BerandaTafsir TematikIni Dua Potensi yang Dimiliki Manusia dalam Al-Quran

Ini Dua Potensi yang Dimiliki Manusia dalam Al-Quran

Sebagai Sang Pencipta, sudah barang pasti Allah SWT mengetahui apa yang dibutuhkan manusia. Bahkan potensi yang dimiliki manusia, baik dan buruknya juga Allah ketahui serta Ia berikan kepadanya. Sebagai bukti kasih sayang-Nya, Allah menurunkan Al-Quran demi menunjukkan potensi itu.

Tafsir surat As-Syams [91]:7-8, potensi baik dan buruk manusia

Potensi pada perbuatan baik dan buruk yang dimiliki manusia setidaknya disinggung dalam surat ِِِAs-Syams ayat 7 dan 8:

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا

 فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا

“Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaan-Nya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan”

Pada ayat ke-7, Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa Allah melanjutkan sumpah-Nya seperti ayat-ayat sebelumnya. Ayat ini menegaskan tentang jiwa manusia sebagai ciptaan yang sempurna sehingga dari kesempurnaan itu, seorang manusia bisa memiliki hal baik dan buruk.

Kemudian di ayat berikutnya, Quraish Shihab melanjutkan penjelasannya bahwa Allah mengilhami manusia kemampuan untuk melewati jalur ketakwaan dan kedurhakaan.

Dalam kitab tafsirnya, Al-Qurthubi  menerangkan dengan mengutip pendapat ibn Abbas bahwa yang dimaksud “mengilhami” ialah menyadarkan/mengenalkan pada ketaatan dan kemaksiatan. Ia juga mengutip pendapat Muhammad bin Ka’ab yang berkata bahwa jika Allah menghendaki kebaikan terhadap hamba-Nya dan mengilhaminya, maka ia lakukan, begitu pula sebaliknya dalam hal keburukan. (al-Qurthubi, al-Jami’ li ahkamil Quran, 20:75)

Adapun al-Maraghi dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa makna فَأَلْهَمَهَا ialah Allah memberi inspirasi serta mengenalkan kepada tiap manusia perihal kefasikan dan ketakwaan sehingga bisa membedakan mana yang benar dan salah. Inilah yang kemudian biasa disebut tamyiz. Dengan mengandalkan mata hati, maka seorang manusia bisa memahami  mana yang termasuk jalan petunjuk dan mana yang termasuk dalam kesesatan (Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, 30:168)

Baca juga: Pentingnya Berprasangka Baik Dalam Rangka Toleransi Beragama dalam Al-Quran

Ilham serupa dengan intuisi

Seperti halnya intuisi, ilham datang secara tiba-tiba tanpa ada pertimbangan sebelumnya, bahkan tidak terfikirkan sebelumnya. Kedatangannya tidak bisa diperkirakan maupun ditolak, sehingga ini bisa dikatakan sebagai modal terpendam yang dimiliki manusia meskipun kadar satu dengan yang lain berbeda.

Ilham bisa datang dari mana saja dan dalam ayat ini Allah SWT juga bisa “mengilhami jiwa” berupa kebaikan dan keburukan. Namun tidak semata-mata Allah memberikan dua potensi tersebut. Sebagai bentuk pengertian terhadap makhluk-Nya maka Allah juga memberikan penjelasan bahwa jalan ketakwaan akan membawa pada kebaikan dan kenikmatan sedangkan kedurhakaan akan membawa pada kerusakan.

Misalnya, keinginan manusia untuk makan. Keinginan ini bisa tersalurkan melalui jalan kebaikan maupun keburukan, dan manusia mempunyai potensi untuk memilih dua jalan itu. Sehingga melalui Al-Quran, Allah juga memberi petunjuk untuk keselamatan manusia dalam menjalankan kehidupannya.

Baca juga: Inilah Golongan yang Boleh Mengumpat dalam Al Quran

Memaksimalkan potensi kebaikan

Berdasar pada berbagai penjelasan di atas, jelas sudah bahwa Allah telah menganugerahkan kepada manusia segala yang ia butuhkan. Satu hal yang menjadi pembeda manusia dengan hewan ialah akal dan itu menjadi bekal paling berguna bagi manusia untuk menjalani kehidupan di dunia.

Baca juga: Pentingnya Berprasangka Baik Dalam Rangka Toleransi Beragama dalam Al-Quran

Kebaikan dan keburukan akan selalu ada dan tidak bisa dihilangkan. Dua hal itu berjalan beriringan karena kebaikan tidak akan ada tanpa keburukan begitu pula sebaliknya. Tetapi, yang perlu dilakukan manusia yang telah dianugerahkan Al-Quran dan akal, sudah semestinya bisa membedakan dan menimbang mana yang baik dan buruk. Oleh karenanya Allah ciptakan alam raya beserta isinya sebagai objek untuk berpikir dan merenung.

Dengan Al-Quran dan akal, kita harus bisa memaksimalkan potensi kebaikan dalam diri sehingga bisa memberi dampak yang positif, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. semakin kita memaksimalkan kebaikan, maka potensi keburukan juga akan tertekan. Wallahu a’lam[]

Muhammad Anas Fakhruddin
Muhammad Anas Fakhruddin
Sarjana Ilmu Hadis UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...