BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanAn-Nisa Ayat 58: Menelusuri Pesan Al-Quran Untuk Para Pemimpin

An-Nisa Ayat 58: Menelusuri Pesan Al-Quran Untuk Para Pemimpin

Al-Quran sebagai sumber pedoman bagi umat Islam, tidak hanya memberikan arahan dalam hal keagamaan, tetapi juga memberikan arahan yang jelas untuk pemimpin dan pemerintah. Salah satu ayat yang memberikan pesan kepada para pemimpin yakni surah An-Nisa ayat 58. Ayat ini secara tersirat memberikan arahan yang mendalam mengenai bagaimana dan apa yang harus dilakukan seorang pemimpin.

Salah satu komponen paling penting dalam setiap masyarakat, kelompok, golongan maupun negara adalah kepemimpinan, yakni yang memainkan peran penting dalam menentukan jalan dan keberhasilan negara tersebut. Sepanjang sejarah peradaban manusia, kepemimpinan telah menjadi topik yang mendalam dan relevan dalam kehidupan.

Kepemimpinan yang baik dapat membawa sebuah negara menuju kemajuan dan kesejahteraan, sementara kepemimpinan yang buruk dapat berdampak negatif serta kerugian. Maka dalam hal ini al-Qur’an sebagai pedoman umat islam, memberikan sebuah arahan terhadap seorang pemimpin yang telah diberi amanat. Konsep kepemimpinan juga memainkan peran penting dalam membentuk nilai-nilai, tradisi, dan prinsip-prinsip yang harus diterapkan oleh pemimpin dan masyarakat Islam secara keseluruhan.

Al-Qur’an mengandung banyak ayat yang berkaitan dengan kepemimpinan, salah satunya yakni surah an-Nisa ayat 58 yang memberikan sebuah pesan terhadap seorang pemimpin yang telah diberi amanat.

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ ٱلأَمَانَاتِ إِلَىۤ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِٱلْعَدْلِ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعاً بَصِيراً

“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”

Dalam kitab Tafsir al-Mishbah lafadz “amānāt” merupakan bentuk jamak dari kata “amanah”. Hal ini dikarenakan sebuah amanah bukan sekadar sesuatu yang bersifat material, tetapi juga non-material dan bermacam -macam. Semuanya diperintahkan Allah agar ditunaikan. Terdapat amanah antara manusia dengan Allah, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan lingkungannya, dan antara manusia dengan dirinya sendiri.

Sedangkan menurut Sayyid Quthb amanat yang dimaksud oleh ayat di atas yakni amanah dalam bermuamalah dan memenuhi janji kepada sesama manusia, seperti amanah mengembalikan barang-barang atau harta benda kepada yang berhak menerima, amanah bersikap jujur terhadap rakyat dan pemimpin dan amanah untuk memelihara anak-anak dan menjaga kehormatan harta benda dan wilayahnya. (Sayyid Quthb, Fī Zhilāli AL-Qur’ān, Jilid 2, 397)

Di kehidupan dunia ini seringkali terjadi ketidakpercayaan dan ketidakpuasan publik jika pemerintah tidak memenuhi amanah yang diberikan oleh rakyat melalui pemilihan umum, termasuk menerapkan kebijakan yang sesuai dengan janji kampanye dan aspirasi masyarakat. Jika pemerintah tidak melakukannya, ketidakpercayaan dan ketidakpuasan publik akan muncul. Kewajiban para pemimpin tak hanya bertanggung jawab atas amanah yang dititipkan kepadanya, tak kalah penting yang harus diperhatikan adalah masalah keadilan. Hal ini juga sudah diperingatkan al-Qur’an kepada para pemimpin agar harus bersikap adil.

Dalam surah an-Nisa ayat 58 pada “wa idzā ḥakamtum baina al-Nās” Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Tafsir al-Munīr menunjukkan bahwa lafadz tersebut mengandung isyarat keharusan mengangkat seorang pemimpin yang adil dalam menetapkan hukum. Kemudian adapun faedah dari keadilan dan melaksanakan amanah dalam ayat “inna allaha ni‘immā ya ‘iẓukum bih”.

Maksud lafadz inna allaha ni‘immā ya ‘iẓukum bih adalah menjaga amanah dan berlaku adil merupakan sesuatu yang paling nikmat (berharga) yang Allah nasihatkan kepada hamba-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui apakah kalian melaksanakan amanah atau mengkhianati amanah, dan Dia juga mendengar ketetapan hukum yang telah hamba-Nya putuskan. Lalu nantinya amal perbuatan tersebut akan dibalas.

Dalam kitabnya Az-Zuhaili juga menyatakan bahwa keadilan merupakan dasar utama pemerintahan, keadilan juga ditetapkan sebagai salah satu dasar pemerintahan dalam Islam. Dengan keadilan, orang-orang lemah dapat memperoleh haknya dengan adil dan akal manusia akan terarah dengan baik. Apabila keadilan ditegakkan, orang-orang kuat tidak akan menganiaya orang-orang lemah, sehingga keamanan dan ketertiban system bisa terjaga. (Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir al-Munīr, jilid 3, 139)

Maka dari itu keadilan sangatlah penting dalam sistem pemerintahan, karena adanya konflik sosial serta peningkatan ketimpangan dapat disebabkan oleh kebijakan yang tidak adil. Pemerintah harus memastikan kebijakannya adil dan merata untuk semua warga negara, tanpa memihak kelompok tertentu.

Kemudian masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah korupsi, meskipun telah dilakukan upaya untuk memberantasnya, korupsi masih ada di berbagai level pemerintahan dan sektor publik lainnya selama bertahun-tahun. Korupsi akan menyebabkan ketidakadilan sosial, penghambat kemajuan, dan pemborosan sumber daya. Oleh karena itu perlunya pemimpin yang amanah, tegas, adil dan jujur.

Az Zuhaili juga menegaskan bahwa ayat hukum paling penting yang mencakup semua masalah agama dan aturan syara’ adalah ayat tentang amanah dan keadilan. Ayat-ayat ini ditujukan kepada semua orang, termasuk para pemimpin, untuk melaksanakan amanah mereka dalam membagi kekayaan negara, menghukum mereka yang melakukan pelanggaran, dan menetapkan hukuman yang adil.

Ayat tersebut telah memberikan penjelasan tentang dua prinsip utama pemerintahan Islami yang harus diterapkan oleh para pemimpin dan seluruh rakyatnya yakni bertanggung jawab atas amanah yang diberikan kepadanya serta bersikap adil agar semua hak dapat terlindungi dan dapat tersalurkan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin harus menjadi teladan moral bagi para pengikutnya. Pengambilan keputusan dan pengarahan bukan satu-satunya aspek kepemimpinan dalam Islam, para pemimpin hendaknya juga harus berperilaku atas dasar keadilan, integritas, dan kejujuran. Sebagaimana konsep ajaran yang sudah tertera dalam al-Qur’an serta konsep kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang sempurna dalam memimpin agama Islam.

- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

kisah pengkhianatan bani Quraizhah

Kisah Pengkhianatan Bani Quraizhah di ‘Bulan Haram’

0
Di antara peristiwa yang terjadi di bulan haram (mulia) dan disinggung oleh Alquran adalah pengkhianatan Bani Quraizhah terhadap Rasulullah saw. dan umat Islam. Hal...