Pada umumnya setiap surat yang termaktub dalam Alquran dimulai dari basmalah, kecuali Surah Baraah. Mungkin bagi teman-teman, khususnya pembaca setia Alquran pernah bertanya-tanya mengapa awal surat Bara’ah tidak dicantumkan lafad basmalah? dan apa penyebabnya?
Ulama telah sepakat bahwa sejak awal, Surah Baraah tertulis tanpa diawali dengan basmalah. Dari sini bisa kita simpulkan, tidak semua surat dalam Alquran dimulai dengan bacaan basmalah sebagaimana asumsi dan anggapan dari beberapa orang, [Tafsir ibn Juzay:al-Tashil li Ulum al-yanzil, 01/331].
Surah Baraah merupakan surat ke-9 dalam Alquran. Terdapat perbedaan ulama mengenai jumlah ayatnya, menurut ulama Kufa jumlah ayatnya hanya ada 129, sementara menurut jumhur (moyoritas ulama) ada sekitar 130 ayat. Nama lain dari surat Baraah ialah surat at-Taubah karena dalam surat ini kata taubat disebutkan beberapakali, [al-Tafsir al-Wasith Li Tanthawy, 06/177].
Nampaknya surat Baraah memiliki ciri khas khusus di bandingkan dengan surat lainnya. Pada mulanya, setiap kali pembukaan awal surat, Alquran tidak pernah absen dengan menyebut nama Allah Swt yang diwujudkan dalam bentuk basmalah, tapi kebiasaan ini tidak berlaku dalam surat tersebut.
Baca Juga: Tafsir Surah at-Taubah Ayat 28: Benarkah Orang Musyrik Itu Najis?
Meski demikian tidak bisa dipungkiri bahwa kejanggalan ini membuat surat Bara’ah memiliki nila tersendiri dari pembacanya. Selain itu seringkali absennya basmalah dijadikan bahan tebakan bagi para pelajar guna mengisi ke-gabut-anya, surat apa yang permulaannya tanpa diawali dengan bismillah?
Banyak versi yang menyebutkan alasan tidak dicantunkannya basamalah pada Surah Baraah. Kurang lebih ada sekitar enam riwayat yang mencoba menjelaskannya. Riwayat pertama menyatakan, penyebabnya -sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Ibn Abbas dari sahabat- Rasulullah Saw tidak pernah menjelaskan tentang seluk-beluk surat at-Taubah dan kandungan ayatnya pun hampir sama dengan isi ayat yang terdapat pada surat al-Anfal sehingga para sahabat menggabungkan kedua surat tersebut dan tidak memisahkannya dengan basmalah. Pendapat ini dipilih oleh at-Tahawiy dan dianggap sahih oleh Ibn Araby.
Riwayat kedua menyebutkan bahwa kosongnya Surah Baraah dari basamalah tidak lepas dari adat istiadat orang Arab waktu itu, di mana ketika mereka membuat suatu perjanjian dan hendak membatalkannya, maka semua itu dilakukan dalam bentuk tulisan tanpa mencatumkan lafaz basmalah terlebih dahulu. Menurut mereka, surat Bara’ah turun bertepatan saat pembatalan perjanjian yang dilakukan Rasulullah dan para kaum musyrik, oleh karena itu tidak disertakan lafad basmalah di dalamnya.
Pendapat lain (ketiga) mengatakan bahwa basmalah identik dengan perdamaian dan kondisi aman, sementara pemicu turunya surat Bara’ah adalah peperangan (asbab an-nuzul). Jadi tidak relevan antara kandungan ayat Bara’ah dengan esensi basmalah. Riwayat keempat agak mirip dengan sebelumnya, menyatakan bahwa lafad basmalah tidak dicantumkan dalam surat Bara’ah dalam rangka memelihara kesakralan basmalah, karena isi dari surat tersebut merupakan khitab kepada kaum musyrik.
Riwayat selanjutnya yakni yang kelima menyebutkan, telah terjadi perbedaan dikalangan para sahabat. Di antara mereka ada yang beranggapan kantara al-Anfal dan Bara’ah merupakan saatu kesatuan. Kelompk lainnya beranggapan keduanya merupakan dua surat yang berbeda. Dalam rangka menengahi dua kubu ini akhirnya diputuskan bahwa surat Bara’ah dan surat al-Anfal adalah dua surat tanpa menuliskan basmalah di awal surat, [Al-Lubab fi Tafsir al-Istiadzah wa al-Basmalah wa Fatihah Kitab, 125].
Baca Juga: Surah Al-Baqarah Ayat 221: Hukum Nikah Beda Agama
Riwayat terakhir (keenam) menjelaskan bahwa penyebab tidak dicantumkannya basmalah karena dari asal dan sumbernya. Ketika Rasulullah Saw menerima wahyu dari malaikat Jibril, tidak ada pencantuman lafad basmalah dalam surat Bara’ah. Pendapat ini disampaikan oleh Qusyairy yang terdapat dalam kitab Tafsir al-Qurtuby. Pengarang kitab, yakni al-Qurtuby mengkonfirmasi bahwa pendapat inilah yang benar, [Tafsir al-Qurtuby 08/63].
Kitab Al-Lubab fi Tafsir al-Istiadzah wa al-Basmalah wa Fatihah kitab menambahkan bahwa riwayat lainnya yang telah disebutkan (yakni satu samai lima) tak lain hanya sebuah terkaan dan hasil perenungan belaka, boleh jadi diterima dalam waktu tertentu dan ditolak pada kesempatan lainnya. Kalau pun memiliki sumber riwayat hadis, hampir dipastikan bahwa sumber tersebut lemah, [Al-Lubab fi Tafsir al-Istiadzah wa al-Basmalah wa Fatihah kitab, 128].
Wallahua’lam bisshawwab