Jauh sebelum aktivis kesetaraan gender lantang disuarakan di zaman modern, keresahan terhadap diskriminasi berbasis gender pernah disuarakan oleh beberapa sahabat perempuan. Mereka mempertanyakan eksistensi perempuan yang tidak disinggung oleh al-Qur’an sebagai sosok yang mempunyai andil dalam dakwah Islam.
Keresahan ini disampaikan langsung kepada Nabi saw dan kemudian mendapatkan respon dari Allah Swt yang tertuang dalam beberapa ayat al-Qur’an mengenai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Artikel ini akan mengulas andil 3 sahabat perempuan yang mempunyai peran penting sebagai latar turunnya beberapa ayat tentang kesetaraan.
Ummu Salamah
Bernama asli Hindun binti Abi Umayah, Ummu Salamah merupakan sosok perempuan yang memiliki paras cantik, nasab baik, perangai santun, dan seorang intelektual. Ummu Salamah termasuk sahabat perempuan yang pertama kali ikut hijrah ke Habasyah dan Madinah. Ia merupakan istri Rasulullah yang sebelumnya pernah menikah dengan Abi Salamah bin Abdul Asad al-Makhzumi. Pada tahun 61 H Ummu Salamah menghembuskan nafas terakhirnya dan menjadi istri Rasulullah yang paling akhir wafat.
Baca Juga: Tafsir Surat An-Nisa Ayat 19: Perempuan Adalah Sosok Istimewa
Ummu Salamah mempunyai peran penting dalam penyebaran Islam. Bersama sahabat perempuan lainnya ia aktif membantu menyiapkan logistik dan pengobatan bagi para mujahidin yang berjuang di medan perang.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, al-Hakim, dan Ibn Abi Hatim dikisahkan suatu ketika Ummu Salamah bertanya “Ya Rasulullah! Saya tidak mendengar Allah menyebut-nyebut perempuan sedikit pun yang berkenaan dengan hijrah.” Respon pertanyaan di atas, maka turunlah ayat Q.S. Ali Imran (3): 195 yang berbunyi:
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ اَنِّيْ لَآ اُضِيْعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنْكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى ۚ بَعْضُكُمْ مِّنْۢ بَعْضٍ ۚ فَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَاُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَاُوْذُوْا فِيْ سَبِيْلِيْ وَقٰتَلُوْا وَقُتِلُوْا لَاُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّاٰتِهِمْ وَلَاُدْخِلَنَّهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۚ ثَوَابًا مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الثَّوَابِ ١٩٥
Maka, Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan perbuatan orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Maka, orang-orang yang berhijrah, diusir dari kampung halamannya, disakiti pada jalan-Ku, berperang, dan terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai sebagai pahala dari Allah. Di sisi Allahlah ada pahala yang baik.”
Kisah tersebut direkam dalam kitab Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul karya Imam al-Suyuthi. Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam hal pahala. Secara eksplisit ayat di atas menyebut kata perempuan dan laki-laki dengan beriringan. Hal ini memberi ajaran kepada kita bahwa keutamaan seseorang bukan dilihat dari atribut sosial, termasuk jenis kelamin, tapi dari amal yang dilakukannya.
Nusaibah binti Ka’ab
Nusaibah binti Ka’ab, biasa disebut dengan Ummu Ammarah adalah sahabat perempuan dari kalangan Anshar yang dikenal pemberani. Puncak keberaniannya terlihat ketika ia mengikuti perang Uhud. Saat itu, terjadi kekacauan pasukan muslim karena tidak mengikuti instruksi Rasulullah. Hal tersebut mengakibatkan posisi Rasulullah dapat diserang dengan mudah oleh pihak musuh. Melihat Rasulullah dalam keadaan terancam, Nusaibah bergegas mempersenjatai diri untuk memberi perlindungan Rasul. Beberapa riwayat mengatakan akibat aksi heroiknya itu, ia mengalami 12 luka di sekujur tubuhnya.
Selain terkenal dengan keberaniannya, Ummu Ammarah juga bisa kita anggap sebagai sosok pembela hak asasi perempuan. Asumsi ini berdasar kepada suatu riwayat dalam Sunan At-Tirmidzi dan Musnad Ahmad bin Hanbal sebagaimana dikutip pada buku Qiraah Mubadalah.
Riwayat tersebut tentang pertanyaan Ummu Ammarah kepada Rasulullah, “Sepertinya, segala sesuatu hanya untuk laki-laki, saya tidak melihat perempuan disinggung (al-Qur’an) sama sekali.” Sebab aduan itu kemudian Allah berfirman Q.S. al-Ahzab (33): 5 sebagai berikut:
اِنَّ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمٰتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ وَالْقٰنِتِيْنَ وَالْقٰنِتٰتِ وَالصّٰدِقِيْنَ وَالصّٰدِقٰتِ وَالصّٰبِرِيْنَ وَالصّٰبِرٰتِ وَالْخٰشِعِيْنَ وَالْخٰشِعٰتِ وَالْمُتَصَدِّقِيْنَ وَالْمُتَصَدِّقٰتِ وَالصَّاۤىِٕمِيْنَ وَالصّٰۤىِٕمٰتِ وَالْحٰفِظِيْنَ فُرُوْجَهُمْ وَالْحٰفِظٰتِ وَالذّٰكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّالذّٰكِرٰتِ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا ٣٥
Sesungguhnya muslim dan muslimat, mukmin dan mukminat, laki-laki dan perempuan yang taat, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan penyabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kemaluannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, untuk mereka Allah telah menyiapkan ampunan dan pahala yang besar.
Ayat ini menjelaskan kesetaraan laki-laki dan perempuan di hadapan Allah dalam hal mendapat balasan amal perbuatan sesuai apa yang masing-masing individu kerjakan. Dengan demikian kualitas diri seorang manusia tidak terpaku pada aspek biologis semata. Setiap individu baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak untuk mengembangkan kreativitas yang dimilikinya. Masing-masing dari mereka memiliki konsekwensi logis atas apa yang dilakukannya.
Asma binti Umais
Selain dua nama di atas, riwayat lain menyebut Asma binti Umais sebagai salah satu sahabat perempuan yang dianggap sebagai pejuang emansipasi. Sebagaimana dinukil dalam buku Qiraah Mubadalah yang disadur dari Imam al-Baghawi menceritakan bahwa Asma binti Umais suatu ketika pernah bertanya kepada Rasul mengenai kedudukan perempuan. Ia mengatakan bahwa posisi perempuan sangat merugi karena peran mereka tidak disinggung al-Qur’an.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat 33: Perempuan sebagai Pemeran Domestik dan Publik
Dikisahkan Asma binti Umais datang ke dzuriyah Rasulullah kemudian bertanya, “Apakah ada ayat al-Qur’an yang turun menyebut dan mengapresiasi perempuan?” Saat dijawab tidak ada, ia langsung menemui Rasulullah, mengadu, “Wahai Rasullah, sungguh para perempuan itu merugi. Sangat merugi.” “Memang kenapa?” tanya Rasulullah, “Karena kerja dan kiprah mereka tidak disinggung al-Qur’an, sebagaimana kerja laki-laki yang selalu diapresiasi al-Qur’an.
Dari kisah di atas, terlihat Asma memprotes fenomena laki-laki yang selalu disebutkan oleh al-Qur’an. Pernyataan Asma semacam bentuk keresahan yang mewakili perasaan perempuan pada saat itu yang tidak ingin dibeda-bedakan dengan laki-laki. Menurut sementara ulama kisah ini juga menjadi asbab al-nuzul ayat-ayat kesetaraan yang disebutkan sebelumnya.
Demikian sepenggal kisah sahabat perempuan yang berupaya meraih kesetaraan dengan laki-laki. Riwayat-riwayat di atas menunjukkan apresiasi Allah terhadap perempuan. Al-Qur’an berupaya merefleksikan ajaran Islam yang berupaya mengubah tradisi patriarki menuju kesetaraan laki-laki dan perempuan. Wa Allahu A’lam