BerandaTafsir TematikInilah Ayat-Ayat Transformasi Sosial dalam Al-Quran

Inilah Ayat-Ayat Transformasi Sosial dalam Al-Quran

Transformasi sosial dalam istilah Al-Quran mempunyai padanan kata dengan Ishlah. Kata ini berasal dari bentuk dasar shaluha, ber-wazan af’ala, yang berarti baik atau bagus, kebaikan yang membawa manfaat dan menolak kerusakan. Para mufasir, dalam kaitan ini tidak ada yang secara khusus mendefinisikan transformasi sosial, namun secara implisiit pembahasan hal ini sangatlah banyak.

Sayyid Quthub, ketika menafsirkan Q.S. Ibrahim ayat 1,

الۤرٰ ۗ كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ ەۙ بِاِذْنِ رَبِّهِمْ اِلٰى صِرَاطِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِۙ

Alif Lam Ra. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji. (Q.S. Ibrahim [14]: 1)

Landasan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran sangat penting dan juga dibutuhkan, mengingat bahwa perubahan sosial tanpa adanya nilai atau norma yang kuat, hanya akan menuju nihilisme, yaitu perubahan tanpa tujuan yang jelas. Selain itu, transformasi sosial juga lebih berdimensi konseptual tentang sosial, karena merupakan konsepsi ilmiah atau alat analisis untuk memahami dunia.

Ayat- Ayat Transformasi Sosial                     

Alif, laam raa (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Litukhrija-n-naas mina-dz-dzulumati ila-n-nuur, dapat dipahami sebagai transformasi menurut Al-Quran, seperti transformasi hasil perjuangan Rasul saw.yang bersifat umum

Pada ayat lain ditegaskan

لَهٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚوَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ

Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Q.S. Ar-Ra’du [13]: 11)

Baca juga: Inilah 4 Karakter Kepemimpinan Transformatif Menurut Al Quran

Menurut al-Maraghi, ayat ini mengandung pengertian bahwa kerusakan yang terjadi pada suatu kaum, tidak akan dicabut oleh Allah kecuali bila mereka sendiri yang mengubahnya. Hal ini menunjukkan adanya hukum perubahan, dalam artian, bahwa nilai-nilai yang dihayati dan kehendak yang mereka inginkan, merupakan sebuah perpaduan yang akan melahirkan kekuatan pendorong untuk melakukan perubahan.

Di sinilah kenapa Al-Quran menekankan kebersamaan dan tanggung jawab kolektif, Menurut Sayyid Quthub, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban umat Islam, yang dalam realisasinya memerlukan kekuasaan dengan tujuan mempersatukan seluruh umat dalam kesatuan agama Allah, karena hal inilah yang nantinya akan menentukan perubahan atau kebangkitan sebuah umat. Selain itu, menurut Muhammad Abduh, amar ma’ruf nahi munkar adalah pemeliharaan sekaligus komando untuk kesatuan umat.

Berbeda dengan Sayyid Quthub dan Muhammad Abduh, walaupun kemungkinan memiliki tujuan yang sama, Thabathaba’i misalnya amar ma’ruf nahi munkar menunjukkan hukum konsalitas dalam masyarakat, yaitu apabila sebagian masyarakat baik, maka seluruh masyarakatnya akan baik pula. Sebaliknya, apabila sebagian masyarakat rusak, maka akan rusak pula seluruhnya. Jika memang demikian, maka upaya dalam mewujudkan tatanan sosial yang baik merupakan sebuah kewajiban.

Selain itu, transformasi sosial dalam Al-Quran ditemukan juga dari makna-makna mplisit tentang hijrah. Hijrah mempunyai makna meninggalkan tempat yang buruk menurut Allah menuju tempat yang lebih baik. Sebagaimana yang telah tercantum dalam Q.S. An-Nisa [4]: 100,

۞ وَمَنْ يُّهَاجِرْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يَجِدْ فِى الْاَرْضِ مُرٰغَمًا كَثِيْرًا وَّسَعَةً ۗوَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ࣖ

Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Q.S. An-Nisa [4]: 100)

Baca juga: Tafsir Surat Al-Ma’un 1-3: Ingat, Tidak Saleh Sosial Juga Pendusta Agama!

Hijrah juga merupakan ciri orang yang beriman, ditinggikan derajatnya oleh Allah, akan diberi tempat yang bagus di dunia, dan akan dijamin oleh Allah kelak di akhirat. Adapun realisasi pesan-pesan transformasi sosial di atas antara lain adalah masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang selalu berkembang ke arah positif. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Fath [48]: 29,

مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ مَعَهٗٓ اَشِدَّاۤءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاۤءُ بَيْنَهُمْ تَرٰىهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيْمَاهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِّنْ اَثَرِ السُّجُوْدِ ۗذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ ۖوَمَثَلُهُمْ فِى الْاِنْجِيْلِۚ كَزَرْعٍ اَخْرَجَ شَطْـَٔهٗ فَاٰزَرَهٗ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوٰى عَلٰى سُوْقِهٖ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيْظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗوَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنْهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا ࣖ

Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar. (Q.S. al-Fath [48]: 29)

Menurut Al-Maraghi, ayat ini menunjukkan perkembangan suatu umat, yang lebih ditentukan oleh subjek yang mempunyai peranan, yaitu manusia atau masyarakatnya. Hal ini sesuai dengan apa yang tekandung dalam Q.S. Ar-Ra’du ayat 11. Dari sinilah dpat ditarik sebuah garis merah, bahwa transformasi sosial bermula dari inisiatif kesadaran subjek yaitu individu dan kolektifitas (manusia dan masyarakat) tanpa adanya pemisahan. Wallahu A’lam.

Neny Muthi'atul Awwaliyah
Neny Muthi'atul Awwaliyah
Peneliti, dosen di Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Meluruskan Paradigma Keliru tentang Konsep Ekonomi Islam

Meluruskan Paradigma Keliru tentang Konsep Ekonomi Islam

0
Ketika berbicara mengenai ekonomi, maka secara tidak langsung kita akan dibawa pada bermacam-macam aliran yang menghuni mazhab ekonomi dunia. Masing-masing mazhab ekonomi tersebut memiliki...