BerandaKhazanah Al-QuranAnalisis Semantik Kata Syukur dalam Al-Quran

Analisis Semantik Kata Syukur dalam Al-Quran

Dalam perkembangan kajian Ulumul Qur’an, Ada salah satu kajian yang menarik untuk dibahas yaitu konsep semantik al-Qur’an yang digagas oleh Toshihiko Izutsu, ilmuan asal Jepang yang hafal al-quran dan menguasai 30 bahasa. Adapun semantik menurut Izutsu menekankan al-Qur’an untuk menafsirkan konsep sendiri dan berbicara tentang dirinya sendiri, yaitu dengan memusatkan pembahasannya untuk menganalisis struktur kata-kata yang ada didalam al-Qur’an. Dalam kesempatan ini penulis akan mengunakan pendekatan semantik dalam menganalisis semantik kata Syukur dalam al-Qur’an. Yang dikupas dari tiga aspek yaitu, Makna Dasar, makna Relasional Pra-Qur’anik, dan makna relasional pasca Qur’anik.

Baca juga: Bulan Sya’ban Tiba, Begini Peristiwa Penting dan Amalannya dalam Al-Quran

Analis Semantik Kata Syukur dalam al-Qur’an

  1. Makna Dasar

Menuurt Izutsu dalam bukunya Relasi Tuhan dan Manusia, mengatakan bahwa makna dasar adalah makna yang melekat pada kata itu sendiri dan selalu terbawa di manapun kata itu diletakkan, meskipun kata itu diambil dari luar al-Qur’an.

Adapun kata Syukur dalam bentuk mashdar dari kata kerja syakara-yasykuru-syukran. Kata kerja ini berakar dari huruf syin (ش), kaf (ك), dan ra‟ (ر). Dalam kitab Lisan al-Arab dijelaskan bahwa asy-Syukru adalah mengetahui kebaikan dan menyebarkannya. Sedangkan menurut Raghib al-Ishfahani dalam kitabnya Mufradat Fi Gharib al-Qur’an mengatakan bahwa syukur adalah mengambarkan nikmat dan menampakannya, menurut suatu pendapat bahwa syukur adalah kebalikan dari kasyru (memecahkan) yaitu membuka atau menyingkap, lawan kata daro syukur adalah kufur yaitu melupakan nikmat atau menutupnya.

Abu al-Husaini berpendapat dalam kitabnya Maqayis Lughah bahwasannya syukur itu memiliki empat makna dasar yang saling berkaitan. Yang peratma adalah syukru: pujian terhadap manusia berupa kebaikan. Yang kedua adalah syukur dalam artian sesuatu yang terisi penuh dan berlimpah.

Dikatakan bahwa halubah syakirah (air susu yang melimpah). Kemudian yang ketiga syukur berarti sangat atau lebih. Dikatakan pula asy-Syakir min an-Nabat adalah tumbuhan yang tumbuh dari betis atau akar pohon. Dan yang keempat adalah syukur dalam artian nikah atau pernikahan. Dikatakan bahwa syakru al-Mar’ah adalah kelamin perempuan.

Baca juga: Hak Waris Bagi Suami Istri dan Saudara Menurut Al-Qur’an

Selain kata syukur didalam al-Qur’an juga terdapat kata syakur. Menurut Imam al-Ghazali kata syakur itu berbeda dengan syukur dalam makna dasarnya, beliau mengartikan kalau syakur itu sebagai sifat Allah adalah bahwa Dia yang memberikan balasan yang banyak terhadap pelaku kebaikan atau ketaatan yang sedikit, Dia juga menganugerahkan kenikmatan yang tidak terbatas oleh waktu.

  1. Makna Relasional Pra-Quranik

Makna relasional adalah sesuatu yang konotatif yang diberikan dan ditambahkan pada makna yang sudah ada dengan meletakkan kata itu pada posisi khusus dalam bidang khusus, berada pada relasi yang berbeda dengan semua kata penting lainnya dalam sistem tersebut.

Makna dasar kata syukur pra-Quranik diambil dari bahasa yang lahir sebelum al-Qur’an diturunkan, yaitu dapat penulis temukan dari berbagai syair-syair Arab Jahiliyah.  Kata syukur pra-Quranik disandingkan dengan empat makna relasional di antaranya yaitu: kata syukur direlasikan dengan kenikmatan, balasan, kesabaran dan terselamatkan dari siksaan. Adapun contoh dalam Syair Arab Jahiliyah yaitu: Syair Zuhair bin Abi sulami yang terdapat dalam kitab Diwan Zuhair:

“Tidak akan menarik senjatanya kembali seorang muslim untuk mundur dari tempatnya. Maka tidak ada  yang  melakukan  hal  itu  kecuali seorang pengecut. Maka kamu  memiliki kenikmatan yang sangat  sempurna. Wahai yang mendapat nikmat, sempurnakanlah  nikmat itu dan syukurilah. Sekali pun musuh terkadang mengalahkan kebenaran  dengan  kebatilannya. Maka  kamu  harus  membela  kebenaran  dengan perkataan yang benar.”

Syair diatas berbicara tentang seseorang yang berperang dalam melawan kebatilan atau kejahatan. Maka seakan-akan dia mendapatkan kenikmatan yang sempurna, dan kenikmatan tersebut hendaknya ia syukuri. Maka kata syukur di sya’irnya Zuhair itu direlasikan dengan kenikmatan.

Baca juga: Tafsir Surah Ar-Rahman Ayat 26-28: Semua Makhluk Pasti Tiada, Hanya Allah Swt. yang Abadi

  1. Makna Relasional Pasca-Quranik

Makna relasi setelah al-Qur’an turun, pada kata syukur adalah adanya keterkaitan dengan kata lain yang melingkupi kata syukur didalam al-Qur’an. Adapun klasifikasi ayatnya penulis membaginya ke dalam empat bagian diantaranya yaitu :

Kata syukur digandengkan dengan istilah atau kata dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan sebab-sebab manusia harus bersyukur kepada Allah, yaitu diantaranya: kata syukur digandengkan dengan kata ‘nikmat’, kemudian digandengkan dengan kata ‘rezeki’, kemudian digandengkan dengan kata ‘karunia’, kemudian digandengkan dengan kata ‘petunjuk’, kemudian  dikaitkan  dengan ‘penciptaan manusia’,   kemudian   dikaitkan   dengan ‘pergantian  siang  dan  malam’, kemudian dikaitkan dengan ‘membangkitkan dari kematian‟,  kemudian  digandengkan  dengan kata ‘memberi maaf’.

Kata syukur digandengkan dengan istilah atau kata dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan cara bersyukur kepada Allah, diantaranya yaitu: kata syukur digandengkan dengan ‘mengingat nikmat Allah’, kemudian digandengkan dengan ‘berbuat kebaikan’, kemudian digandengkan dengan ‘menyembah Allah’, kemudian digandengkan dengan ‘bersabar  kepada Allah’, kemudian digandengkan dengan ‘berbuat  baik  kepada kedua orang tua’.

Baca juga: Bulan Sya’ban Tiba, Begini Peristiwa Penting dan Amalannya dalam Al-Quran

Kata syukur digandengkan dengan istilah atau kata dalam al-Qur’an berkaitan dengan balasan bagi orang-orang yang bersyukur diantaranya yaitu; kata syukur di gandengkan  dengan  ‘pahala  yang  berlitpat’, kemudian digandengkan dengan  ‘mendapat pertolongan’, kemudian digandengkan dengan ‘terselamatkan dari  siksaan’, kemudian digandengkan dengan ‘keridhoan  Allah’ atas orang-orang yang bersyukur.

Kata syukur digandengkan dengan istilah-istilah/kata dalam Alquran yang berkaitan dengan balasan bagi orang-orang yang tidak bersyukur, diantaranya yaitu: kata syukur disandingkan dengan ‘azab yang pedih’.

  1. Medan Semantik

Adapun medan semantik kata syukur berdasarkan pemaparan makna relasional yang telah penulis sebutkan di atas jika di tulis dalam sebuah skema atau bagan maka dapat menghasilkan kesimpulan yaitu terdapat 4 aspek yang dapat dicapai dari kata syukur dalam al-Qur’an, diantaranya yaitu: Pertama, mengenai sebab-sebab yang menjadikan manusia harus bersyukur. Kedua, mengenai cara-cara bersyukur kepada Allah. Ketiga, mengenai balasan-balasan bagi orang-orang yang bersyukur kepada Allah Swt. Dan yang keempat, mengenai balasan terhadap orang-orang yang tidak mau bersyukur kepada Allah Swt.

Muhammad Siroj Judin
Muhammad Siroj Judin
Santri di PP. Al-Luqmaniyyah Umbulharjo Yogyakarta Mahasiswa S1 Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

0
Manusia hidup dan berkembang seiring perubahan zaman. Berbagai aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang teknologi, sosial, ekonomi, dan budaya terus berubah seiring berjalannya waktu....