BerandaUlumul QuranI’rab Alquran: Ragam Badal dalam Alquran

I’rab Alquran: Ragam Badal dalam Alquran

Salah satu aspek Alquran yang seringkali dipelajari adalah dari segi i’rab, yang pada nantinya menjadi cikal bakal lahirnya ilmu i’rabul qur’an. I’rab sendiri didefinisikan oleh ulama nahwu sebagai perbedaan akhir kalimat yang disebabkan karena perbedaan amil yang masuk, baik secara tertulis maupun diperkirakan (al-Ta’rifat li Jurjani: 31). Ada beberapa macam pembahasan i’rab. Salah satunya adalah badal.

Badal merupakan salah satu dari tawabi’ yakni, kalimat yang i’rab nya mengikuti kalimat sebelumnya. Dalam syi’ir Alfiyah nya, Ibn Malik mendefinisikan badal sebagai;

التابع المقصود بالحكم بلا … واسطة هو المسمى بدلا

Kalimat yang ikut (pada mubdal minhunya) yang dituju (untuk dinisbatkan) dengan tanpa perantara (Alfiyah ibn Malik, 565)

Baca Juga:Balaghah Al-Quran: Keindahan Penggunaan Huruf Athaf Tsumma 

Mudahnya, badal adalah kalimat yang menggantikan kalimat yang digantinya yakni, mubdal minhu. Lebih lanjut, Ibn ‘Aqil membagi badal menjadi empat macam. Pertama, (بدل كل من كل) badal kull min kull. Yakni, badal yang selaras dengan mubdal minhu, yang sama dalam maknanya. Contohnya seperti lafaz صِرَاطَ الَّذِينَ dalam surah Alfatihah [1]: 6-7

اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ ۙ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ

Bimbinglah kami ke jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat.

Dalam ayat di atas, lafaz صِرَاطَ الَّذِينَ dibaca nashab, mengikuti kedudukan mubdal minhunya yang merupakan maf’ul bih. Dari sini juga dapat dipahami bahwa “jalan” yang dimaksud dalam ayat ke-6 adalah jalannya orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah Swt. Sebab salah satu faedah badal adalah menafsirkan mubdal minhu.

Kedua, (بدل بعض من كل) badal ba’dh min kull. Yakni, badal yang merupakan isi, atau bagian dari mubdal minhu. Di dalam menjelaskan badal jenis ini, Ibnu Hisyam mensyaratkan adanya dhamir yang kembali pada mubdal minhu, baik itu tertulis dalam lafaz, atau diperkirakan (Audhahul Masalik ila Alfiyah ibn Malik: 2, 365). Contoh yang tertulis yakni lafaz كَثِيرٌ مِنْهُمْ dalam potongan ayat 71 surah Almaidah;

وَحَسِبُوْٓا اَلَّا تَكُوْنَ فِتْنَةٌ فَعَمُوْا وَصَمُّوْا ثُمَّ تَابَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ ثُمَّ عَمُوْا وَصَمُّوْا كَثِيْرٌ مِّنْهُمْۗ وَاللّٰهُ بَصِيْرٌۢ بِمَا يَعْمَلُوْنَ

Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi bencana apa pun (terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu), karena itu mereka menjadi buta dan tuli, kemudian Allah menerima tobat mereka, lalu banyak di antara mereka buta dan tuli. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.

Baca Juga:I’Jaz Al-Qur’an Menurut Abdul Qahir Al-Jurjani, Ulama Penggubah Ilmu Balaghah 

Lafaz كَثِيرٌ مِنْهُمْ  di atas, menjadi badal dari fa’il/subjek kalimat fi’il sebelumnya, serta mengandung dhamir yang kembali pada mubdal minhu. Adapun contoh dhamir yang diperkirakan adalah lafazمَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا dalam potongan surah Aliimran [3]: 97;

 وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.

Menurut Ibn Hisyam, lafaz مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا di atas, menyimpan lafaz yang dibuang, berupa dhamir yang kembali pada mubdal minhu yakni, lafaz منهم (Audhahul Masalik ila Alfiyah ibn Malik: 3, 365)

Ketiga, (بدل الاشتمال) badal al-isytimal. Yakni, badal yang berisi sesuatu yang dikandung oleh mubdal minhu (Syarah ibn Aqil: 3, 249). Contohnya seperti lafaz قِتَالٍ فِيهِ dalam surah Albaqarah [2]: 217

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ

Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang berperang pada bulan haram.

Lafaz قِتَالٍ فِيهِ dalam potongan ayat di atas, menjadi badal isytimal dari lafaz الشَّهْرِ الْحَرَامِ. Disebut demikian lantaran “peperangan” yang dimaksud adalah “peperangan” yang terjadi pada bulan haram. Maka demi kepentingan i’rab Alquran, asal kalimat di atas, jika diasumsikan bukan Alquran menjadi يسألونك عن القتال في الشهر الحرام (Taammulat Qur’aniyah: 2, 18)

Keempat, (بدل المباين) badal al-mubayin. Terkait penamaannya, Ibn Hisyam menjelaskan bahwa badal jenis ini hadir saat terdapat kesalahan pengucapan di dalam pelafalan orang fasih. Oleh karenanya, beliau menamakannya sebagai mub al-mubayin yang berarti kalimat yang berbeda dengan kalimat sebelumnya (Syarah Al-Ajurumiyah li Hasan Hifdzy, 229). Untuk badal macam keempat ini, tidak memiliki contoh dalam Alquran, sebab tidak ada kesalahan pelafalan dalam Alquran.

Baca Juga:Empat Fungsi Gramatika dalam Pemahaman Ayat Alquran 

Ibn ‘Aqil membagi badal al-mubayin menjadi dua macam. Pertama, (بدل الإضراب) badal al-idrob. Badal jenis ini merupakan badal yang dituju oleh mubdal minhu. Contohnya perkataan seseorang أكلت خبزا لحما (saya telah makan roti, eh daging) sembari awalnya bermaksud untuk bercerita bahwa ia telah makan roti, lalu tampak baginya, keinginan untuk menceritakan bahwa ia juga telah makan daging.

Kedua, (بدل الغلط والنسيان) badal al-ghalat wa al-nisyan. Berbeda dengan sebelumnya, Ini adalah badal yang tidak dituju oleh mubdal minhu. Disebut demikian karena muncul dari kesalahan atau kealpaan si pengucap. Contohnya perkataan seseorang رأيت رجلا حمارا (saya melihat seorang lelaki, eh keledai), awalnya dia bermaksud menceritakan bahwa dia telah melihat seekor keledai, namun dia salah ucap seorang lelaki (Syarah ibn ‘Aqil: 3, 239).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembahasan terkait badal dalam kajian i’rab terbagi menjadi empat, yakni badal kull min kull, badal ba’dh min kull, badal al-Isytimal, dan badal al-mubayin. Demikian ragam badal beserta contohnya dalam Alquran.

Wallahu a’lam.

- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...