BerandaTafsir TematikTafsir AhkamHukum Mendoakan Pahlawan Non-Muslim

Hukum Mendoakan Pahlawan Non-Muslim

Kemerdekaan dan kenyamanan hidup bernegara yang dirasakan Bangsa Indonesia sampai detik ini tidak lepas dari jerih upaya dan jasa para pahlawan. Selama ratusan tahun, Bangsa Indonesia berjuang melepaskan diri dari kungkungan bangsa asing yang melakukan penjajahan dan penindasan. Para pejuang kemerdekaan dari berbagai latar belakang dan agama berjuang dalam satu tujuan, yaitu meraih kemerdekaan.

Sebagai rasa terimakasih untuk mengenang jasa para pahlawan tersebut, Pemerintah telah menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan Nasional. Guna memeriahkan dan memperingati hari bersejarah tersebut, ada banyak kegiatan yang dilakukan masyarakat semisal upacara bendera, mengheningkan cipta, ziarah ke makam pahlawan dan melakukan doa bersama.

Baca Juga: Etika Bergaul dengan Non muslim dalam Pandangan Al-Qur’an

Agaknya, dari sekian banyak peringatan hari pahlawan yang dilakukan masyarakat Indonesia, acara doa bersama untuk para pahlawan merupakan kegiatan yang paling baik dan sejalan dengan prinsip agama. Selain menambah nilai spiritualitas masyarakat, kegiatan tersebut juga memberikan manfaat nyata kepada arwah para pahlawan bangsa dengan kiriman doa dan ayat-ayat Alquran yang dibacakan.

Mendoakan dan Memintakan Ampunan Untuk non-Muslim

Namun, yang menjadi problem adalah tidak semua pejuang kemerdekaan bangsa mati dalam keadaan Islam. Dalam Islam, mendoakan non muslim yang telah meninggal termasuk tindakan terlarang. Hal ini sebagaimana tersurat dalam firman Allah swt. surah Altaubah ayat 113,

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik sekalipun orang-orang itu kaum kerabat (nya) setelah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu penghuni Neraka Jahannam. 

Menurut sebagian ulama, ayat di atas menegaskan adanya larangan memintakan ampunan bagi orang-orang yang tidak beriman kepada Allah swt. Sebab turunnya ayat tersebut, menurut sebagian mufassir, adalah berkenaan dengan kisah Abu Thalib, paman Nabi saw. yang mati tidak dalam keadaan Islam. Pada saat itu, Rasulullah saw. bertekad bahwa beliau akan memintakan ampun kepada Allah swt. untuk pamannya tersebut. Lantas turunlah ayat di atas yang melarang hal tersebut. [Tafsir al-Thabari, Juz 12, hal. 19]

Terdapat perbedaan penafsiran terkait term istighfar dalam ayat di atas. Imam al-Thabari menukil sekurang-kurangnya tiga makna yang dikemukakan oleh para ulama. Mayoritas menafsiri kata istigfar dengan memohon ampunan, sebagaimana yang lumrah. Sebagian menafsiri dengan arti doa, dan sebagiannya lagi memaknai istighfar sebagai salat. [Tafsir al-Thabari, Juz 14, hal. 55-517]

Baca Juga: Toleransi Tidak Terbatas untuk non-Muslim

Menurut Imam Fakhruddin al-Razi, berangkat dari pendapat yang mengatakan istighfar dalam ayat di atas dimaknai sebagai salat, mendoakan ampunan bagi non-muslim boleh dilakukan. Meski dosa kekufuran mereka tidak akan pernah diampuni, paling tidak dengan doa tersebut barangkali Allah berkenan meringankan siska bagi mereka di Akhirat. Namun, pendapat ini dinilai lemah dan tidak masyhur di kalangan ulama. [Tafsir al-Razi, juz 16, hal. 159]

Perlu dicatat bahwa larangan mendoakan orang non-muslim berlaku apabila ia sudah jelas-jelas menjadi penghuni neraka. Artinya, larangan tersebut berlaku jika orang tersebut jelas-jelas mati dalam keadaan tidak beriman. Sehingga, boleh-boleh saja hukumnya mendoakan non muslim selagi ia masih hidup di dunia, misalnya doa agar ia memperoleh hidayah dan semacamnya. [Al-Bahr al-Madid, Juz 2, hal. 434]

Dalam Tafsir al-Kabir, Imam Fakhr Al-Din al-Razi menjelaskan bahwa ketidakbolehan mendoakan ampunan bagi orang kafir adalah karena Allah swt. telah menetapkan mereka sebagai penghuni neraka yang tidak akan pernah mendapat ampunanNya. Sehingga memintakan mereka ampunan berarti memohon agar Allah swt. menyalahi janji dan ketetapannya untuk mengazab orang-orang yang menyekutukannya.

Selain itu, doa ampunan bagi orang-orang yang mati dalam keadaan kafir juga sia-sia, sebab pasti tidak akan pernah dikabulkan. Hal ini dinilai dapat menurunkan martabat seorang nabi, berikut orang orang beriman, lantaran doanya ditolak oleh Yang Maha Kuasa.

Hukum melaksanakan acara doa bersama untuk para pahlawan

Sebagaimana keterangan di atas, dapat dipahami bahwa mendoakan pahlawan non-muslim tidak diperkenankan dalam agama. Akan tetapi, larangan tersebut berlaku jika yang didoakan adalah sosok tertentu. Semisal mengkhususkan doa atau surah Alfatihah untuk seorang pahlawan tertentu atau berziarah ke makam pahlawan yang non-muslim kemudian melakukan acara doa bersama disana.

Lain halnya jika doa dihadiahkan untuk para pahlawan secara umum tanpa menyebutkan identitas atau sosok tertentu. Hal semacam ini boleh dilakukan, lebih-lebih jika doa tersebut diniati untuk para pahlawan muslim yang telah gugur meperjuangkan kemerdekaan (syuhada). Kebolehan mendoakan pahlawan secara umum, baik yang muslim maupun tidak, didasarkan pada sebuah riwayat dari Usamah bin Zaid,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَرَّ بِمَجْلِسٍ وَفِيهِ أَخْلاَطٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَاليَهُودِ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ

Sesungguhnya Nabi Saw. pernah melewati sebuah majlis yang terdapat orang-orang Muslim dan Yahudi, lalu beliau mengucapakan salam kepada mereka. H.R. Tirmidzi

Baca Juga: Jangan Menghina dan Pilih Kasih Terhadap Non Muslim! Ini dalil Larangannya

Hadis di atas menjelaskan kebolehan mengucapkan salam kepada sekelompok orang meskipun di antara mereka terdapat non-musim. Meski berbicara mengenai ketentuan mengucap salam, tetapi dari hadis tersebut dapat kita ketahui hukum mengadakan acara doa bersama untuk para pahlawan meskipun ada di antara mereka yang gugur dalam keadaan tidak beriman, yakni melalui metode qiyas.

Ala kulli hal, mengadakan acara doa bersama untuk para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan bangsa dapat dibenarkan meskipun di antara para pahlawan ada yang non-muslim, yang tidak boleh dilakukan adalah mendoakan sesosok pahlawan non-muslim tertentu agar mendapatkan ampunan. Islam tidak melarang umatnya untuk mengenang jasa pahlawan. Namun untuk urusan keyakinan, tidak ada tawar menawar.

Walahu a’lam.

Muhammad Zainul Mujahid
Muhammad Zainul Mujahid
Mahasantri Mahad Aly Situbondo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Etika Islam di Ruang Publik: Memadukan Adab dan Martabat dalam Relasi Sosial

Etika Islam di Ruang Publik

0
Di zaman sekarang, banyak pertemuan terjadi baik secara fisik maupun virtual. Kita sering berada dalam berbagai majelis, entah itu dalam seminar, diskusi, atau acara-acara...