BerandaTafsir TematikDorongan Menggunakan Akal Pikiran dalam Alquran

Dorongan Menggunakan Akal Pikiran dalam Alquran

Saat membaca Alquran, seseorang akan menemukan ratusan ayat yang mengingatkan pembaca berulang kali untuk menggunakan akal untuk berpikir. Ayat-ayat ini mempertanyakan mereka yang tidak menggunakan akal atau tidak mau berpikir. Fakta bahwa ada ratusan ayat yang menyebutkan akal dalam bentuk kata kerja menunjukkan bahwa berpikir itu perlu dan sangat dianjurkan.

Alquran tidak hanya meminta, tetapi juga mendorong, menantang, dan menghimbau para pembaca untuk menggunakan akalnya. Problematika dalam berpikir berasal dari kurangnya kesadaran dan pemahaman ayat-ayat Alquran tentang kekuatan akal, atau juga karena kelangkaan literatur tentang berpikir dari perspektif Alquran.

Dorongan untuk Berpikir

Pada awal ayat 44 di surah kedua Alquran, pembaca dipancing dengan pertanyaan negatif, afalā ta’qilūn (apakah kamu tidak menggunakan akal sehat?). Terdapat 13 ayat yang mempertanyakan pembaca dalam bentuk negatif karena tidak menggunakan akalnya, termasuk afalā ta’qilūn yang berarti “Apakah kamu tidak berpikir?” atau “Apakah kamu tidak mengerti?” atau “Apakah kamu tidak menggunakan akalmu?”

Al-Qarḍāwi dalam al-‘Aql wa al-‘ilm fi al-Qur’ān al-Karīm (2001) menjelaskan bahwa Allah bertanya kepada manusia dalam bentuk negatif untuk memotivasi mereka agar memikirkan tanda-tanda-Nya agar dapat mengenal Allah dan menjadi yakin kepada-Nya.

Baca juga: Tafsir Surah Albaqarah Ayat 260: Belajar Berpikir Kritis dari Nabi Ibrahim

Ayat-ayat lain dalam bentuk kata kerja ta’qilūn yang berarti “kamu akan menggunakan akalmu” atau “kamu dapat berpikir atau kamu dapat memahami”. Kata ta’qilūn yang disebutkan sebanyak 11 kali dalam Alquran muncul setelah ayat-ayat yang menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah agar manusia memikirkan tanda-tanda itu, yaitu wahyu, ciptaan, dan sejarah pengalaman manusia untuk sampai pada kebenaran dengan pasti.

Hal ini misalnya dapat dilihat pada Q.S. al-Baqarah: 73, “Lalu, Kami berfirman, ‘Pukullah (mayat) itu dengan bagian dari (sapi) itu!’ Demikianlah Allah menghidupkan (orang) yang telah mati, dan Dia memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan-Nya) agar kamu mengerti.” “Agar kamu mengerti” pada ayat ini digunakan frasa la’allakum  ta’qilūn.  Pada Q.S. al-Baqarah: 242, “Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu mengerti”. Pada ayat ini, “agar kamu mengerti” menggunakan frasa la’allakum ta’qilūn.  Atau pada Q.S. Yusuf: 109, “Sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Apakah kamu tidak mengerti?” Frasa “apakah kamu tidak mengerti” menggunakan redaksi afalā ta’qilūn.

Baca juga: Spirit Literasi dalam Nama-Nama Alquran

Selain ayat-ayat yang memotivasi manusia untuk berpikir, Alquran juga memuat ayat-ayat yang memperingatkan manusia yang tidak menggunakan akalnya. Frasa lā ya’qilūn  yang disebutkan dalam Alquran dalam pandangan Asad dalam The Message of the Qurān: Translated and Explained (2003) ditafsirkan sebagai “mereka tidak menggunakan akal mereka”. Sementara Yūsuf ‘Āli dalam The Holy Qurān: Text, Translation and Commentary (2007), menafsirkan lā ya’qilūn sebagai “orang-orang yang tidak memiliki akal”, “mereka tidak memiliki kebijaksanaan”, dan “mereka yang tidak mengerti”. Lā ya’qilūn adalah untuk menyampaikan kemurkaan Allah kepada orang-orang yang tidak menggunakan akalnya untuk berpikir.

Contohnya pada Q.S. al-Baqarah: 171, disebutkan bahwa mereka tidak mengerti karena mereka mengingkari Allah. Mereka diumpamakan seperti penggembala yang meneriaki gembalaannya yang tidak mendengar atau memahami selain panggilan atau teriakan. Mereka disebut tuli, bisu, dan buta sehingga mereka tidak mengerti. Kata yang digunakan untuk menarasikan kondisi mereka adalah fahum la ya’qilun.

Akal dan Berpikir

Selain ayat-ayat yang berhubungan langsung dengan penggunaan akal, ada ratusan ayat dalam Alquran yang menyebutkan kegiatan lain yang sebanding dengan fungsi utama akal, yaitu berpikir. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah tafakkur (berpikir mendalam atau merenung), tadabbur (merenungkan atau memeriksa dengan seksama), nazhar (berpikir teoritis atau abstrak), tabāshur (wawasan), tadzakkur (mengingat), tafaqquh (memahami secara komprehensif), i’tibār (mengambil mengambil pelajaran dari sejarah pengalaman manusia agar tidak mengulangi kesalahannya), ta’aqqul (penerapan pikiran yang benar), dan tawassum (berpikir reflektif).

Terkait hal ini, penting untuk memahami bagaimana Alquran memaparkan kemampuan organ berpikir, yaitu al-‘aql (akal). Akal adalah organ spiritual (immaterial) yang vital yang mampu mengkonseptualisasikan dan mempertahankan makna yang memungkinkan manusia untuk mencapai pengetahuan yang diperlukan untuk keberhasilan hidup mereka di dunia. Akal memiliki potensi untuk berpikir secara konseptual dan akal merupakan kemampuan tertinggi manusia, yang membuat mereka mampu merenungkan kebesaran Allah.

Baca juga: Tafsir Surah Yasin Ayat 62: Akal sebagai Tameng dari Godaan Setan

Dengan berkah akal, manusia dapat memikul beban sebagai khalifah di bumi dan bertanggung jawab atas tindakannya. Meskipun dibandingkan dengan hewan, manusia lebih lemah fisiknya.

Akal menjadi ciri utama manusia dibandingkan dengan makhluk lain. Daya proses informasi adalah keunggulan dalam mengaitkan apa yang tampak di lapangan dengan proses mental dalam berpikir. Manusia adalah makhluk yang berpikir (al-insan hayawan nathiq) sejatinya karena ia diberikan potensi akal.

- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...