Akhir-akhir ini keluar istilah gaul yang menjadi perbincangan dikalangan anak muda maupun di jagat maya, yaitu istilah ghosting. Ghosting di sini tidak diartikan dengan ‘berbayang’ sebagaimana terjemahan dari bahasa Inggrisnya. Akan tetapi, fenomena ghosting merupakan sebuah istilah untuk menunjukan suatu tindakan mengakhiri hubungan dengan cara menghilang tiba-tiba. Biasanya orang yang melakukan ghosting menarik diri dan tidak melakukan komunikasi lagi dengan kita.
Pelaku ghosting cenderung menghilang begitu saja tanpa pamit atau memberi penjelasan sebelumnya. Fenomena ghosting ini semakin marak karena sering dikaitkan dalam kasus percintaan. Namun, secara umum hubungan sesama manusia beragam macamnya, seperti hubungan profesional antara client dengan vendor, majikan dan anak buah, hubungan antar sesama rekan kerja, hubungan persahabatan, pertemanan dan lain-lain. Pada hubungan-hubungan tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi ghosting, bisa jadi kita yang melakukan atau orang lain terhadap kita.
Baca juga: Tafsir Ahkam: Hukum Senggama dengan Istri Sebelum Mandi Wajib dari Haid
Fenomena ghosting tersebut, jika dipotret secara menyeluruh berkaitan dengan akhlak sosial kita terhadap orang lain. Suatu hal dalam Islam yang jelas-jelas merugikan orang lain, memutus tali silaturahmi, mendzalimi, ingkar janji, atau apapun yang dapat merugikan orang lain tentunya dilarang. Al-Qur’an telah berbica mengenai larangan-larangan tersebut, namun kali ini mari kita mentadaburi ayat perintah untuk selalu menepati janji apabila kita berjanji pada orang lain.
Tafsir Surah An-Nahl Ayat 92
Surah An-Nahl [16]: 92
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّتِيْ نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ اَنْكَاثًاۗ تَتَّخِذُوْنَ اَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ اَنْ تَكُوْنَ اُمَّةٌ هِيَ اَرْبٰى مِنْ اُمَّةٍ . اِنَّمَا يَبْلُوْكُمُ اللّٰهُ بِهٖۗ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ مَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu”.
Ayat ini berbicara mengenai perintah untuk memenuhi (menyempurnakan) janji dan memelihara sumpah. Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim, ayat ini turun sebagai perumpamaan bagi orang yang selalu mengingkari janji, akan tetapi ia tidak menepatinya. Orang yang ingkar terhadap janjinya diibaratkan dengan seorang yang memintal benang kemudian ia mengurai kembali dan membiarkan benang-benang tersebut terpisah. Sehingga terbuang tenanganya secara percuma tanpa kemanfaatan. Padahal kuat dan teguhnya janji tersebut laksana teguhnya kain yang baru selesai ditenun.
Sayyid Qutb dalam tafsirnya Fi Dzilalil Qur’an, menambahkan penjelasan mengenai ayat ini, menurutnya menepati janji adalah jaminan atas keberlangsungan unsur kepercayaan penuh (tsiqah) dalam etika pergaulan di antara manusia. Tanpa tsiqah tersebut, sebuah masyarakat dan kemanusiaan tidak akan tegak sempurna.
Baca juga: Bolehkah Menulis Mushaf Al-Quran dengan Selain Rasm Utsmani?
Dalam ayat ini pula Al-Qur’an memberikan contoh pelanggaran terhadap janji dan meniadakan sebab-sebab yang terkadang dijadikan alasan oleh pembuat janji. Sebagian kaum kafir menjadikan alasan untuk ingkar janji karena ia berada pada kelompok yang sedikit dan lemah. Sedangkan kaum Quraish adalah kelompok kuat dan banyak. Karena itu, Allah swt memperingatkan dalam ayat ini bahwa itu bukanlah sebuah alasan untuk tidak bertanggung jawab terhadap janjinya.
Ghosting dan Pentingnya Memenuhi Janji
Mereka menjadikan janji-janji atau sumpah hanya ketika terdesak saja, namun ketika sudah menemukan jalan untuk mengelak ia tidak merasa berat melanggar janji yang telah diikat. Demikian pula dalam konteks kekinian, orang yang melakukan ghosting khususnya dalam perihal perjanjian dia dengan orang lain itu tidak dibenarkan.
Misalnya, orang yang mempunyai hutang dan berjanji akan melunasi hutang tersebut pada hari yang disepakati, namun orang tersebut malah meng-ghosting atau memutuskan komunikasi dan menghilang begitu saja, hal tersebut tidak dibenarkan menurut Islam. Begitupun janji-janji dalam segala jenis hubungan manusia seperti pertemanan, persahabatan maupun dalam berpasangan antara laki-laki dan perempuan.
Baca juga: Ragam Kekhasan Kajian Madrasah Tafsir al-Qur’an Mekkah Masa Tabiin
Demikian tadabur surah An-Nahl ayat 92 yang berbicara mengenai pentingnya memenuhi (menyempurnakan) janji. Hal tersebut tentunya menjadi salah satu ilmu bagi kita semua bahwa pentingnya menjaga hubungan baik dengan orang lain. Sikap ghosting yang disebutkan di awal jika dimaknai konteksnya dengan seseorang yang mempunyai janji kemudian ia menghilang begitu saja, maka yang demikian merupakan perbuatan dosa. Semoga kita senantiasa dijauhkan dari sifat-sifat yang bisa mengecewakan orang lain termasuk ghosting. Wallahu a’lam.