Pernahkah kita bertanya-tanya mengapa bahasa Arab menjadi bahasa Al-Quran. apakah karena Rasulullah terlahir di Arab, dan Al-Quran merespons semua kejadian yang terjadi di Arab kala itu?. Benarkah hanya itu alasannya?. Mari kita ketahui lebih dalam lagi, melalui penjelasan berikut:
Al-Quran dikarunia kemukjizatan yang agung tiada tanding, salah satu mukjizat Al-Quran adalah sisi kebahasaannya. Ini berarti, cara untuk menarik makna dari pesan-pesan Al-Quran terletak pada pengetahuannya tentang bahasa Arab. Jika menerawang pada masa turunnya, ternyata keindahan balaghoh Al-Quran sendiri mencapai tingkatan yang belum pernah dikenal sebelumnya.
Itu artinya, meski kosakata Al-Quran menggunakan bahsa Arab, namun sifat bahasa Arab yang digunakan oleh Al-Quran berbeda dengan sifat bahasa Arab yang dikonsumsi oleh masyarakat Arab ketika turunnya Al-Quran. lantas, apa yang membedakan.
M.Quraish Shihab dalam karyanya menjelaskan, bahwa bahasa Arab yang di gunakan oleh manusia jelas berbeda dengan bahasa Al-Quran yang memuat kalimat-kalimat ilahi dengan ketelitian dan tingkat keindahan susastranya. Masyarakat Arab, menggunakan bahasa yang tersusun oleh manusia dengan ragam sifat-sifat mereka.
Meski pada masanya dikenal dengan kaya akan syair, namun kualitas sastranya berbeda-beda sesuai aneka sifat penyairnya, tidak menutup kemungkinan, teridentifikasi kobohongan yang ditolerir dalam kalimat si penyair.
Al-Quran, bukanlah syair, bukanlah kata mutiara, bukan pula puisi melainkan ayat-ayat mulia yang mampu menyentuh kalbu para pedengarnya. Ini terbukti, pada sejarah sahabat Umar bin Khattab ketika memeluk agama Islam. Sebelum Islam, sahabat Umar merupakan seorang yang keras, ditakuti penduduk Arab, dan memusuhi ajaran Rasulullah.
Namun dengan perantara keindahan ayat Al-Quran, ia memeluk Islam usai mendengar lantunan adik perempuannya saat membaca Al-Quran surah Thaha ayat 1-5. tidak dipungkiri, sayup-sayup bacaan Al-Quran melelehkan hati sabahat Umar, hingga membanting tekadnya untuk memeluk ajaran Rasulullah. Bahkan hingga masa saat ini, tidak sedikit orang memeluk islam karna tergerak hatinya ketika mendengar kalamullah Al-Quran.
Lebih dalam, seorang pakar bahasa Arab, Ustman Ibnu Jinni mengatakan, bahwa pemilihan huruf kosakata bahasa Arab yang tercantum dalam Al-Quran bukan merupakan suatu kebetulan, melainkan menyimpan kaidah falsafah tersendiri yang unik, luas lagi terperinci. Tata bahasa Arab pun sangat rasional, namun cukup rumit. Misalnya ketika berusaha manafsirkan firman Allah QS. al-A’raf 7: 172,
اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.”
Dinukil dari kitab al-Burhan fi Ulumil Quran karya az-Zarkasyi. Ibnu Abbas menjelaskan bahwa jika kata balaa diganti dengan kata na’am maka penjawab akan berpotensi menjadi kafir. Mengapa demikian, karena na’am diperuntukukan untuk jawaban yang membenarkan suatu pertanyaan dari redaksi yang bersifat negatif ataupun positif.
Jika redaksi “Bukakah, aku Tuhan kamu” dijawab dengan na’am maka akan memiliki arti “Benar, Engkau bukan Tuhanku”. Berbeda ketika dijawab dengan kata balaa, kata ini digunakan untuk membenarkan hal positif dan menyangkal redaksi yang bersifat negatif, sebagaimana menyangkal kalimat bukankah, sehingga menjadi “Aku Tuhanmu”, dan jawaban balaa berarti “Iya, Engkau Tuhan kami”.
Melalui ketelitian inilah yang membedakan bahasa Arab dengan bahasa lainnya. Di samping itu, kekayaan bahasa Arab dan kedalamannya dalam Al-Quran menjadikan siapapun yang meragukannya tidak mampu menandingi kualitas kebahasaan Al-Quran. Ini merupakan bentuk keistimewaan bahasa Al-Quran. Bahkan Allah sendiri menantang dalam firmannya Q. Al-Baqarah [2]: 23,
وَاِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِّنْ مِّثْلِهٖ ۖ وَادْعُوْا شُهَدَاۤءَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
Jika kamu dalam keraguan menyangkut apa (Al-Quran) yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) maka buatlah yang hampir serupa dengannya dan ajaklah siapa pun selain Allah. Kalau memang kamu tidak percaya.
Memang tidak mudah mendalami bahasa Arab untuk dapat memahami makna Al-Quran, baik dalam keserasian dan keseimbangannya. Ini juga membuktikan bahwa Al-Quran bukanlah karangan Nabi Muammad secara pribadi, karena keistimewaan dan ketelitan redaksinya sangat diluar kemampuan, bahkan yang mendalami bahasa Arab pun belum tentu dapat merasakannya. Wallahu A’lam.