Predikat terhadap Alquran sebagai sebuah kumpulan tulisan berisi tema tertentu seringkali kita temukan, misal Alquran adalah kitab hukum (model penjelasan seperti ini dalam tradisi tafsir dikenal dengan tafsir fiqhi), karena kandungan hukumnya yang terlihat mendominasi, Alquran juga disebut buku cerita, karena kisah-kisah yang dimuat di dalamnya tidak sedikit; Alquran Kitab Toleransi, sebab menurut penulisnya salah satu kandungan nilai-nilai universalitas Alquran adalah toleransi, bukan pemaksaan (model penjelasan seperti ini dalam tradisi tafsir dikenal dengan adabiy ijtima’iy).
Fenomena di atas memperjelas penafsiran al Maraghi dalam Tafsir Al Maraghi tentang (QS. Hud [11]: 1) bahwa Alquran merupakan kitab yang memuat tentang berbagai informasi, mulai dari ketauhidan, hukum, nasihat-nasihat, banyak kisah, kebangsaan, sosial kemasyarakatan, politik, dan yang lainnya.
Uniknya, berbagai berita tersebut oleh Alquran disampaikan secara variatif, mulai dari model penyampaian yang santai dan halus seperti cara orang bercerita (Qasas al-Qur’an), mengumpamakan satu hal dengan hal yang lain (amtsal al-Qur’an) hingga model penyampaian yang tegas dan lugas seperti cara orang berdebat (jadal al-Qur’an) dan penggunaan sumpah (aqsam al-Qur’an). Berikut ciri khas dari masing-masing model penyampaian tersebut.
Qasas al-Qur’an mengabarkan beberapa informasi yang dikandung al-Qur’an dengan berkisah atau bercerita. Termasuk dalam qasas al-Qur’an yaitu pengabaran tentang kisah-kisah umat terdahulu, kisah-kisah Nabi sebelum Nabi Muhammad dan beberapa peristiwa yang terjadi pada masa turunnya al-Qur’an. Salah satu misal yaitu kisah alQur’an tentang nasehat Luqman pada anaknya (QS. Luqman [31]: 13-20). Serangkaian ayat ini menampilkan beberapa nasehat Luqman pada anaknya. Jika diamati lebih lanjut, nasehat Luqman itu meliputi beberapa hal; kewajiban hamba kepada Allah, kewajiban anak terhadap orang tua dan kewajiban manusia kepada makhluk Tuhan lainnya (baik pada sesamanya maupun pada hewan dan tumbuhan). Selain memberikan informasi mengenai sosok Luqman yaitu orang laki-laki shalih yang hidup sebelum diutusnya Nabi Daud, kisah yang menampilkan dua sosok, seorang ayah dan anak ini kemudian menginspirasi para orang tua dalam mendidik anaknya.
Sedangkan amtsal al-Qur’an digunakan untuk meng’hidup’kan sebuah informasi, khususnya kabar-kabar yang bersifat abstrak. Contohnya ketika Allah membuat perumpamaan tentang pahala orang yang bersadaqah di Q.S. al-Baqarah [2]: 261,
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.
Pada ayat ini Allah memberi tahu bahwa orang yang bersedekah itu akan mendapat untung (pahala) hingga 100x lipat, sebagaimana terlihat pada visualisasi sebutir beni yang ditanam, kemudian menumbuhkan tujuh bulir dan tiap bulir ada seratus biji.
Adapun untuk jadal al-Qur’an (debat dalam al-Qur’an), hal ini ditempuh dalam rangka meyakinkan para lawan bicaranya, setiap pernyataan dalam Alquran akan disertai dengan argumentasi yang kuat, sehingga menghilangkan keraguan atasnya, lebih-lebih untuk membantah dan mematahkan argumen orang yang tidak mempercayainya. Sebagai contoh antara lain yaitu perdebatan tentang al-Qur’an untuk melemahkan orang-orang yang mendustakannya. (QS. al-Baqarah [2]: 23)
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
Ayat ini menurut al-Zamakhshari dalam Tafsir Al-Kasysyaf sebagai bantahan sekaligus mematahkan argumentasi orang yang tidak mempercayai kemukjizatan al-Qur’an. Ayat yang serupa juga terdapat pada QS. Yunus [10]: 36 dan Hud [11]: 13. Satu lagi contoh ayat yang juga termasuk dalam model jadal al-Qur’an, QS. al-Baqarah [2]: 21-22,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ.
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.
Di kedua ayat ini disebutkan argumentasi dan alasan-alasan kenapa manusia diperintahkan untuk menyembah Allah dan senantiasa bersyukur kepadaNya. Alasan-alasan itu antara lain karena Allah adalah pencipta manusia beserta alam seisinya. Model ini sangat pas jika dijadikan pedoman dalam akurasi berita, karena berita harus disertai fakta-fakta dan argumentasi, sehingga berita itu tidak sekadar opini dan dugaan semata.
Terakhir yaitu aqsam al-Qur’an. Tujuan penyertaan sumpah dalam ayat-ayat al-Qur’an tidak jauh berbeda dengan jadal al-Qur’an, menguatkan kabar, menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalah pahaman, sehingga mantaplah hati penerima informasi. Contohnya antara lain; QS. al-Taghabun [64]: 7
زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ وَذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Orang-orang yang kafir mengatakan, bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: “Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Berdasarkan empat gaya tersebut, terlihat bahwa Alquran sangat memperhatikan lawan bicara atau pendengarnya (karena dianggap seperti berbicara) atau para pembacanya (karena mushaf Alquran berupa tulisan). Melalui berkisah dan memberikan visualisasi atau perumpamaan terhadap tuntunan dan ajaran agama, para pendengar atau pembaca seperti sedang dibacakan kisah atau mengamati gambar atau lukisan, tidak merasa sedang digurui atau dihakimi. Ini sangat cocok bagi para pendengar dan pembaca aliran kalem. Tentu ini akan berbeda jika Alquran berhadapan dengan pendengar dan pembaca yang levelnya sensitif, mereka butuh alasan dan argumen untuk menghilangkan keraguan mereka, harus ada akurasi dan validasi untuk memantapkan informasi yang sampai pada mereka. Oleh karena itu digunakanlah jadal (diskusi) dan qasam (sumpah).
Keempat model ini tidak ada salahnya juga jika kita adopsi dalam komunikasi keseharian kita. Selamat mencoba. Wallahu A’lam