Di antara kelebihan bahasa Arab, dibanding bahasa-bahasa lain adalah kekayaan kosa katanya yang melimpah. Sampai-sampai al-Iraqi Jawwad Ali, dalam kitab al-Mufashal fi Tarikh al-Arab Qabl Islam-nya menyebutkan jumlah kosa kata yang digunakan dalam bahasa Arab mencapai 12,3 juta, tepatnya berjumlah 12.305.052 kosakata.
Jumlah sebanyak itu mungkin membuat kita bertanya, apa kira-kira yang menyebabkannya sebanyak itu? Ternyata di antara faktor-faktor itu adalah penggunan kosa kata yang berlebihan. Bahasa Arab tidak sedikit memiliki beberapa kosa kata yang berbeda namun memiliki arti dan makna yang sama. Dalam kesusastraan bahasa Arab itu dikenal dengan istilah muradif atau sinonim dalam bahasa indonesia.
Di dalam KBBI sinonim diartikan sebagai hubungan antar bentuk-bentuk kata yang mirip (memiliki makna yang sama). Tidak jauh berdeda dengan yang dipahami dalam kajian bahasa Arab, bahwa muradif adalah istilah untuk beberapa kata yang memiliki makna atau arti yang sama.
Sebetulnya dalam kajian semantik, ulama masih berbeda pendapat tentang apakah istilah muradif itu benar-benar ada di dalam al-Quran dan bahasa Arab, ataukah tidak. Yang mengatakan tidak, menganggap pada dasarnya kata-kata yang selama ini diduga sama (muradif), sebenarnya memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Karena setiap kata pada dasarnya memiliki arti masing-masing, hanya saja karena ada kemiripan dengan kata lain secara makna, maka ia pun dianggap sama, padahal sebenarnya jauh berbeda (Thariqah al-Husul ‘Ala Ghayah al-Wushul ,121).
Tetapi bagaimana pun mayoritas ulama tetap memilih pandangan yang menganggap istilah sinonim itu berlaku dan terjadi dengan pengertiannya yang sebenarnya. Hanya sebagian ulama saja yang tidak menerima pandangan ini.
Baca Juga: Tafsir Q.S. Ali Imran [3]: 145: Menyoal Kematian dan Ragam Motif di Balik Amal
Sebagai contoh, diantara kata-kata muradif yang tersebar dalam Mushaf al-Quran adalah kalimat atau kata yang digunakan untuk arti kematian. Al-Quran setidaknya menyebut empat kata yang digunakan untuk arti kematian ini.
Maut (موت)
Dalam berbagai bentuk derivasinya, kata maut terlulang sebanyak 161 kali di dalam 53 surah yang berbeda. Salah satunya adalah dalam Q.S. Al-Imran (3) 185,
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۖ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian, kemudian kamu (semua) akan kembali kepada kami”.
Secara bahasa kata maut berarti diam dan berhentinya sesuatu dari suatu keadaan. Orang-orang arab biasa mengatakan “matat ar-rihu” (angin telah mati) dan “matat an-naru” (api telah mati), setelah angin kencang berhenti dan api besar menjadi padam.
Karena mati identik dengan diam maka ketika ruh meninggalkan jasad, jasad menjadi terdiam. Itu sebabnya al-Quran menggunakan kata maut untuk mewakili makna kematian yang menunjukkan terhentinya aktivitas tubuh.
Yang menarik, Ibnu Manzhur dalam Lisanul Arab-nya menyebutkan lima jenis kematian yang ditunjukkan oleh kata maut. Pertama, mati yang dialami tanaman dan tumbuh-tumbuhan. Ditandai dengan lesu, lembek dan menyusutnya tanaman itu. Contohnya dalam Q.S. al-Baqarah (2) 164. Kedua, mati yang dialami oleh manusia, dengan hilangnya kekuatan tubuh untuk bergerak. Seperti yang terdapat dalam Q.S. Maryam (19) 23.
Ketiga, matinya akal. Yaitu mati karena kebodohan. Seperti dalam Q.S. al-An’am (6) 122. Keempat, mati dengan artian hilangnya kebahagian dan kesenangan, yaitu ketika mengalami kesedihan, ketakutan dan kekhawatiran yang dapat mengeruhkan kehidupan. Seperti dalam Q.S. Ibrahim (14) 17. Dan yang kelima, mati yang sementara, yaitu ketika tidur. Seperti dalam Q.S. Az-Zumar (39) 42. (Lisanul ‘Arab [2] 91-92)
Wafat (وفاة)
Dalam al-Quran kata ini biasanya diubah menjadi bentuk kata kerja tawaffa-yatawaffa saat menunjukkan makna kematian. seperti dalam Q.S. Az-Zumar (39) 42.
اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْاَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَامِهَا ۚ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْاُخْرٰىٓ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
“Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir.”
Wafa dan tawaffa sendiri berarti memenuhi atau menepati sesuatu yang telah ditentukan. Orang yang berjanji melakukan sesuatu ketika telah menepati janjinya akan disebut waafiin (orang yang telah menepati janji).
Karena itu kata wafat tidak hanya sekedar bermakna kematian tapi juga bermakna menunaikan dan menepati batas hitungan usia. Jika usia seseorang tertulis berusia 60 atau 80 tahun, maka tatkala usia itu telah sampai, dia akan disebut telah tawaffa yaitu telah menunaikan batas hidupnya di dunia. Karena itu pula di dalam Q.S. Ali-Imran (3) 55, Allah menggunakan kata tawaffa bukan maut saat Allah Swt berfirman kepada Nabi Isa, karena dalam keyakinan kita Nabi Isa sebenarnya belum mati tapi hanya diangkat kelangit karena batas waktu hidupnya telah sampai dan akan diturunkan lagi kemuka bumi diakhir zaman nanti.
Ajal (أجل).
Ajal adalah salah satu kata yang digunakan al-Quran untuk mewakili makna kematian. Kata ini terulang sebanyak 21 kali, salah satunya terdapat di dalam Q.S. Al-A’raf (7) 34,
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”
Jika tawaffa dibuat untuk menekankan sisi penunaian maka ajal adalah batas waktu yang ditunaikan. Hanya saja, selama ini banyak orang mengira ajal adalah usia atau umur, padahal tidak demikian. Usia adalah waktu yang telah dilalui dan bisa bertambah seiring berjalannya waktu, sementara ajal adalah batas usia yang tidak dapat dikurangi dan ditambahi.
Baca Juga: Pembacaan Zaghlul An-Najjar terhadap Ayat-ayat Kematian
Raji’ (راجع).
Secara bahasa raji’ berasal dari asal kata raja’a yang bermakna kembali, pulang dan pergi ketempat semula. Salah satu ayat yang menggunakan kata ini adalah yang terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah (2) 156.
الَّذِينَ إِذَ أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌۭ قَالُوا۟ إِنَّا لِلَّٰهِ وَإِنَّ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ …
“….(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali).
Selain bermakna kematian, kata raji’un diatas juga mengandung pesan bahwa manusia tidaklah tercipta begitu saja tanpa ada yang menciptakannya. Tetapi manusia adalah makhluk ciptaan yang memiliki pencipta sebagai asal usulnya dan pasti akan kembali kepada asal itu.
Demikianlah penjelasan terkait dengan empat kata yang digunakan dalam Al-Quran untuk menyebutkan makna kematian. Wallahu a’lam.