Alquran menerangkan tentang kehidupan umat terdahulu sebagai ibrah bagi kaum Muslim dalam beragama. Peristiwa masa lalu adalah hal yang tidak dapat ditinggalkan atau dilupakan begitu saja. Setiap momen dapat memiliki makna tertentu terlebih apabila hal tersebut tersusun dalam Alquran. Bagaimana jika kisah masa lalu memiliki keterkaitan dengan kejadian pada masa Nabi Muhammad saw.? Tentu keterangan akan kisah tersebut menjadi penjelasan yang nyata karena sang pelaku sejarah mengalami hal terkait akan itu. Adapun salah satu ayat yang menurut para mufasir terkait antara kejadian pada masa Nabi Muhammad dan kisah Nabi sebelumnya yakni surah Alisra’ ayat 2.
وَآتَيْنا مُوسَى الْكِتابَ وَجَعَلْناهُ هُدىً لِبَنِي إِسْرائِيلَ أَلَاّ تَتَّخِذُوا مِنْ دُونِي وَكِيلاً
“Dan kami berikan kitab itu kepada Musa dan kami menjadikannya petunjuk bagi Bani Israil, “Jangan sampai kalian mengambil Pelindung selain Aku.”
Ayat ini menurut Ibn Asyur adalah ‘athaf terhadap ayat satu yang merupakan pendahuluan, sehingga menurut Ibn Asyur, pemaknaannya adalah Allah memperjalankan hamba-Nya, Muhammad dan memberikan kepada Musa sebuah kitab. Keduanya adalah anugerah yang agung bagi manusia.
Kaitan kedua ayat ini menurut Ibn Asyur juga terlihat melalui penyebutan Masjid al-Aqsha yang merupakan pusat peradaban Bani Israil. Bagaimana naik turunnya peradaban mereka dapat menjadi ibrah bagi umat Muslim untuk bersiap dan waspada.
Baca juga: Pro Kontra Teori Peminjaman dan Keterpengaruhan Al-Quran Terhadap Yahudi dan Nasrani
Ayat 2 ini juga terkait dengan kalimat agar kami tunjukkan padanya ayat-ayat kami pada ayat satu. Menurut Ibn Asyur hal ini karena ayat-ayat Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw. adalah ayat Alquran. Jadi, menurut beliau dapat dikatakan bahwa yang dimaksud kami berikan kepadanya Alquran dan kami berikan kepada Musa Kitab yakni Taurat.
Ibn Asyur menghubungkan ayat kedua ini dengan ayat 9 yang menyebutkan tentang Alquran yang menunjukkan pada yang lebih tegak. Maksudnya adalah petunjuk kepada jalan yang lebih tegak daripada jalan yang ditunjukkan dalam Taurat.
Ayat 2 ini juga dapat dihubungkan dengan ayat 73 yang menyebutkan tentang tendensi kaum Musyrikin yang hendak membujuk Nabi untuk mengubah apa yang diwahyukan kepada beliau. Bani Israil disebut telah melakukan perubahan atau tahrif pada kitab suci mereka.
Perilaku menyimpang Bani Israil tersebut dapat menjadi peringatan bagi kaum Muslim untuk menjaga Alquran yang merupakan warisan dari Nabi Muhammad saw. Kita mesti mempelajari dan mengajarkannya dengan tidak mengubah atau mengarahkannya pada pemaknaan tendensius yang condong pada kezaliman. Pada ayat 82 disebutkan.
وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارًا
“Dan kami turunkan sebagian Alquran yang merupakan penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Sementara tidaklah bertambah bagi orang-orang yang zalim kecuali kerugian.”
Ibn Asyur menyebut ayat 82 ini terkait dengan ayat 73 bahwa kaum musyrikin yang menghendaki agar Nabi tidak menyebut buruk berhala mereka hanya akan mendapatkan kerugian. Kata syifa dalam ayat ini menurut beliau dapat berarti majaz dari hilangnya kekurangan, kesesatan, kurangnya kebermanfaatan, akidah-akidah tiada guna, amal yang rusak, maupun akhlak tercela. Kesemuanya itu disamakan dengan sakit ataupun luka.
Ketika disebutkan Bani Israil pada ayat dua sekilas akan terbayang pula bagaimana gambaran bangsa yang pernah sakit. Bagaimana peradaban mereka yang timbul tenggelam karena perhatian yang juga pasang surut akan Kitab suci.
Baca juga: Kitab Taurat dalam Alquran: Diturunkan kepada Nabi Musa dan Dipisahkan darinya
Kata nunazzil menurut beliau menunjukkan makna pembaruan, pengulangan, dan perbanyakan sehingga ia adalah janji bahwa turunnya Alquran berjalan dalam waktu yang panjang. Berbeda dengan Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa sekaligus. Panjangnya waktu berarti panjanganya masa perjuangan dan presistensi untuk tetap berada di jalan yang ditentukan oleh Allah. Oleh karenanya pada ayat 86-87 disebutkan.
وَلَئِنْ شِئْنا لَنَذْهَبَنَّ بِالَّذِي أَوْحَيْنا إِلَيْكَ ثُمَّ لا تَجِدُ لَكَ بِهِ عَلَيْنا وَكِيلاً(86) إِلا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ إِنَّ فَضْلَهُ كَانَ عَلَيْكَ كَبِيرًا (87)
“Jika kami berkehendak sungguh kami akan menghilangkan apa yang telah kami wahyukan kepadamu (Muhammad) kemudian engkau tidak akan mendapati seorang pelindungpun terhadap kami. Kecuali rahmat dari Tuhanmu sungguh karunia-Nya atasmu sangatlah besar.”
Ayat 86-87 ini menurut Ibn Asyur terkait dengan ayat 82 yang masih berkaitan dengan ayat kedua surah Alisra’. Jika Taurat yang asli masih menjadi perdebatan keberadaannya di mana, Alquran menjadi kitab suci yang sampai pada abad ini dengan keasliannya yang disepakati. Demikian pada ayat 105 sebelum akhir surat disebutkan.
وَبِالْحَقِّ أَنزلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نزلَ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا
“Dan kami turunkan (Alquran) dengan sebenarnya dan (Alquran) turun dengan kebenaran. Dan tiadalah kami mengutus engkau kecuali sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.”
Ibn Asyur menyatakan ayat ini berkaitan dengan turunnya Alquran, proses ketika ia sampai kepada manusia dengan benar. Adapun makna hak yang kedua yakni lawan dari kebatilan, ia adalah kebenaran yang ditegakkan untuk kemaslahatan dunia dan akhirat.
Jika sebagian Bani Israil menghendaki keuntungan dengan mengubah atau menganggap remeh kitab suci, maka ayat dua ini adalah peringatan dan janji pertolongan bagi kaum Muslim yang memegang teguh Alquran sebagai kitab sucinya. Semoga kita yang diberi rahmat melalui Alquran. Wallahu a’lam[]