Setiap kali Ramadan tiba, minat medsos masyarakat terus meningkat. Mulai dari menjamurnya postingan foto di Instagram, kata mutiara tentang fadilah-fadilah Ramadan, serta video pendek berisi aktivitas pribadi yang berkaitan dengan puasa. Akan tetapi, beberapa dari postingan tersebut kerap kali melampui batas. Banyak konten yang dibagikan di media sosial melewati batas kesopanan dalam Islam, seperti berkata kotor dan membagikan foto yang tidak etis. Lantas, bagaimana status keabsahan puasa seseorang yang membagikan konten-konten yang bertentangan dengan nilai-nilai agama?
Baca juga: Belajar Puasa Media Sosial Melalui Dua Kisah dalam Al-Quran
Dalam Alquran, hal-hal yang membatalkan puasa dijelaskan dalam Q.S. Albaqarah [2] 187:
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.”
Ayat di atas menunjukkan tiga perkara yang dapat membatalkan puasa, yaitu: makan, minum, dan berhubungan intim. Mengutip Imam Rusyd dalam kitabnya yang berjudul Bidayah al-Mujtahid, ulama sepakat bahwa sebab batalnya puasa hanya ada tiga, seperti yang tertera pada ayat di atas. Jika ada lebih dari tiga hal itu, maka merupakan hasil kreasi para ulama dan perenungannya dari dalil-dalil yang ada. Dengan kata lain, selain tiga perkarah yang telah disebutkan, ulama masih berselisih apakah sesuatu itu dapat membatalkan atau tidak? [Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, 02/153].
Berkata kotor membatalkan pahala puasa
Taqiyuddin dalam karyanya yang berjudul Kifayah al-Akhyar menyebutkan bahwa sudah menjadi tugas utama bagi saim (orang yang berpuasa) untuk menjaga lisannya dari hal-hal yang diharamkan, semisal berbohong, mengadu domba, berkata yang tidak senonoh, dan lain-lain. Dengan begitu, pahala puasa yang ia lakukan tidak menjadi sia-sia. Sebagaimana salah satu hadis riwayat Imam Bukhari yang menyebutkan:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لله حَاجَةٌ فِي اَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan perilaku kotor maka tidak ada kepentinganbagi Allah atas amalnya meninggalkan makanan dan minuman.” [Kifayah al-Akhyar, 1/286]
Berkata kotor saat menunaikan ibadah puasa dapat melebur pahala puasa. Meski demikian, puasa yang dijalaninya tetaplah sah dan dianggap telah menunaikan perintah puasa. Pada tahap ini, menghindari kata kotor bagi saim hanya sebatas tatakrama yang tidak boleh dilanggar. [al-Fikih al-Manhajy Ala Mazhab al-Imam as-Syafii, 2/105]
Lantas bagaimana hukum membagikan foto tidak etis atau status kotor saat berpuasa?
Secara substansi, tidak ada perbedaan mencolok antara sesuatu yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Maksud dan keinginan yang disampaikan sama dan dampaknya pun tidak jauh berbeda. Kitab Is’ad al-Rafiq karya Syekh Muhammad bin Salim Babashol menegaskan bahwa setiap sesuatu yang dilarang untuk disampaikan secara lisan, maka sesuatu itu dilarang pula disampaikan secara tulisan. [Is’ad al-Rafiq, 2/105]
Jadi, meski puasa tidak batal, pahala yang semestinya didapat saat berpuasa melebur sebab berkata atau berbuat keburukan.
Penutup
Update status kotor saat berpuasa hukumnya haram dan jika dilakukan, akan membatalkan pahala puasa meskipun, puasa yang dilakoninya tetap sah. Seseorang yang sedang berpuasa, lalu menebar kejelekan di media sosial ibarat buruh yang sudah berjerih payah kerja tetapi tidak menuai upah. Alhasil, ia hanya mendapatkan letihnya pekerjaan. Wallahu a’lam[]