Islam Menyerukan Keadilan Sosial, Begini Penjelasan Para Mufassir

Islam Menyerukan Keadilan Sosial
Islam Menyerukan Keadilan Sosial

Satu keselarasan Pancasila dengan Islam, ada pada sila keadilan sosial. Seringkali Allah menfirmankan untuk berbuat adil. Bahkan, tak tanggung, Fuad ‘Abdul Baqi dalam al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadzil Quran, mengkalkulasi sebanyak 78 ayat yang menyinggung keadilan, dengan berbagai diksi (al-adlu, al-mizan, dan al-qisth). Ini menunjukkan betapa Islam menjunjung nilai keadilan.

Keadilan sosial dalam negara Indonesia mesti menjiwai seluruh elemen kehidupan masyarakat. Aspek apapun itu, baik hukum, ekonomi, budaya, politik, maupun keamanan. Sebaliknya, bila keadilan tidak ditegakkan dengan baik, maka akan memunculkan ketimpangan yang berujung konflik dan perpecahan.

Baca juga: Tafsir Surat Ali Imran Ayat 103: Dalil Sila Ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia

Islam sebagai agama penebar kasih bagi semesta, meniscayakan keadilan, karena adil adalah manifestasi dari kasih itu. Allah, yang Maha Rahman dan Rahim, mana mungkin membuat takdir yang timpang untuk hambaNya, atau memerintahkan untuk bersikap tidak adil. Maka, sudah semestinya, Ia menyerukan keadilan melalui firman-firmanNya.

Perintah Berbuat Adil

Allah menaruh perbuatan adil sebagai perintah untuk manusia. Dalam Surat An-Nahl ayat 90 Allah berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebijakan. Memberi kepada kaum kerabatnya dan allah melarang dari berbuat keji, mungkar dan permusuhan, dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”(QS. Al-Nahl [16]: 90)

Perintah berbuat adil juga Allah sampaikan dalam Surat An-Nisa’ ayat 58:

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’ [4]: 58)

Lewat dua ayat itu, Allah menyampaikan perintah tentang bagaimana seharusnya etiket seseorang ketika berhadapan dengan sesamanya. Perintah pertama yang Allah berikan ialah agar manusia berbuat adil, lalu menebar kebaikan, berbagi, dan mencegah hal-hal buruk.

Baca juga: Pentingnya Berprasangka Baik Dalam Rangka Toleransi Beragama dalam Al-Quran

Makna Adil Menurut Para Mufassir

Ada berberapa penafsiran tentang al-‘adl (keadilan). Ibnu Katsir memaknainya sikap netral, tidak memihak, serta berimbang. Dalam Tafsir Al-Quranul Adzim, Ibnu Katsir menjelaskan:

يخبر تعالى أنه يأمر عباده بالعدل وهو القسط والموازنة ويندب إلى الإحسان

“Allah menginformasikan (melalui Surat An-Nahl ayat 90) perintahNya kepada hambaNya untuk berbuat adil, yakni bersikap tidak memihak dan berimbang, sert menyerukan untuk berbuat kebajikan.”

Ini selaras dengan Nurcholis Majid dalam Satu Menit Pencerahan Nurcholish Majid, yang mengartikan adil sebagi sikap seimbang dan menengahi. Dalam istilah lain, pengertian itu sama dengan moderat, yang dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan dengan berkecenderungan ke arah jalan tengah.

Baca juga: Adakah Dalil Nasionalisme? Inilah Dalilnya dalam Al Quran

Sementara itu, Ibnu ‘Asyur lebih memilih untuk memaknai adil dengan memberikan hak pada pemiliknya {i’tha’ul haq ‘ala shahibihi). Pengertian Ibnu ‘Asyur ini menjadi antonim dari dzalim, yang bermakna menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.

Pengertian yang bisa menengahi berbagai pengertian di atas tampaknya ada pada pendapat Quraish Shihab. Dalam Tafsir al-Mishbah, ia memakna kata al-‘adl dengan lurus dan sama. Artinya, orang yang adil, jalannya akan lurus, dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sesuai dengan tempatnya. Jadi, adil bersifat proporsional, berimbang, tidak berat sebelah.

Keadilan ٍٍSosial dalam Al-Quran

Firman Allah yang menyerukan keadilan sosial, antara lain ada dalam Surat An-Nisa’ ayat 58 di atas.

Dalam tafsir at Tahrir wat Tanwir, Ibnu ‘Asyur menjelaskan dua bagian berbuat adil, yang salah satunya adil kepada sesama makhluk:

المسلم مأمور بالعدل في ذاته ومأمور بالعدل في المعاملة وهي معاملة مع خالقه بالإعتراف له بصفاته وبأداء حقوقه ومعاملة مع المخلوقات من أصول المعاشرة العائلة والمخالطة الإجتماعية وذلك في الأقوال والأفعال

“Seorang Muslim diperintahkan untuk berbuat adil pada dirinya sendiri dan saat berinteraksi dengan yang lain. Yakni, dengan Tuhannya. Ia mesti mengimani sifat-sifatNya, dan menunaikan hak-hak Allah. Dan, dengan sesama makhluk. Ia harus menjalin relasi yang adil baik di lingkup keluarga atau masyarakat luas. Adil dalam berbicara dan bertindak”

Pada bagian kedua, perbuatan adil yang mesti dilakukan seorang muslim memiliki dua dimensi, vertikal (berhubungan dengan Allah), dan horizontal (saat berinteraksi dengan sesama makhluk). Pada dimensi kedua inilah letak perintah untuk berkeadilan sosial. Ibnu ‘Asyur menafsirkan demikian berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 195, sebagai landasan berbuat adil pada diri sendiri. Surat Al-An’am ayat 152, sebagai landasan bertutur kata adil pada sesama manusia. Dan, An-Nisa’ ayat 58, sebagai landasan berperilaku adil kepada sesama manusia.

Keadilan sosial yang tak lain menjadi sila kelima pancasila, sudah jelas menunjukkan relevansinya dengan Islam, melalui begitu banyak ayat yang menyerukan keadilan pada sesama makhluk. Data ini memperkuat Pancasila, dasar-dasar negara kita Islami, mencerminkan nilai yang dibawa Islam. Sehingga, tuduhan ideologi Bangsa Indonesia tidak sesuai dengan ajaran Islam adalah tidak bernas. Pancasila sudah sangat Islami, tugas kita merawatnya agar tetap lestari, tidak gampang tercederai oleh kelompok lain ideologi.

Wallahu a’lam[]