari, bukan bermakna tanpa perlu ikhtiar sama sekali. Di sisi lain, tabir penghalang begitu tebal di hadapan manusia. Selain itu, upaya manusia punya peran yang berarti dalam rangka menjemput hidayah yang dimudahkan oleh Allah. Hal ini dijelaskan oleh Muhammad Quraish Shihab dalam kaitannya dengan makna hidayah dan tingkatannya pada ayat 6 dari surah al-Fatihah, “Tafsir al-Misbāh Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, (juz 1, hal 63-65)”.

Selanjutnya, Quraish Shihab menambahkan, bahwa hidayah memerlukan kesesuaian antara kedua belah pihak, baik itu pemberi hidayah dan penerima hidayah. Dengan kata lain, di samping “Keaktifan Pemberi”, “Kapabilitas Penerima” juga sebagai syarat yang diperlukan. Karena tanah yang tandus tidak akan menumbuhkan pohon, sekalipun hujan turun di atasnya seribu kali, karena pohon hanya akan tumbuh di atas tanah yang potensial untuk menerima tetesan hujan yang menumbuhkan.

Demikian pula hati dan jiwa manusia, ia tidak akan bisa menerima benih hidayah selagi dirinya belum dibersihkan dari kekerasan hati dan fanatisme. Oleh karena itu, kemudahan itu perlu disambut dengan kesungguhan dalam mempersiapkan diri menerima petunjuk-petunjuk Al-Quran.

Ada sebuah kaidah Filsafat dalam kitab Nāfidhah ‘alāl Falsafah, karya Ṣādiq as-Sā’adī, disebutkan, “mesti ada kesesuaian antara wadah dan yang mengisi.” Jika mengikuti kaidah “Kesesuaian” ini, kalau Al-Quran itu suci dan wadah petunjuk itu bernama hati, maka kesucian hati adalah syarat utama bagi manusia untuk memperoleh petunjuk dari Al-Quran yang suci ini.

Jawaban tersebut hanya satu dari sekian banyak jawaban yang bisa dikemukakan. Setidaknya dua hal tadi bisa menjadi alasan bersusah payah mempelajari Al-Quran. Memang tidak ada jawaban yang memuaskan, akan tetapi, memberi jawaban adalah upaya untuk menghilangkan sedikit demi sedikit hal-hal yang mengusik pikiran dan mengganjal di hati.

Kemudian, jawaban itu akan mendatangkan keyakinan secara perlahan, sehingga seseorang akan mantap di hati dalam melakukan sesuatu atau mempelajari serangkaian ilmu, dalam hal ini adalah mempelajari ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Wallahu a’lam bisshowab.

Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Mahasiswa pascasarjana IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bisa disapa di @azzaranggi atau twitter @ar_zaranggi
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...