BerandaTafsir TematikDia yang Berlaku Baik Kepadamu, Lebih Baiklah Kepadanya! Pesan Surat An-Nisa Ayat...

Dia yang Berlaku Baik Kepadamu, Lebih Baiklah Kepadanya! Pesan Surat An-Nisa Ayat 86

Hari Ayah memang sudah lewat, namun pesan seorang ayah tetap abadi terpatri di hati. Pesan seorang ayah di suatu hari pada anaknya, ‘jika ada orang yang berlaku baik kepadamu, kamu harus berlaku lebih baik kepadanya’. Sontak teringat pada suatu ayat dalam Al-Quran yang kurang lebih mengandung maksud yang sama dengan pesan di atas. Ayat yang dimaksud yaitu surat an-Nisa ayat 86.

Pesan Ilahi dalam surat An-Nisa ayat 86 itu berbunyi,

وَاِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِاَحْسَنَ مِنْهَآ اَوْ رُدُّوْهَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيْبًا

“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.”

Dalam beberapa kitab tafsir, seperti Tafsir At-Thabari, Tafsir Al-Qurthubi, juga Tafsir As-Sya’rawi, disampaikan bahwa riwayat tafsiriyah ayat ini berbicara tentang tuntunan menjawab salam. Tahiyyah (penghormatan) dalam ayat tersebut dimaknai dengan ucapan salam. Menurut ayat ini, menjawab salam itu hendaknya dengan cara yang lebih baik dari ucapan salamnya, atau paling tidak sama dengan salam yang diucapkan.

Nabi Muhammad saw pernah menyontohkan cara menjawab salam, sebagaimana terekam dalam hadis berikut

عن سلمان الفارسي قال: جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ الله. فقال: َوعَلَيْكَ وَرَحْمَةُ الله. ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فقال: السَّلَام عليك يا رسول الله ورحمة الله. فقال له رسول الله: وَعَلَيْكَ وَرَحْمَةُ الله وَبَرَكَاتُهُ. ثُمَّ جاء آخر فقال: السلام عليك يا رسول الله ورحمة الله وبركاته. فقال له: وعليك. فقال لَهُ الرَّجُلُ: يا نَبِيَّ الله، بِأبِي أَنْتَ وَأُمِّي، أَتَاكَ فُلَانٌ وَفُلَانٌ فَسَلَّمَا عَلَيْكَ، فَرَدَدْتَ عَلَيْهِمَا أَكْثَرُ مِمَّا رَدَدْتَ عَلَيَّ! فقال: إِنَّكَ لَمْ تَدَعْ لَنَا شَيْئًا، قال الله:”وَإِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوْهَا”، فَرَدَدْنَاهَا عَلَيْكَ.

Dari hadis ini, terlihat bahwa Nabi menjawab ucapan salam sahabat dengan dua cara. Pertama, menjawab salam dengan lebih Panjang dari yang diucapkan. Misal ucapan salam Assalamu’alaika ya Rasulullah, Nabi jawab dengan Wa’alaika wa rahmatullah dan ucapan salam Assalamu’alaika ya Rasulullah wa Rahmatullah, dijawab oleh Nabi dengan Wa’alaika wa rahmatullah wa barakatuh. Kedua, Nabi menjawab salam dengan sepadannya salam yang diucapkan. seperti pada bagian ucapan salam Assalamu’alaika ya Rasulullah wa Rahmatullah wa barakatuh, lalu Nabi menjawab cukup dengan ‘wa ‘alaika’.

Makna Tahiyyah dan Perkembangannya

Konteks awal tahiyyah pada ayat ini adalah ucapan dan jawaban salam. Namun jika dilihat dari arti tahiyyah dalam Lisanul Arab, salam di sini tidak hanya terbatas pada ucapan salam, tetapi semua hal yang berkaitan dengan doa atau kebaikan yang dapat menghindarkan dari bahaya dan mudharat.

Berdasar pada arti tahiyyah tersebut, ayat ini bisa dikembangkan konteksnya pada semua hal yang mendatangkan kebaikan kepada orang lain. Dengan demikian, mengikuti pesan surat an-Nisa ayat 86 di atas, dikatakan bahwa jika seseorang berlaku baik kepada anda, maka anda harus berbuat lebih baik lagi kepadanya, atau minimal sama, dibalas dengan kebaikan yang serupa. Inilah tuntunan Al-Quran.

Tuntunan cara hidup bersosial ini juga mengajarkan kepada kita semua untuk senantiasa berlomba-lomba dalam berlaku baik, sebagaimana anjuran dalam ayat Al-Quran lainnya, surat Al-Baqarah ayat 148 dan surat Al-Maidah ayat 48,  فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ (Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan). Semakin banyak kebaikan yang ditanam, makin banyak pula kebaikan yang dituai. Dalam hal ini Allah memperhitungkan segala sesuatu yang telah dikerjakan hambaNya, sebagaimana tercantum dalam akhir surat an-Nisa ayat 86.

Bagaimana membalas keburukan orang lain? 

Namun kemudian muncul pertanyaan, apakah membalas dengan kebaikan berlaku untuk orang yang sudah berbuat baik saja? M. Quraish Shihab dalam Jawabannya Adalah Cinta memberikan tips untuk menghadapi keburukan atau kejahatan orang lain.

Menukil surat Fusshilat ayat ayat 34-35, mufasir Indonesia ini mengatakan bahwa menghadapi kejahatan orang lain tetap harus dengan kebaikan, seperti memaafkan, tetap berlaku baik dan adil kepadanya bahkan juga melupakan kesalahannya.

Sangat sulit memang untuk berlaku baik kepada orang yang telah berbuat jahat, hanya orang yang diberi anugerah kemuliaan hati dan kesabaran luar biasa yang bisa melakukannya. Namun bukan berarti hal ini tidak bisa diusahakan dan dilatih. Dalam hal ini prof. Quraish Shihab memberi tips melatih diri menghadapi keburukan atau kejatahatan orang lain dengan kebaikan.

Pertama, tanamkan dalam pikiran bahwa yang melakukan kejahatan itu seorang manusia, yang memang tempatnya salah, dan kesalahan yang dilakukannya sangat mungkin dilakukan oleh orang lain, bahkan oleh diri kita sendiri.

Kedua, tanamkan kesadaran pada diri kita bahwa kejahatan atau kesalahan yang dilakukan itu terjadi karena dorongan nafsu jahat, baik dari dalam diri pelaku maupun dari luar. Jadi ingat slogan film Joker bahwa ‘orang-orang jahat itu lahir dari orang-orang baik yang sering tersakiti’.

Ketiga, cerahkan pikiran dengan meyakinkan diri kita bahwa mengingat kesalahan atau keburukan orang lain itu merupakan beban yang berpotensi mengeruhkan pikiran dan berakibat tidak baik pada pekerjaan, kesehatan dan lainnya.

Mari sama-sama berlomba dalam kebaikan dan jangan pernah berhenti untuk belajar menjadi orang baik. Begitu pesan yang selalu ayah kita sampaikan. Wallahu A’lam.

Limmatus Sauda
Limmatus Sauda
Santri Amanatul Ummah, Mojokerto; alumni pesantren Raudlatul Ulum ar-Rahmaniyah, Sreseh Sampang
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...